Bahasa merupakan alat berinteraksi atau berkomunikasi dalam masyarakat karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Sejak lahir manusia sudah berbicara, meskipun hanya berupa bunyi yang tidak jelas tetapi masih berupa symbol-symbol yang mengeluarkan bunyi sehingga disebut bahasa bayi. Pemerolehan bahasa pada anak pertama kali diperoleh secara lisan dengan ejaan yang sederhana sehingga mereka dapat mengucapkannya dengan baik yang disebut bahasa ibu atau bahasa pertama. Kebanyakan dari orang tua untuk proses membesarkan anak nya agar mampu berbahasa dan berbicara dengan baik tidak selalu dibekali dengan cara pengajaran yang baik sehingga anak di biarkan sendiri dan kesulitan berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
Pemerolehan bahasa merupakan proses yang terjadi di otak anak ketika ia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibu. Biasanya pemerolehan bahasa dibandingkan dengan pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses yang terjadi ketika seorang anak belajar bahasa kedua, setelah ia menguasai bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berhubungan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berhubungan dengan bahasa kedua.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses perfomansi. Kedua proses ini adalah dua proses yang berbeda. Kompetensi adalah proses memperoleh tata bahasa yang terjadi secara tidak di sadari. Proses kompetensi ini merupakan syarat terjadinya proses performance yang terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan dan proses pembuatan kalimat. Proses pemahaman menyangkut kemampuan atau kecerdasan untuk mengamati atau kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat yang didengar. Sementara penerbitan melibatkan kemampuan untuk menerbitkan atau menerbitkan kalimat Anda sendiri. Kedua jenis proses kompetensi ini jika sudah dikuasai anak akan menjadi kemampuan linguistik anak.
Hipotesis Pemerolehan Bahasa
a.Hipotesis Nurani
Dalam pemerolehan bahasa, yang diperoleh anak adalah kompetensi dan kinerja bahasa pertama mereka. Menurut Chomsky alat yang digunakan anak untuk memperoleh kemampuan berbahasa adalah hipotesis Nurani Hipotesis ini ditemukan dari beberapa pengamatan yang dilakukan oleh para ahli tentang pemerolehan bahasa anak.
Kesimpulan dari pengamatan ini adalah bahwa manusia dilahirkan dilengkapi dengan alat yang memungkinkannya dapat berbicara dengan mudah dan cepat. Ada dua macam hipotesis nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme (Simanjuntak 1977). Hipotesis nurani bahasa adalah suatu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau seluruh bagian bahasa tidak dipelajari atau diperoleh, tetapi ditentukan oleh ciri-ciri nurani khusus organisasi manusia. Sementara itu, hipotesis mekanisme nurani menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman. Jadi perbedaan antara kedua hipotesis ini adalah bahwa hipotesis suara hati tekanan bahasa adalah bahwa ada "objek" hati nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan bahasa. Sedangkan hipotesis hati nurani tentang mekanisme keberadaan suatu “benda” hati nurani berupa mekanisme yang berlaku umum pada semua kemampuan manusia.
b.Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti 'kertas kosong', dalam arti belum ada yang ditulis. Kemudian, hipotesis tabulrasa menyatakan bahwa otak bayi saat lahir adalah seperti kertas kosong yang nantinya akan ditulisi atau diisi dengan pengalaman. Hipotesis ini awalnya dikemukakan oleh John Locke seorang empiris. Menurut hipotesis tabularasa semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam tingkah laku berbahasa merupakan hasil integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu.
Sejalan dengan hipotesis tersebut, behaviorisme beranggapan bahwa pengetahuan linguistik hanya terdiri dari rangkaian hubungan yang dibentuk oleh pembelajaran S-R (Stimulus-Response). Cara belajar yang dikenal adalah pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan mediasi atau mediasi yang telah dimodifikasi menjadi teori belajar bahasa.
Pembelajaran Teori pembiasaan operan bahasa menyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh rangkaian berbagai penghargaan yang muncul di sekitar orang tersebut. Sementara itu, teori mediasi atau perantara yang diperkenalkan oleh Jenkin disebut dengan “response chaining”. Teori rantai tanggapan ini didasarkan pada prinsip mediasi atau mediasi bahasa. Artinya, jika seseorang sudah mengetahui hubungan antara meja dan kursi, dan hubungan antara meja dan lantai, maka mengetahui hubungan antara kursi dan lantai akan jauh lebih mudah karena peran tersebut dimainkan oleh perantara atau perantara.
c.Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif diperkenalkan oleh piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa anak. Menurut teori yang bersumber dari kognitif universal, bahasa diperoleh berdasarkan struktur kognitif sensorik-motorik. Struktur ini diperoleh anak melalui interaksi dengan benda atau orang di sekitarnya. Menurut Sinclair-de Zwart (dalam Chaer 2009:179) Ada tiga tahap penguasaan bahasa anak.
Pertama, anak-anak memilih kombinasi bunyi singkat dari bunyi yang mereka dengar untuk menyampaikan suatu pola tindakan. Kedua, jika kombinasi bunyi pendek ini dipahami maka anak akan menggunakan rangkaian bunyi yang sama, tetapi dengan bentuk fonetik yang lebih mendekati fonetik orang dewasa, untuk menyampaikan pola tindakan yang sama, atau ketika pola tindakan yang sama dilakukan. oleh orang lain. Pada mulanya pola tindakan ini selalu ada hubungannya dengan anak, dan di dalam pola tindakan itu selalu terjalin unsur-unsur, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita. Ketiga, fungsi gramatikal pertama muncul, yaitu subjek-predikat yang menghasilkan unsur Subjek – Verbal – Objek atau Agen + Tindakan + Penderita.
Hipotesis kesemestaan kognitif sama dengan hipotesis hati nurani mekanisme dalam linguistik. Piaget dan Mc. Namara menyimpulkan bahwa anak-anak pertama kali mengembangkan proses kognitif non-linguistik. Baru setelah itu mereka mendapatkan 29 simbol linguistik tersebut. Jadi, pemerolehan bahasa bergantung pada pemerolehan proses-proses kognitif tersebut.
Terdapat dua aliran yang berlawanan yaitu aliran behaviorisme dan aliran mentalisme. Behavioristik hanya mengambil perilaku yang dapat diamati sebagai titik awal untuk deskripsi dan penjelasannya, sedangkan teori
mentalistik mengambil struktur dan mode kesadaran sebagai dasarnya. Dalam proses pemerolehan bahasa, aliran behavioristik utamanya adalah penyusunan teori belajar yang mengutamakan lingkungan verbal dan nonverbal, sedangkan aliran mentalistik mendasari teori belajar yang menekankan pada kemampuan fisik seorang anak untuk belajar bahasa. Oleh karena itu, behavioris lebih menyukai istilah pembelajaran bahasa dan mentalis lebih menyukai istilah pemerolehan bahasa.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa hipotesis kesemestaan kognitif dalam psikologi adalah sama atau sejalan dengan hipotesis nurani mekanisme dalam linguistik. Perbedaannya terletak pada nama Saka karena dikemukakan oleh dua disiplin ilmu berbeda yang saling mempengaruhi: hipotesis kesemestaan kognitif oleh psikologi sedangkan hipotesis mekanisme hati nurani oleh linguistik modern.
Saat ini, seperti dalam linguistik, dalam kognitifisme, perhatian juga lebih banyak diberikan pada masalah makna (semantik) dan perannya dalam pemerolehan bahasa.
Daftar Pustaka
Chaer, abdul. (2009). Psikolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Permatasari Suardi, Indah.dkk. (2019). “Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak Usia Dini”. Padang. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Volume 3 Issue 1 Pages 265 –273
Arsanti, Meilan. (2014) “Pemerolehan Bahasa Pada Anak (Kajian
Psikolinguistik)” Jurnal PBSI Vol. 3 No 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H