Malam gulita telah berlalu, fajar hampir menyingsing. Aku gelisah di pembaringanku, mata tak dapat terpejam, dan badan tak bisa beristirahat barang sejenak. Berkali-kali kucoba memejamkan mata, tetapi tak pernah berhasil. Teringat oleh ku kata seorang teman sejawat kemarin pagi. Dia mengatakan bahwa kelak segala harapan dan cita-cita ku hanyalah kesia-siaan dan mimpi belaka. Menurutnya kebahagiaan dan ketentraman hidup yang kudamba hanya khayalan kosong, seperti khayalan seorang seniman yang tak pernah memperoleh kebahagiaan. Jika benar apa yang dia katakana, duhai betapa mungkin kehidupan akan berjalan. Dan seandainya yang di katakanya itu benar, betapa suramnya wajah kehidupanku ke depan.
Tidak mungkin ! Sesungguhnya angan-angan indah yang ku pelihara dalam jiwa ini, akan menghasilkan kebaikan dan kelembutan, sebagaimana bumi menumbuhkan buah-buahan dan bunga yang bermekaran. Dan segala sesuatu yang telah tumbuh di kedua belah sayapku, tak akan pernah mencampakkan dan meninggalkanku, meskipun aku seorang lumpuh yang tidak dapat berjalan dan terbang.
Wanita, memang bukan makhluk sempurna, bukan juga makhluk yang ternafikan. Melainkan wanita adalah sosok yang akan tumbuh bermakna hanya bila di sirami hasrat laki-laki. Sebaliknya Lelaki juga bukan makhluk sempurna, seperti anggapan banyak orang, melainkan satu sisi dari sebuah jiwan yang merindukan belahan jiwanya yang lain. Setiap lelaki pasti merasakan kekurangan dalam dirinya, seperti perasaan Adam sebelum tulang rusuknya berubah. Setelah diciptakan seorang wanita di sisinya barulah ia merasakan kebahagiaan dan juga dosa.
Jika seorang melihat lukisan matahari terbit atau tibanya malam saat matahari tenggelam atau keindahan hutan dan ketinggian gunung, lalu ia melihat itu secara nyata, maka niscaya ia akan memahami bahwa kenyataan benda-benda itu lebih indah dari apa yang dapat dilukiskan. Aku sedang tidak berkhayal tentang kebahagiaan melainkan mengharapkan sesuatu yang nyata dan pasti terwujud.
Jika datang suatu hari, dimana aku merasa cita-citaku telah musnah dan harapanku telah patah, pastilah hari itu akan menjadi hari terakhir dalam kehidupanku. Tak ada artinya hidup seseorang, jika tidak memiliki hati dan tidak ada gunanya hati, jika tidak diisi dengan Cinta yang tulus.
"Yah..bangun ntar aku terlambat !" terdengar suara kecil dari balik pintu kamarku melesat kencang bak air bah yang menyapu semua khayalanku.
"ok, I'm ready !", jawabku sambil bergegas bangun dan terbang menuju kamar mandi.
Sesaat kemudian, seperti hari-hari kemarin saya dan kedua malaikat kecilku berjalan bersama menyambut mentari pagi yang seakan ikut bergembira melihat kegembiraan kami pagi itu. Rutinitasku sebelum berangkat kerja adalah mengantarkan kedua malaikat kecilku sekolah yang kebetulan mereka berada di satu skolah yang sama, setelah itu aku langsung menuju ke tempat kerja.
Sesampainya di tempat kerja, aku jumpai para perempuan dengan anak-anak mereka yang telah menantiku. Mereka memandangiku dengan senyum tulus terselip di bibir mereka. Melihat pemandangan itu terbesit olehku seraut wajah yang dulu pernah singgah dalam relung hatiku. "Au ah pistol ! ", gerutuku dalam hati. "Pagi semua !", sapaku sambil ngacir menuju ke ruanganku.
Tidak ada yang special hari ini, hingga tak terasa senja telah menjemputku, dan rasa penat telah menghantuiku. Aku pun bersegera pulang dengan sejuta rasa kangenku terhadap dua malaiat kecilku di rumah.
Dalam perjalanan pulang, tanpa kusadari ternyata aku nyasar ke sebuah gang yang Nampak asing dn sepi. Aku terus terus berjalan menuruti langkah kakiku, hingga melewati beberapa rumah yang tampak telah lama ditinggalkan oleh penghuninya.
Sayup-sayup telingaku menangkap suara erangan seorang yang sedang sakit. Aku menghentikan langkahku sambil berujar " Aneh sekali ! Betapa banyak malam yang gelap gulita seperti ini menyembunyikan rahasia-rahasia orang yang dilanda derita dan duka lara di balik dadanya." Dan sebelumnya aku telah berjanji kepada Allah bahwa siapa pun yang aku lihat sedang mengalami kepedihan hidup, aku harus berdiri di sampingnya untuk memberikan bantuan jika mampu, atau sekedar menyatakan perasan simpati jika memang hanya itu yang bisa aku lakukan.
Aku menghampiri rumah tersebut, dan mengetuk pintunya. Aku menunggu, dan mengetuk kembali dan menunggu, Tiba-riba muncul sorang gadis kecil yang usianya belum genap lima tahun yach sebaya malaikat sulung saya, keluar sambil membukakan pintu untuk saya. Aku bertanya kepadanya, " Di rumahmu ada yang sakit ?", Gadis itu menarik nafas dalam dengan tarikan yng hamper memutuskan seluruh urat jntungnya. Ia berkata " Temuilah bundaku, Om, ia sekarang sedang menghadapi sakaratul maut.
Gadis itu berjalan di depanku, kemudian akau menyusulnya, hingga sampai di sebuah kamar. Ketika masuk ke kamar tersebut. Terbayang olehku bahwa aku kini telah berpindah dari dunia orang-orang hidup ke dunia orang-orang yang telah mati. Bisa dikatakan ruangan tersebut tidak lebih dari sebuah kuburan, dan si sakit adalah mayatnya. Aku mendekat ke pembarinbgannya, hingga duduk di sampingnya. Tampak terbaring seorang wanita muda berparas pucat yang berulang kali menarik dan menghembuskan nafasnya. Aku meletakkan telapak tanganku di keningnya, tiba-tibaaaaa ia membuka kedua matanya. Sinar mata yang tajam dan pendirian yang kuat tergambar jelas dari sinar matanya walaupun tampak sayu. Lama kami saling berpandangan, dan entah setan apa yang sedang merasukiku, jantungku berdegup kencang,, darahku mengalir seperti tak beraturan. Hanya satu kartu kalimat yang spontan keluar dari mulutku. "Segera kita ke rumah sakit", kataku sambil bergegas menyiapkan segala keperluannya. Tak lupa juga aku mengabari si mbak di rumah bahwa, mungkin aku pulang telat atau mungkin juga pulang pagi.
@@@@@@@
Suasana hening rumah sakit, dan dinginnya AC rumah sakit seakan menusuk ke seluruh tulang. Aku duduk di samping tempat tidur rumah sakit tempat terbaringnya seorang seoarng wanita muda yang ku temui sore tadi. Lama kupandang wajah itu, dan perasaan yang sama sore tadi pun berkecamuk di dalam dadaku. " Masya Allah !, siapa laki-laki kurang ajar yang tega menyia-nyiakan wanita ini. Parasnya sederhana, namun tampak pancaran kegigihan hati di selimuti rasa kasih seorang ibu di raut wajahnya mulus.
"..Uuuh..aku di mana ?", tersentak aku saat mendengar suara itu. " Tenang saja dulu, sekarang kamu ada di rumah sakit !", jawabku sambil kembali membaringkan tubuh yang lemah itu ke posisi semula. "Nayla anakku ada di mana ? ", kembali tanya wanita itu. " Tenang mbak, anakmu ada rumahku !, dan kamu nggak usah khawatir karena di sana dia mempunyai teman koq !, istrirahat aja dulu ", jawabku. "Dan mas ini  siapa,?", Tanya balik wanita itu. "Aku bukan siapa-siapa, aku hanya orang yang kebetulan menemukanmu dan membawamu ke sini. Kamu nggak usah takut, tetapi jika kamu keberatan aku berada di sini aku akan pergi sekarang juga !", kataku sambil menggeser tubuhku menjauh dari tempat tidurnya. " Jangan pergi mas !", sentak wanita itu sambil menarik tanganku. Sontak jantungku kembali berdegup kencang, aku merasakan sesuatu yang sudah lama bahkan hampir lupa akan perasaan seperti ini. "Ok lah, santai aja" jawabku sambil kembali menarik kursiku mendekati ranjangnya. " Eeeh, boleh aku bertanya sesuatu ?", Mbak di sini sama siapa, apakah ada keluarga mbak yang mungin bisa saya hubungi ?", tanyaku penasaran. "Hmm, saya tinggal bersama anak saya di rumah kontrakan itu. ... "Oooo,  suami mbak kemana ?" kata ku seraya memotong pembicaraannya.  "Suamiku meninggalkan kami sewaktu nayla baru berusia 2 tahun. Sejak saat itu, aku merawat Nayla sendirian sampai sekarang." cerita wanita itu sambil memperbaiki selimutnya. " Suami mbak meninggal ", tanyaku penasaran. Belum sempat dia menjawabnya terdengar ketukan pintu. Dan ternyata adalah seorang dokter dan perawat yang dating untuk mengece kondisi pasiennya. " Selamat Malam !", sapa dokter itu sambil mendekati ranjang tempat aku duduk sedari tadi. " O maaf anda suaminya ?", Tanya dokter itu kepadaku. ' E..bukan, aku hanya teman wanita ini !", jawabku sambil berdiri dan bersalaman dengannya. " Baiklah, anda boleh tunggu di luar sebentar, nanti saya akan bicara dengan anda selepas ini!", kata dokter itu sambil meneliti beberapa berkas yang sedari tadi di pegangnya.
Tak beberapa lama kemudian dokter beserta perawat itu keluar dan mengajak saya ke sebuah ruangan. "Silahkan duduk pak!", kata sang dokter mempersilahkan aku untuk duduk. Sekian lama berbicara ternyata intinya sang dokter menceritakan tentang kondisi si pasien itu. Wanita tersebut mengidap Phenomonia akut dan ada sedikit tumor di batang otaknya yang segera harus di operasi dan parahnya wanita itu juga mengalami kelainan pada katub jantungnya.. Dan dokter meminta pendapatku, bagaimana sebaiknya yang harus di lakukan. Akhirnya aku pun menyetujui untuk di operasi dan bersedia menjamin semua biayanya.
Maka singkat cerita dokter itu menyodorkan kepadaku beberapa lembar surat yang harus ku tanda tangani. Setelah semua selesai aku segera berjalan menuju ke kamar bunda Nayla. Sepanjang jalan aku berpikir, "koq gue mau yach melakukan ini? Emangnya siapa gue, terus siapa pula wanita itu ?, apa jangan-jangan gue udah jatuh cinta nich ?..cie-cie..cie.. Love for the first sight nich !! Tapi apa iya yach, gue jatuh cinta lagi ? Terus emangnya kalo gue jatuh cinta, apa cewek itu mau ama gue ?,Ke ge er an elu mel ! emangnya elu siapa, super hero ganteng ?" Sedang asyiknya aku bercengkerama dengan pikiranku sendiri tak terasa aku sudah samapi di depan pintu kamar wanita itu. Aku mengetuk pintunya dn langsung masuk menuju ke ranjang tempat wanita itu.
" Hai !", sapaku, serasa menarik sebuah kursi dan duduk di samping wanita muda itu. Singkat cerita kita berdua pun ngobrol cukup lama. Banyak hal yang kita bicarakn malam itu dan tak terasa waktu di jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 11 malam.
"Udah malam, mbak harus istirahat, apalagi besok mbak akan menjalani sebuah operasi kecil" kataku sambil merapihkan selimutnya. " Baik lah kalo begitu, tapi Mas, jangan panggil mbak lagi, namaku Khaerani ", katanya sambil melemparkan senyum di bibirnya yang masih tampak pucat. " Oh iya ampe lupa kenalan kita, namaku juga bukan mas tapi Melvin !", kataku sambil menjulurkan tanganku kepadanya sebagai tanda perkenalan. " Aku pulang yach Ran !, kamu nggak usah mikir apa-apa yang penting kamu harus sembuh dulu !", kataku seraya berdiri dan menggeser kursi yang sedari tadi aku duduki. " Mel, terima kasih ! aku titip Nayla yach !"kata Rani sambil kembali menggenggam tanganku. " Sip..kamu harus kuat yach !, nanti Insya Allah kita ketemu lagi !" kata ku sambil pamit untuk pulang.
@@@@@@
Udara Segar, langit cerah dan mentari bersinar di tanah yang subur, tempat tumbuh pepohonan dengan daun-daunnya yang memancarkan sinar kehijauan. Hawa sejuk yang menggelayut dan merasuk kedalam tubuh membuat tubuh terasa nikmat. Ditambah secangkir kopi dan sepotong sandwich buatan sendiri, seakan ikut merasakan cerahnya warna hati dan hari pagi ini. " Yuk.. yah berangkat !", Nayla juga mau ikut yah, boleh kan ?", kata malaikat kecilku mengagetkan lamunan pendekku pagi ini. "Siap, bos, ayo kita berangkat !", jawabku.
Setelah mengantar kedua malaikat kecilku ke sekolah, aku dan Nayla bersegera menuju rumah sakit tempat bundanya dirawat. Dan rencananya memang pagi ini bunda Nayla akan di operasi pengangkatan tumor kecil di batang otak bundanya. Tetapi belum sempurna aku memarkirkan kendaraanku, tiba-tiba hand phone ku berbunyi
" Halo Assalamu'alaikum ". " Dengan bapak Melvin ? ", terdengar suara dari seberang sana. " Yap, dengan siapa aku bicara ? ", tanyaku penasaran.
" Kami dari rumah sakit, mau mengabarkan bahwa istri bapak yang di rawat di kamar 2205, mohon maaf tidak bisa kami tolong. Beliau meninggal dunia karena serangan jantung !, Bapak di minta segera ke rumah sakit untuk menyelesaikan segala keperluannya.!", kata seseorang dari seberang sana.
Bak di sambar petir di pagi hari, seluruh tubuhku lemas serasa tiada tulang yang menempel di kerangkanya. Ku paksakan diri  untuk tetap kuat sambil merapikan posisi parkir kendaraanku. Sewaktu ku tatap wajah Nayla yang duduk di bangku belakang, aku melihat sebuah tatapan kosong yang tiada berisi suatu makna. Aku pun bingung harus bagaimana mengatakan tentang kondisi ibunya yang baru saja meninggal dunia.
" Sini nak, kita tengok bunda "!, kataku seraya menggendong bocah kecil itu dan bersegera menuju kamar tempat ibunya di rawat.. Sesaat setelah melewati kantor pelayanan aku di panggil oleh seorang suster, sambil menenangkan diriku dan mengantarkan kami berdua menuju ruangan 2205. Sepanjang jalan suster itu menceritakn bagaimana kondisi Rani sampai akhirnya di temukan sudah meninggal dunia.
"Sewaktu saya merapikan kamar 2205 tempat istri bapak di rawat tadi, saya kaget setelah melihat bahwa ternyata istri bapak sudah tidak bernyawa lagi. Saya langsung memanggil suster yang lain dan dokter jaga pagi itu untuk memastikan kondisi yang sebenarnya. Kemudian setelah di pastikan bahwa beliau sudah meninggal dan penyebabnya adalah serangan jantung, saya melihat kertas ini terselip di tangan istri bapak. "
Nich barangnya !", cerita suster itu seraya memberikann secarik kertas bertuliskan namaku di bagian depannya. Tidak langsung ku baca tulisan itu semua tetapi langsung saja kumasukan kertas tersebut ke dalam kantung depan kemeja kerjaku sambil terus berjalan menuju kamar 2205. Jantungku berdegup makin kencang, serasa ada gempa bumi di dalam dadaku. Darahku mengalir deras seakan-akan menembus tulang-tulangku.
Sesampai di ruangan, entah kenapa aku tiba-tiba langsung berlari ke dekat ranjang Rani dan mendudukkan Nayla di atas ranjang ibunya. Langsung refleks saja ku peluk tubuh Rani, dan tak terasa bulir-bulir air mata mengalir deras di pipi. Melihat setuasi saat itu, Nayla pun tersadar kaget dan spontan juga menangis keras di sisi ibunya.
Sesaat kemudian aku tersadar akan secarik kertas yang diberikan suster tadi kepadaku, langsung ku ambil danku baca ;
" Mas Melvin, sewaktu mas membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak berada di sisi mas lagi. Surat kecil ini ku tulis sebagai ungkapan hati dan perasaanku kepada mas Melvin. Tadinya aku berharap dapat hidup untukmu mempersembahkan kesenangan yang lebih baik dari yang engkau harapkan. Tadinya aku merasa masih mempunyai kekayaan cinta yang dapat memenuhi hidupmu dengan kesenangan dan kegembiraan. AKu yakin dapat memberikan kebahagian padamu selama beberapa tahun ke depan, kebahagiaan yang tak dapat diberikan seorang wanita manapun kepada sorang lelaki, dan tidak meminta upah untuk itu. Ingin sekali rasanya hidup bahagia bersamamu, sebagai pengobat luka yang pernah engkau alami sebelumnya. Tetapi kemudian aku tersadar, "apa usiaku masih ada ?" Oleh karenanya aku menulis surat ini untukmu.
Mas, saya hanya mau sampaikan bahwa saya sangat mencintai mu, walau memang terasa aneh karena begitu singkatnya pertemuan kita. Saya juga mau ucapkan juga terima kasih atas segala yang telah Mas, berikan kepada kami. Khusus untuk Nayla saya berharap Mas mau menjaga dan mendidiknya seperti anak mas sendiri. Rasa sakit di dada dan kepalaku sepertinya tiada mau bersahabat dengan ku, tanganku mulai terasa lemas mungkin sebaiknya aku sudahi dulu surat ini. Tetapi sekali lagi ku ucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan I LOVE YOU....
Setelah membaca surat itu, sesaat dunia ini serasa sepi, hampa dan hanya tinggal diriku seorang diri. Teringat akan kata-kata teman sejawatku waktu itu bahwa kebahagiaan dan ketentraman hidup yang kudamba hanya khayalan kosong, seperti khayalan seorang seniman yang tak pernah memperoleh kebahagiaan. " Aaaaaach.....Takdir macam ini !!!!." Dan tiba-tiba dunia yang semula sepi semakin sepi.....sepi.....hening.....hening..... gelap....semakin gelaap.. dan gubrak......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H