Mohon tunggu...
Melvern Adrian
Melvern Adrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 K3 FKM UI

Saya adalah seorang mahasiswa pekerja keras, percaya diri, dan mudah beradaptasi dengan sekitar. Saya tertarik dengan keilmuan program studi saya, yaitu keselamatan dan kesehatan kerja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bullying Makin Merajalela, Ini Cara Efektif Menghentikannya!

20 Desember 2024   11:58 Diperbarui: 20 Desember 2024   12:14 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Febri Raihan Fadhli, Melvern Adrian Parapat, dan Umar Mulkhan Fajar

Bullying merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing kita dengar di telinga. Tindakan ini pada umumnya dapat terjadi di berbagai tempat, lingkungan, maupun suatu ruang lingkup pertemanan. Tidak jarang tindakan ini juga kerap dilakukan oleh anggota keluarga atau bahkan orang yang kita anggap memiliki hubungan yang erat. Suatu obrolan, perbuatan, maupun tindakan yang mereka lakukan, ternyata mampu dikategorikan sebagai bullying bagi korban, walaupun orang lain menganggap hal tersebut hanyalah sebuah candaan atau gurauan. 

Lantas, apa yang membedakan antara bullying dengan candaan? 

Bullying merupakan tindakan atau perilaku yang menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, baik itu secara fisik, emosional, atau psikologis, terhadap seseorang yang dianggap lebih lemah. Hal ini dapat ditandai dengan perilaku yang terus berulang dan orang yang menjadi korban bullying tidak mampu membela diri karena adanya keterpurukan situasi maupun kondisi. Sedangkan, candaan atau gurauan merupakan serangkaian ucapan maupun perbuatan yang dilakukan dengan maksud membangun suasana yang lucu dan menyenangkan. Candaan atau yang bisa disebut sebagai lelucon juga dapat dijadikan sebagai suatu budaya suatu kelompok dan bagian yang umum dari interaksi sosial. Perbedaan dari bullying dan candaan dapat ditinjau dari individu/kelompok yang menerima tindakan tersebut. Suatu perkataan maupun perbuatan dapat dikatakan sebagai bullying apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan tidak terima dengan perilaku tersebut. Sementara itu, suatu hal yang mampu diterima oleh individu/kelompok dan mereka tidak merasa direndahkan maupun dipermalukan termasuk ke dalam candaan atau lelucon. 

Apa saja dampak dari bullying? 

Bullying seringkali dikaitkan dengan rasa sakit hati yang diterima oleh korban. Namun, nyatanya rasa sakit hati bukanlah satu-satunya dampak dari tindakan tidak terpuji ini. Bullying mampu memberikan efek secara lebih luas pada korban, yaitu korban menjadi anti-sosial sehingga tidak mau berinteraksi dengan siapapun, gangguan kecemasan dan trauma akan pertemanan sosial, sakit pada berbagai anggota tubuh akibat ditindas secara fisik, gangguan tidur, penurunan prestasi akademik bagi pelajar maupun mahasiswa, dan bahkan yang paling buruk adalah bunuh diri. 

Bagaimana mekanisme dari bullying?

Bullying terjadi melalui proses yang kompleks, melibatkan motivasi pelaku, konteks sosial, dan mekanisme kognitif yang mendukung perilaku tersebut. Pelaku biasanya termotivasi untuk mencapai dominasi sosial atau mendapatkan kepuasan psikologis dengan menyakiti orang lain. Dalam banyak kasus, bullying berlangsung dalam konteks kelompok, di mana pelaku didukung oleh rekan-rekan yang memperkuat tindakan tersebut atau memilih untuk tidak terlibat secara aktif. Faktor ketidakseimbangan kekuasaan, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial, memudahkan pelaku untuk mendominasi korban, yang sering kali tidak mampu membela diri. Pelaku juga menggunakan mekanisme disengagement moral, seperti justifikasi tindakan dan dehumanisasi korban, untuk menghindari rasa bersalah. Dehumanisasi ini membuat korban dipandang sebagai seseorang yang tidak layak diperlakukan dengan hormat, baik dengan menganggapnya sebagai "kurang manusiawi" atau seperti objek tak bernyawa. Proses ini sering kali didukung oleh rendahnya empati pelaku terhadap korban, terutama jika korban dianggap berbeda atau kurang relevan secara sosial. Dengan kombinasi faktor-faktor ini, bullying dapat berlanjut, menciptakan siklus yang sulit diputus tanpa intervensi yang efektif.

Bagaimana kita melawan bullying?

Kabar baiknya, bullying bisa dilawan, lho! Yuk, simak cara-cara efektif untuk melawan bullying!

  1. Meningkatkan empati terhadap sesama

Salah satu alasan seseorang terlibat dalam bullying adalah kurangnya empati terhadap korban. Untuk itu, pendidikan empati sejak kecil menjadi langkah penting dalam melawan bullying. Orang tua seharusnya menjadi pendidik yang baik untuk mengajarkan empati kepada anak. Namun, empati seringkali sulit dipahami oleh anak-anak. Orang tua dapat mengajarkan dengan memberikan contoh nyata. Ajak anak-anak untuk membayangkan bagaimana rasanya berada di posisi teman yang menjadi korban bullying. Berikan contoh situasi sehari-hari yang mudah anak-anak pahami, misalnya, "Bagaimana perasaanmu jika temanmu tidak mau bermain denganmu?".

  1. Berani bicara dan melapor

Jika kamu menjadi korban bullying atau melihat temanmu di-bully, langkah pertama yang paling penting adalah melapor. Laporkan kepada lembaga perlindungan korban bullying  di sekitarmu atau layanan konseling jika kamu merupakan korban. Apabila bullying terjadi di sekolah, laporkan kepada guru, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab di sekolah. Di sekolah, terdapat guru kelas, wali kelas, atau guru BK (Bimbingan Konseling) yang siap membantu. Setiap orang dapat berperan menjadi atau menyediakan wadah pelaporan yang menjaga kerahasiaan pelapornya.

  1. Jangan hanya diam, temani dan dukung korban!

Seringkali, korban bullying merasa sendirian dan tidak berdaya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menciptakan budaya dukungan di sekitar korban. Jika kamu melihat temanmu di-bully, jangan hanya diam, rangkul dan beri dukungan kepada mereka. Ajak korban berbicara dan dengarkan keluhannya tanpa menghakimi serta jadilah teman yang baik dengan menunjukkan dukungan dan perhatian.

Referensi 

  • Aalsma, M.C. and Brown, J.R. (2008). What Is Bullying? Journal of Adolescent Health,  43(2), pp.101–102. doi:https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2008.06.001. 
  • Boxer and Ford. (2011). ‌Sexist Humor in the Workplace: A Case of Subtle Harassment. Insidious Workplace Behavior, pp.203–234. doi:https://doi.org/10.4324/9780203849439-15. 
  • Noorden, T. (2016). Mechanisms in Bullying and Victimization: Target Specific Empathy and Human Characteristics Attribution. Nijmegen: Behavioral Science Institute.
  • Supriyatno, dkk. (2021). STOP Perundungan/Bullying Yuk!. Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  • Wolke, D. and Lereya, S.T. (2019). Long-term effects of bullying. Archives of Disease in Childhood,100(9), pp.879–885. doi:https://doi.org/10.1136/archdischild-2014-306667. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun