Mohon tunggu...
Meltry SilvaniDesta
Meltry SilvaniDesta Mohon Tunggu... Psikolog - Asisten Psikolog

Sebagai asisten psikolog, saya memiliki latar belakang pendidikan dalam psikologi dan telah melalui pelatihan untuk membantu psikolog dalam melakukan tugas-tugas administratif, pengumpulan data, dan analisis data. Saya memiliki keterampilan interpersonal yang baik dan mampu memberikan dukungan kepada pasien secara empati dan sensitif. Saya juga memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, mengikuti prosedur, dan menjaga kerahasiaan pasien. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya dalam bidang psikologi agar dapat memberikan bantuan yang terbaik bagi pasien dan tim psikolog yang saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengulik Halo Effect Lebih Dalam Serta Dampaknya

25 Oktober 2023   15:21 Diperbarui: 25 Oktober 2023   15:44 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mengulik halo effect lebih dalam serta dampaknya

 A. Kasandra Putranto, Meltry Silvani Desta, Bilqis Sekar Ayu Maharani, Fahrani Elvina Nindita

 

Belakangan ini sedang marak fenomena saat individu cenderung cepat membentuk asumsi akan perilaku atau kepribadian orang lain berdasarkan informasi yang terbatas, antara lain hanya melalui penampilan atau latar belakang pendidikan seseorang. 

Hal ini juga tampak pada fenomena di media sosial, yang hanya berdasarkan  beberapa unggahan foto dan video dari seorang influencer, dengan cepat masyarakat dapat membuat kesimpulan yang memberikan label kepada influencer tersebut sebagai seseorang yang sangat peduli dengan lingkungan sekitarnya atau sebaliknya merupakan seseorang yang hanya mencari sensasi.

Fenomena pemberian label kepada orang lain berdasarkan informasi yang sangat terbatas dapat dijelaskan melalui konsep halo effect di psikologi. 'Halo Effect' adalah bias kognitif dalam pembentukan impresi terhadap seseorang (Nicolau et al., 2020). 

Saat seseorang sudah menangkap satu karakteristik dari seseorang, baik itu baik atau buruk, selanjutnya karakteristik mereka yang lain secara otomatis akan dianggap sejalan dengan impresi awal yang sudah dibangun (Nisbett & Wilson,1977). 

Menurut Forgas & Laham (2016), halo effect adalah sebuah fenomena psikologi saat banyak ekspektasi muncul untuk seseorang berdasarkan satu sifat daripada analisis dengan level lebih tinggi mengenai seseorang. 

Sebagai contoh, jika bertemu dengan seorang influencer dengan gelar profesor, maka orang tersebut akan diyakini sebagai seseorang yang pintar dan semua karakteristik buruk yang terlihat akan diabaikan, yang selanjutnya tanpa disengaja impresi publik kepada influencer tersebut akan menjadi positif, dengan meyakini kredibilitasnya sebagai orang berpendidikan tanpa mempertimbangkan kepribadian yang ia miliki.

Bias kognitif ini rapat terjadi karena adanya kecenderungan individu untuk memproses suatu informasi di lingkungan melalui jalan pintas; cepat, simpel, dan tidak memerlukan usaha yang besar (Forgas & Laham, 2016). Kecenderungan otak inilah yang menyebabkan adanya suatu stereotip dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, halo effect juga dapat dilihat sebagai bentuk lain dari perilaku stereotip (Eagly et al., 1991).

Setelah halo effect terjadi, impresi atau label yang telah di tanamkan pada seseorang akan membuat masyarakat mempercayai stereotip yang ada pada label karakteristik tersebut untuk jangka waktu yang lama. Fenomena lanjut ini disebabkan karena adanya confirmation bias setelah hadirnya halo effect. 

Confirmation bias dalam hal ini adalah kecenderungan individu untuk hanya menerima informasi yang sejalan dengan kepercayaan atau ekspektasi yang telah dimiliki sebelumnya dan enggan untuk menerima informasi yang bertolak belakang (American Psychological Association, n.d.). 

Dengan kata lain, saat seseorang sudah memiliki halo effect terhadap seseorang, secara otomatis pandangan kepada orang tersebut akan tidak objektif yang dapat berdampak negatif.

Kembali ke fenomena yang terjadi pada seorang influencer, ketika masyarakat sudah melabel seorang influencer sebagai seseorang yang pintar, timbul kepercayaan akan stereotip bahwa seseorang yang pintar memiliki pendapat yang selalu benar.

Kepercayaan tersebut dapat membentuk confirmation bias yang mengakibatkan keengganan untuk menerima pendapat orang lain  bahwa apa yang dikatakan oleh influencer tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada. Dengan kata lain, masyarakat bisa menjadi tidak objektif dalam menilai seseorang.

Contoh dampak lain dari ketidak obyektifan seseorang akibat halo effect ini juga dapat dilihat dari fenomena yang mendewakan seorang influencer oleh pengikutnya, yang akan selalu siap membelanya jika berhadapan dengan pendapat orang lain yang bertentangan dengan influencer tersebut. Bahkan mereka mampu membully siapa pun yang tidak sependapat dengan mereka.

Pada dasarnya, ketidak obyektifan yang timbul setelah halo effect juga telah terbukti pada penelitian pertama halo effect yang dilakukan oleh  Edward Thorndike. Thorndike (1920) menemukan bahwa ketika seorang individu diminta untuk menilai rekannya berdasarkan fisik, kepemimpinan, intelegensi, dan karakteristik lainnya, maka Ia akan cenderung menilai seseorang yang tampan atau cantik memiliki karakteristik yang positif (contoh: pintar)

Mengingat terbentuknya halo effect adalah karena kecenderungan otak manusia untuk mengambil jalan pintas dalam berfikir tanpa mengaktifkan pemikiran level tinggi untuk menganalisa (Forgas & Laham, 2016), maka salah satu cara untuk mengurangi dampak Halo Effect agar tidak terpengaruh oleh sifat yang tidak relevan saat membuat keputusan adalah dengan mengaktifkan pemikiran analitik sebelum melakukan penilaian (Wen, 2020). 

Saat otak sudah sedang bekerja secara kritikal dan sudah menggunakan pemikiran level tinggi, otak tidak akan lagi menggunakan jalan pintas dalam menilai yang mengakibatkan Halo Effect. 

Hal ini mungkin sulit dilakukan saat bertemu orang di kehidupan sehari-hari, namun dapat diterapkan dalam lingkungan profesional, antara lain saat penerimaan karyawan baru. 

Jika sebelum bertemu calon karyawan, pihak HRD sudah melakukan pekerjaan yang membutuhkan analisa dan pemikiran kritis, pihak HRD tidak akan terlalu terpengaruh dengan penampilan, titel atau hal-hal irelevan lainya dan fokus dengan calon yang mereka sedang temui dan dapat menilai dengan lebih objektif.

Dalam kehidupan sehari-hari halo effect dapat dihindarkan dengan tiga cara, tidak terburu-buru dalam menilai, meningkatkan kesadaran selama membentuk penilaian, dan menggunakan pola pikir yang sistematis dalam pengambilan kesimpulan (Krockow, 2021). 

Ketika pertama kali bertemu dengan seseorang, berusahalah untuk tidak terburu-buru menilai orang tersebut berdasarkan kesan pertamanya. Menampilkan sikap lebih berhati-hati dengan mengingat kembali pengalaman terdahulu dan berbagai informasi yang ada, dapat meminimalkan kemungkinan untuk salah dalam menilai kesan pertama seseorang. 

Cobalah untuk terlebih dahulu berinteraksi beberapa kali dengan orang tersebut sebelum mengambil suatu kesimpulan. Terakhir, cobalah untuk lebih sering menggunakan pola pikir keterampilan pola pikir sistematis. Selama menyimpulkan penilaian terhadap seseorang, pertimbangkan secara penuh apakah penilaian dipengaruhi oleh bias-bias tertentu yang ada di dalam diri.

source:

Forgas, J. P., & Laham, S. M. (2016). Halo effects. In Cognitive illusions (pp. 276-290). Psychology Press.

American Psychological Association. (n.d.). Confirmation bias. APA Dictionary of Psychology. https://dictionary.apa.org/confirmation-bias

Nicolau, J. L., Mellinas, J. P., & Martn-Fuentes, E. (2020). The halo effect: A longitudinal approach. Annals of Tourism Research, 83, 102938.

Nisbett, R. E., & Wilson, T. D. (1977). The halo effect: Evidence for unconscious alteration of judgments. Journal of personality and social psychology, 35(4), 250.

Eagly, A. H., Ashmore, R. D., Makhijani, M. G., & Longo, L. C. (1991). What is beautiful is good, but...: A meta-analytic review of research on the physical attractiveness stereotype. Psychological bulletin, 110(1), 109.

Thorndike, E. L. (1920). A constant error in psychological ratings. J. Appl. Psychol. 4, 25--29. doi: 10.1037/h0071663

Wen, W., Li, J., Georgiou, G. K., Huang, C., & Wang, L. (2020). Reducing the halo effect by stimulating analytic thinking. Social Psychology

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun