Mohon tunggu...
Meltry SilvaniDesta
Meltry SilvaniDesta Mohon Tunggu... Psikolog - Asisten Psikolog

Sebagai asisten psikolog, saya memiliki latar belakang pendidikan dalam psikologi dan telah melalui pelatihan untuk membantu psikolog dalam melakukan tugas-tugas administratif, pengumpulan data, dan analisis data. Saya memiliki keterampilan interpersonal yang baik dan mampu memberikan dukungan kepada pasien secara empati dan sensitif. Saya juga memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, mengikuti prosedur, dan menjaga kerahasiaan pasien. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya dalam bidang psikologi agar dapat memberikan bantuan yang terbaik bagi pasien dan tim psikolog yang saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Stalking dan Dampak Psikologis

2 Mei 2023   11:31 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:35 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena Stalking dan Dampak Psikologis

Penulis : A. Kasandra Putranto & Meltry Silvani Desta

Stalking bukanlah fenomena baru, namun, kehadirannya dalam masyarakat modern mulai mendapat perhatian pada awal 1990-an dengan munculnya kasus-kasus terkenal yang melibatkan selebriti (Mullen et al., 2009). Sejak masa itu, stalking telah menjadi topik penelitian yang penting dalam bidang psikologi dan kriminologi. Bahkan fenomena ini telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Definisi Stalking

Stalking adalah tindakan mengikuti, memantau, mengamati, atau mengintai seseorang secara berulang kali dan tidak diinginkan, yang dapat menyebabkan ketakutan dan kecemasan pada korban (Sheridan & Davies, 2001).

Menurut jurnal "The Psychology of Stalking" oleh J. Reid Meloy (1998), ada beberapa tipe stalker, termasuk stalker mantan pasangan, stalker akrab yang tidak dikenal, stalker erotomania, dan stalker narsisistik. Setiap tipe stalker memiliki motivasi dan metode yang berbeda untuk melakukan tindakan mereka.

Menurut jurnal ilmiah "A Multidimensional Analysis of Stalking Victimization" oleh Spitzberg & Cupach (2007), stalking didefinisikan sebagai "serangkaian tindakan yang melibatkan pengawasan, pemantauan, penyusupan, atau kontak tidak diinginkan yang membahayakan kesejahteraan emosional atau fisik korban". Perilaku ini dapat melibatkan kontak fisik atau elektronik, seperti mengirim pesan teks atau email, menghubungi korban melalui telepon, atau melacak kegiatan mereka di media sosial.

Fenomena stalking di Indonesia juga semakin marak, yang kemungkinan disebabkan karena berbagai faktor, antara lain :

1. Minimnya kesadaran masyarakat dan individu tentang perilaku stalking.

Sebagian orang masih tidak menyadari bahwa tindakan stalking adalah suatu bentuk kekerasan. Mereka beranggapan bahwa stalking adalah suatu hal yang wajar atau bahkan romantis. Hal ini membuat orang yang mengalami stalking semakin enggan untuk melaporkannya atau mencari bantuan, karena merasa tidak mendapatkan respon yang sesuai.

2. Masalah psikososial masyatakat dan individu

Perilaku sosial individu dan masyarakat yang semakin egosentris dan tidak menghargai privasi orang lain turut menjadi faktor penyebab maraknya fenomena stalking. Banyak orang yang merasa memiliki hak untuk mengetahui segala hal tentang orang lain, termasuk kehidupan pribadi dan rahasia korban.

3.  Kemajuan teknologi dan media sosial yang semakin memberikan kemudahan  akses semakin membuka celah bagi orang-orang yang ingin melakukan stalking. Dengan kemudahan mengakses informasi pribadi orang lain melalui media sosial, pelaku stalking dapat melakukan aksi mereka dengan lebih mudah.

Dampak Stalking

Stalking memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan mental, emosional, dan fisik korban. Jurnal ilmiah "The Impact of Stalking on Mental Health: A Study of Victims' Experiences" oleh Sheridan, Blaauw, & Davies (2003) menemukan bahwa korban stalking sering mengalami stres, kecemasan, depresi,  gangguan tidur, bahkan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Selain itu, mereka mungkin juga mengalami gangguan pada kehidupan sosial dan pekerjaan mereka, seperti kehilangan pekerjaan atau kehidupan sosial yang terpengaruh.  

Dalam beberapa kasus, korban stalking bahkan mungkin mengalami kekerasan fisik atau ancaman kekerasan.

Kualitas hidup korban juga berpotensi mengalami dampak, termasuk kemampuan untuk menjalani kehidupan sosial yang normal, bekerja, dan menjalani hubungan yang sehat (Sheridan & Lyndon, 2012).

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu berdamai dengan kondisi setelah stalking:

1. Jangan menyalahkan diri sendiri: Ingatlah bahwa tindakan stalking bukanlah kesalahan korban dan korban tidak pantas untuk disakiti. Jangan menyalahkan diri sendiri karena tindakan orang lain.

2. Temukan cara untuk meredakan stres, antara lain meditasi, olahraga, atau aktivitas kreatif seperti menggambar atau menulis.

3. Dapatkan dukungan: Cari dukungan dari orang-orang yang dapat dipercaya, seperti keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental. Jangan merasa malu atau takut untuk mencari bantuan.

4. Hindari kontak dengan pelaku: Jangan mencoba untuk berbicara atau bertemu dengan pelaku stalking. Ini dapat memperburuk situasi dan memberi sinyal yang salah kepada pelaku.

5. Fokus pada pemulihan diri sendiri: Ingatlah bahwa pemulihan adalah proses. Fokuslah pada kebutuhan diri sendiri dan lakukan hal-hal yang membantu merasa lebih baik.

6. Pertimbangkan untuk bergabung dengan kelompok dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau forum online dapat membantu untuk merasa lebih terhubung dan memperoleh dukungan dari orang lain yang telah mengalami situasi serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Spitzberg, B. H., & Cupach, W. R. (2007). The state of the art of stalking: Taking stock of the emerging literature. Aggression and Violent Behavior, 12(1), 64-86. doi:10.1016/j.avb.2006.05.001

Sheridan, L. P., & Lyndon, A. E. (2012). The influence of prior relationship, gender, and fear on the consequences of stalking victimization. Sex Roles, 66(5-6), 340-350. doi:10.1007/s11199-011-0087-0

Mullen, P. E., Path, M., & Purcell, R. (2001). Stalking: new constructions of human behaviour. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry, 35(1), 9-16. doi:10.1046/j.1440-1614.2001.00858.x

Kuehner, C., Gass, P., Dressing, H. (2007). Medien und Stalking: Analyse der Berichterstattung und Implikationen fr die Prvention. Der Nervenarzt, 78(7), 797-802. doi:10.1007/s00115-006-2224-4

Nicol, A. A., & Fleming, R. (2019). 'I Know Where You Live': An Examination of the Influence of Fear and Prior Victimization on Protective Strategies Among Stalking Victims. Journal of Interpersonal Violence, 34(8), 1587-1606. doi:10.1177/0886260516653755

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun