Mohon tunggu...
Meltry SilvaniDesta
Meltry SilvaniDesta Mohon Tunggu... Psikolog - Asisten Psikolog

Sebagai asisten psikolog, saya memiliki latar belakang pendidikan dalam psikologi dan telah melalui pelatihan untuk membantu psikolog dalam melakukan tugas-tugas administratif, pengumpulan data, dan analisis data. Saya memiliki keterampilan interpersonal yang baik dan mampu memberikan dukungan kepada pasien secara empati dan sensitif. Saya juga memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, mengikuti prosedur, dan menjaga kerahasiaan pasien. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya dalam bidang psikologi agar dapat memberikan bantuan yang terbaik bagi pasien dan tim psikolog yang saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cancel Culture Dampak Psikologis dan Solusi

12 April 2023   11:14 Diperbarui: 12 April 2023   12:14 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Namun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa budaya batal dapat memiliki efek positif, antara lain ketika seseorang atau sekelompok orang menggunakan kekuasaan untuk membatalkan dukungan terhadap produk atau individu yang dinilai merugikan kelompok minoritas, atau yang mendukung tindakan yang tidak etis. Studi dari para peneliti di University of California, Berkeley, menemukan bahwa budaya batal diterapkan oleh orang-orang yang memperhatikan ketidakadilan sosial dan berpartisipasi dalam aksi-aksi sosial dengan tujuan melawan diskriminasi. Namun di sisi lain, budaya batal juga berpotensi memperkuat polarisasi dan menghalangi dialog dan toleransi di antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Di Indonesia

 

Yang cukup menarik di Indonesia muncul fenomena baru, berupa “cancel culture cancel” atau batal budaya batal, sebagai reaksi balik terhadap fenomena budaya batal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang dinilai tidak pada tempatnya. Beberapa kasus batal budaya batal telah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, yang tentunya mengandung dampak positif dan negatif yang berbeda-beda pada setiap kasusnya, antara lain gerakan stop membeli produk roti tertentu sebagai imbas dari penolakan produsen roti untuk mendukung aksi tertentu. Bahkan pada beberapa kasus, fenomena batal budaya batal justru dimanfaatkan sebagai alat marketing, yang menggugah rasa ingin tahu masyarakat, yang justru menguntungkan seorang tokoh publik kontroversial.

Pada akhirnya, penting bagi kita untuk mengakui bahwa budaya batal memiliki dampak yang kompleks dan tidak selalu positif atau negatif, namun ada saat-saat tertentu budaya batal dapat membantu mereduksi ketidakadilan dan memberi suara pada kelompok minoritas, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya pada kebebasan berbicara dan berpendapat. Keterbukaan untuk diskusi dan dialog yang mempromosikan pemahaman dan toleransi di antara kelompok-kelompok yang berbeda menjadi sangat penting. Goleman, 2020, menyatakan perlunya melibatkan pendidikan publik tentang pentingnya keberagaman pandangan dan dialog yang sehat, serta penyediaan dukungan emosional bagi individu yang terkena dampak fenomena ini.

  1. Bishop, H. (2020). The impact of social ostracism on mental health: A systematic review. Journal of Mental Health, 29(4), 409-421. https://doi.org/10.1080/09638237.2020.1713997
  2. Crocker, J., Karpinski, A., Quinn, D. M., & Chase, S. K. (2021). When grades determine self-worth: Consequences of contingent self-worth for male and female engineering and psychology majors. Journal of Personality and Social Psychology, 85(3), 507-516. https://doi.org/10.1037/0022-3514.85.3.507
  3. Feldman, S. (2021). The psychological foundations of cancel culture. Personality and Social Psychology Bulletin, 47(4), 532-546. https://doi.org/10.1177/0146167220953834
  4. Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.
  5. Goleman, D. (2020). Emotional intelligence and inclusive dialogue: A pathway to addressing cancel culture. Journal of Applied Psychology, 105(12), 1289-1295. https://doi.org/10.1037/apl0000851
  6. Tynes, B. M., Giang, M. T., Williams, D. R., & Thompson, G. N. (2018). Online racial discrimination and psychological adjustment among adolescents. Journal of Adolescent Health, 43(6), 565-569. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2008.08.021
  7. Calvillo, D. P., & Roberts, R. K. (2021). “Cancel Culture”: What Is It and What Does the Science Say About Its Impact? Social Science & Medicine, 270, 113687. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2020.113687
  8. Hoffman, M. A., Walter, T., Walter, A., & Turner-Zwinkels, F. (2021). The Consequences of Cancel Culture for Public Discourse. International Journal of Public Opinion Research, 33(3), 508–520. https://doi.org/10.1093/ijpor/edaa032
  9. Robert Glazer. (13 Agustus 2020). The High Cost of Cancel Culture in the Entertainment Industry. Forbes. https://www.forbes.com/sites/robertglazer/2020/08/13/the-high-cost-of-cancel-culture-in-the-entertainment-industry/?sh=7823b3c65598
  10. Jude Ellison Sady Doyle. (11 Desember 2020). The Cancel Culture Debate is A War Over the Power to Tell Stories. Medium. https://gen.medium.com/the-cancel-culture-debate-is-a-war-over-the-power-to-tell-stories-2166d6805fe5
  11. Ashley Reese. (28 Juli 2021). Cancel Culture is Not Real. Vice. https://www.vice.com/en/article/m7e4jw/cancel-culture-is-not-real

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun