Mohon tunggu...
Meltry SilvaniDesta
Meltry SilvaniDesta Mohon Tunggu... Psikolog - Asisten Psikolog

Sebagai asisten psikolog, saya memiliki latar belakang pendidikan dalam psikologi dan telah melalui pelatihan untuk membantu psikolog dalam melakukan tugas-tugas administratif, pengumpulan data, dan analisis data. Saya memiliki keterampilan interpersonal yang baik dan mampu memberikan dukungan kepada pasien secara empati dan sensitif. Saya juga memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, mengikuti prosedur, dan menjaga kerahasiaan pasien. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya dalam bidang psikologi agar dapat memberikan bantuan yang terbaik bagi pasien dan tim psikolog yang saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cancel Culture Dampak Psikologis dan Solusi

12 April 2023   11:14 Diperbarui: 12 April 2023   12:14 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cancel Culture : Dampak Psikologis dan Solusi

Penulis : A. Kasandra Putranto & Meltry Silvani Desta

Dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia berkembang sebuah fenomena baru yang cukup banyak mendapatkan perhatian, yaitu "cancel culture" atau budaya batal (membatalkan).  

Cancel culture atau budaya batal adalah fenomena sosial yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang mengalami pemboikotan atau cemooh dari masyarakat karena perbuatan, pendapat, atau pernyataan yang dianggap tidak pantas atau kontroversial. Sebenarnya fenomena budaya batal ini telah tumbuh dalam berbagai bentuk selama beberapa dekade, bahkan mungkin dalam kurun waktu ratusan tahun. Istilah "cancel culture" sendiri telah digunakan dalam berbagai konteks, yang baru mulai umum digunakan pada tahun 2010-an, terutama di kalangan pengguna media sosial. Selanjutnya istilah "cancel culture” menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Feldman (2021), menyebutkan bahwa tidak diketahui tepatnya kapan waktu fenomena ini terjadi, tetapi beberapa pengamat menyatakan bahwa fenomena ini semakin populer dan terjadi lebih sering dalam beberapa tahun terakhir karena adanya akses yang lebih besar ke media sosial dan meningkatnya kesadaran akan isu-isu sosial dan politik. Fenomena ini telah mengubah cara kita berinteraksi dalam dunia maya dan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental individu yang terlibat.

Budaya batal sering kali terjadi dan memiliki dampak besar pada karir seseorang, ketika publik mengetahui perilaku buruk atau kontroversial yang dilakukan oleh seorang artis atau selebriti atau tokoh publik, baik dalam dunia politik maupun hiburan. Seorang selebriti yang menjadi target budaya batal dapat kehilangan banyak kontrak iklan, pekerjaan, dan dukungan dari penggemar. Dampak yang lebih besar juga bisa dialami oleh kelompok, agen, maupun karya seni mereka, seperti film yang dibatalkan atau serial televisi yang tidak diambil lagi. Beberapa ahli berpendapat bahwa budaya batal dapat menjadi ancaman bagi kebebasan berbicara dan berpendapat, yang membuat orang-orang takut untuk menyatakan pendapat mereka karena takut menjadi target pembatalan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh jurnal “Social Science & Medicine”. Dampak lain yang memungkinkan dari budaya batal ini adalah pada menurunnya potensi karya seni dan hiburan yang kontroversial atau berisiko, karena masyarakat kreatif memilih untuk menghasilkan karya yang lebih aman dan kurang inovatif.

Bahkan dalam sebuah jurnal yang diterbitkan pada tahun 2021 di jurnal kebudayaan populer,  “The Dangers of Cancel Culture in the Entertainment Industry”,  disebutkan bahwa budaya batal dapat menjadi tidak adil dan berlebihan dalam industri hiburan.  Ketika seorang selebriti atau artis dianggap bersalah, mereka sering kali dihukum secara sosial dengan cepat tanpa pembuktian maupun proses hukum yang adil. Namun demikian budaya batal akhirnya menjadi cara bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap perilaku buruk atau melanggar norma sosial yang diterima. Meskipun ada kekhawatiran tentang budaya batal, beberapa orang meyakini bahwa budaya batal tetap perlu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Dampak terhadap Individu dan Masyarakat

Bishop (2020) menyebutkan bahwa dari sudut pandang psikologis, budaya batal dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang, terutama bagi mereka yang menjadi target. Tynes et al. (2018) menyebutkan bahwa dalam beberapa penelitian ditemukan individu yang mengalami boikot atau pengucilan dapat mengalami peningkatan stres, kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan mental yang lebih serius. Crocker et al. (2021) menyebutkan bahwa budaya batal juga dapat mempengaruhi kesehatan mental masyarakat secara keseluruhan. Ketakutan akan mendapatkan cemooh atau boikot dapat menyebabkan individu merasa tertekan untuk menyembunyikan opini atau pandangan mereka, yang pada akhirnya dapat mengurangi keragaman pemikiran dan mencegah diskusi yang sehat.

Beberapa jurnal telah membahas fenomena budaya batal ini, antara lain sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Oxford, berjudul "The Perils of Cancel Culture: Exercising Free Speech in the Digital Age", yang menyoroti kekhawatiran akan pengaruh budaya batal pada kebebasan berbicara. Penelitian ini menunjukkan bahwa budaya batal dapat mempengaruhi kebebasan berbicara, ketika seseorang menjadi takut untuk mengemukakan pendapat atau melakukan tindakan yang berbeda karena takut dibatalkan oleh masyarakat. Sementara itu, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Harvard, berjudul "Cancel Culture and its Impact on Society", membahas dampak sosial dari budaya batal. Penelitian ini menunjukkan bahwa budaya batal dapat membawa dampak yang signifikan pada masyarakat, ketika masyarakat menjadi takut untuk mengemukakan pendapat atau melakukan tindakan yang berbeda karena takut dihakimi oleh masyarakat.

Sebagai konsumen, masyarakat tentu harus berhati-hati dalam mengonsumsi informasi agar tidak mudah terpengaruh oleh opini publik yang belum tentu akurat atau lengkap. Sebagai selebriti, tentu seseorang harus berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain atau masyarakat. Siapapun harus bijak dalam melakukan budaya batal, untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan kebebasan berbicara atau keadilan sosial.

Dampak Positif 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun