Setelah batang ditancapkan, Norogol segera mencabut batang tersebut, karena pilihannya. Alih-Alih tercabut, batang tersebut tidak bergerak juga. Ditarik beberapa kali pun, tongkat itu malah semakin dalam dan dalam. Akhirnya Norogolpun menyerah, dan meyakini islam di depan Kan Santang. Hal ini merupakan kabar baik untuk Kean Santang karena berharap  Prabu Siliwangi akan segera masuk islam. Lalu merakapun berjalan cepat melintasi hutan lebat. Setelah melewati lebatnya hutan, apa yang dicari belum juga ditemukan. Setelah beberapa hari, Raja tak sengaja berpaspasan dengan Norogol, raja hendak mendaki Gunung Cibodas. Setelah itu, Norogol menceritakan tentang perang dari awal sampai akhir, begitu pula halnya dengan Kan Santang. Norogol juga menganjurkan Raja untuk segera menerima Islam. Raja berpikir sejenak, lalu memberitahukan istri dan putranya serta rakyat-rakyatnya:
"Kita tahu bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Atas kehendak Murba Wissa, sekarang agama Islam sudah menyebar di mana-mana. Jika saudara terus berperang sesama saudara maka akan menyebabkan kerusakan pada semua orang."
"Sekarang semuanya terserah kepada kalian semua, kalian bisa memilih agama apapun. Hari ini aku berdoa kepada Mahadewa, minta masuk ke Suralaya."
Saat itu juga Prabu Siliwangi hilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu keberadaannya. Para rakyat menderita, merasa kehilangan. Sebagian orang pergi dari sana mengikuti nalurinya. Dan sebagian lagi tinggal di sana, berharap panutannya yaitu Prabu siliwangi datang kembali. Tapi seperti kehendak Yang Mahakuasa, yang meninggalkan mereka di Gunung Cibodas, semua menjadi patung batu yang sampai sekarang disebut Arcadomas. Seperti yang telah disebutkan, karena jumlah arcanya delapan ratus, maka disebut Arcadomas.
Sebagian orang yang meneruskan perjalan lama-lama tiba di Cibo, bersatu dengan Kanekes yang berasal dari Banten-Kaler, yang ketika itu raja yang dikenal sebagai Pucuk Umun adalah orang Islam. Orang kankes kadang disebut orang Baduy. Padahal mereka lebih suka disebut orang Kanekes saja.
Setelah penduduk Pajajaran memeluk Islam, Kean Santang terus mengajak orang masuk Islam, berjalan melewati pegunungan, terus ke pantai selatan. Mengajarkan Islam di beberapa tempat, jika dianggap selesai, tempat itu akan ditinggalkan, mencari tempat baru, untuk mengislamkan orang yang belum memeluk Islam.
Di dekat Teluk Cilaut-Eureun, di Pesisir Selatan Pameungpeuk, ada batu bekas duduknya Kan Santang, ketika dia menjadi raja di Sancang. Kean Santang dimakamkan di Kampung Godog, tidak jauh dari kota Garut. Selalu banyak peziarah yang datang, terutama pada bulan Maulid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H