Demonstrasi di seluruh kota besar Indonesia Kamis (08/10/2020) kemarin. Bukan satu-satunya demonstrasi yang terjadi di dunia, lho. Masalahnya sekarang ini dunia lagi 'sekarat' diterpa pandemi Covid-19.
Demonstrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya pernyataan protes yang dikemukakan secara massal atau unjuk rasa. Demonstrasi dalam negara demokrasi merupakan hal yang lumrah karena asas negaranya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Semua orang termasuk kamu bebas menyampaikan pendapat. Kecuali pas Indonesia zaman Orde Baru, hehe.
Kamis kemarin, massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lain tumpah ruah ke jalan untuk memprotes UU Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut Jakpusnews.com, massa yang hadir di depan gedung DPR-MPR RI kira-kira berjumlah 3 ribu orang. Aksi juga dilancarkan di berbagai kota misalnya Bandung, Yogyakarta, Cirebon, dan sebagainya.
Masalah keberanian memang rakyat +62 nomor satu. Lha, wong kuntilanak aja ditembak pake mercon apalagi virus corona. Bahkan seorang netizen dari negeri seberang meng-iyakan ini,
"Semangat jati diri Indonesia ni kuat. They have strength in the People. Our People are more complacent. Tenang, sabar. Rompak samun duit KWSP, Tabung Haji, letak lambu dlm kondo pun still tenang. Proven guilty in court pun tenang sama bossku." Tulis akun @arwenrmh dalam sebuah komentar Thread Twitter pada hari Jum'at (09/10/2020).
Terselip bumbu-bumbu sarkas dalam komentar itu, ada unsur membandingkan antar rakyat Indonesia dan Malaysia perihal menyikapi suatu fenomena yang terjadi. Saya pribadi tidak mengerti masalah-masalah yang disebutkan. Tapi inti dari komentar itu adalah orang-orang Malaysia lebih sabar dan santai meski keadaan sedang tidak baik-baik saja, sedangkan orang Indonesia langsung melakukan pergerakan.
Setelah membaca komentar itu, saya langsung merasa bangga. Pasti lah, habisnya di beberapa sektor Indonesia selalu kalah dengan Malaysia. Eits, tunggu dulu. Yang digaris-besarkan disitu adalah tentang keberaniannya. Lebih dari itu, komentar netizen Malaysia banyak yang mencibir perusakan fasilitas umum dalam demo UU Ciptaker kemarin.
Yah, ambil positifnya saja ya, tetangga!Â
Usut punya usut, ternyata keadaan perpolitikan negara jiran kita sedang dalam gejolak. Dikutip dari CNBC Indonesia, kekisruhan terjadi semenjak Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad mengundurkan diri secara tiba-tiba, lalu digantikan oleh Muhyiddin Nasir. Namun kemudian politikus Malaysia, Anwar Ibrahim, mengklaim bahwa kursi PM seharusnya menjadi miliknya. Selain itu, terjadi juga perpecahan partai politik di sana.
Saking panasnya suasana politik di Malaysia, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq Abdul Rahman, menggaungkan gerakan #PauseMalaysia melalui partai politik baru yang baru saja ia bentuk, Muda.
Dalam akun Twitternya @partimuda, tagar #PauseMalaysia memiliki tiga permintaan untuk kabinet pemerintah yang sekarang. Pertama, 'gencatan' untuk seluruh partai politik. Kedua, tidak ada pemilihan umum selama pandemi Covid-19. Ketiga, politikus independen dan oposisi bersatu dan bekerja sama untuk kepentingan rakyat.
Upaya mencairkan suasana politik Malaysia itu menimbulkan reaksi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat Malaysia. Ada yang membandingkannya dengan pergerakan demonstrasi pemerintah di Indonesia dan Thailand, ada yang mencoba untuk realistis dengan keadaaan pandemi, dan lain-lain.
Pergerakan sekarang memanfaatkan platform online untuk menyebarkan ide atau gagasannya. Apalagi saat pandemi meski aktivitas di luar terbatas, namun tidak akan mematikan energi dari pergerakan tersebut.
Pergerakan Pemuda di Thailand
Pemanfaatan berbagai platform online seperti Twitter, TikTok, hingga Tinder sangat dioptimalkan oleh aktivis muda negara gajah putih. Menurut Globalvoices.org, pergerakan yang terjadi di Thailand terinspirasi oleh Hong Kong---yakni pergerakannya besar tidak memiliki pemimpin, dan menggunakan sosial media untuk protes.
Yang paling unik dari gerakan di Thailand ini, mereka melakukan acungan tiga jari tengah seperti yang dilakukan dalam film The Hunger Games: Mockingjay Part 1. Karena dalam film yang ditulis oleh Suzanne Collins simbol acungan tiga jari memiliki arti memberontak kepada The Capitol.
Meski berada di tengah pandemi, beberapa protes secara offline pun dijalankan. Gelombang pertama dimulai dari Februari 2020. Karena banyaknya intimidasi dan penangkapan para pengkritik pemerintah menyulut amarah rakyat Thailand. Sehingga muncul gelombang kedua Salah satunya unjuk rasa pada hari Minggu, 16 Agustus 2020 lalu, lebih dari 20.000 orang berkumpul di Democracy Monument, Bangkok.
Para pengunjuk rasa itu menuntut pengunduran diri PM Thailand Prayut Chan-ocha, menuntut sebuah konstitusi baru, dan menuntut pemilihan baru.
Negera Thailand kalau dalam pelajaran IPS terkenal dengan monarki konstitusionalnya. Namun rentetan unjuk rasa yang terjadi mematahkan larangan protes kepada pemerintahan monarki.
Baru-baru ini muncul berita bahwa Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dijegal oleh Pemerintah Jerman untuk tidak mengatur pemerintahan dari negara Jerman. Oiya, Raja Thailand sering ke Jerman soalnya pewaris tahta lagi belajar disitu.
Unjuk rasa yang terjadi di Thailand, mengingatkan saya dengan sejarah Revolusi Perancis. Ketika Raja Louis XVI naik tahta, rakyat semakin tidak percaya dengan pemerintah dan melakukan transformasi. Meski dari berbagai aspek Thailand sekarang sangat berbeda dengan Perancis waktu itu.
Black Lives Matter
Ini merupakan gerakan terbesar dalam tahun ini. Kejadian yang merenggut nyawa George Floyd menimbulkan kehebohan di Amerika Serikat. Pecah demonstrasi se-antero negara bagian di Amerika untuk penentangan kepada rasisme.
Epiknya gerakan ini didukung oleh para artis hollywood papan atas yang ikut menggelorakan #BlackLivesMatter di media sosial. Bisa dilihat postingan beberapa aktor dan aktris ataupun penyanyi, bahkan penggiat HAM biasanya postingan screen hitam dengan caption memakai tagar #BlackLivesMatter. Jangkauan gerakan ini bukan hanya di Amerika saja, negara barat lainnya pun ikut.
The New York Times mencatat Black Lives Matter sebagai gerakan terbesar yang pernah ada di Amerika Serikat. Meski diterjang oleh pandemi telah tercatat terjadi 4.700 demonstrasi semenjak protes pertama yang digelar di daerah Floyd mengalami kekerasan, Minneapolis, Amerika Serikat.
Selain menentang rasisme, gerakan ini juga menentang kebrutalan polisi. Video kekerasan seorang polisi terhadap George Floyd tersebar di berbagai media menyulut kemarahan berbagai kalangan di Amerika Serikat.
Meski pandemi ternyata tidak akan mengurung semangat juang kemanusiaan. Dunia tidak akan baik-baik saja apabila tidak ada perubahan. Kalau kata Gus Dur sih, "Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk terhadap kenyataan, asalkan kau yakin di jalan yang benar maka lanjutkan.".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H