Dalam menangani sebuah kasus-kasus yanag ada pada Hukum Administrasi Negara seperti halnya sangat banyak yang terlibat dalam kasus E-KTP tersebut .Kasus proyek KTP Elektronik (E-KTP), sejauh ini KPK membenarkan adanya surat penyidikan (SPRINDIK) yang baru akan tetapi belum ada penjelasan mengenai nama tersangka, seiring berjalannya waktu salah satu yang terperangkap dalam kasus E-KTP tersebut adalah Ketua DPR RI "Setya Novanto".
Tersangka melakukan tindak pidana dalam kasus korupsi dalam penerapan Kartu Tanda Penduduk yang berbasis nomor induk kependudukan secara Nasional (E-KTP) dari tahun 2011 sampai 2012 pada Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, hal ini berdasarkan salah satu surat dengan kop dan cap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bernomor B.619/23/11/2017 yang fotonya beredar pada tanggal 3 November 2017.Dengan surat tersebut KPK mampu memulai penyidikan baru kepada Ketua DPR RI atau Setya Novanto sebagai tersangka.
Sebelum masalah ini Setya Novanto memang pernah tersangka juga mengenai masalah E-KTP akan tetapi dibatalkan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar.Ketika masalah yang kedua kalinya terjadi Setya Novanto diminta untuk menghadiri sidang sebagaimana ia tersangka dalam kasus E-KTP
Akan tetapi Setya Novanto tidak menghadiri dalam  acara sidang tersebut sehingga secara terpaksa KPK mengeluarkan surat kebijakan untuk penangkapan yang di tujukan kepada tersangka (Setya Novanto) tepatnya pada hari Rabu tanggal 15 November 2017.Setelah KPK mendatangi kerumah tersangka di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta namun Setya Novanto tidak ada dirumahnya.Dari hal ini banyak fariasi yang mengatakan bahwa Setya Novanto:
- Untuk tidak menghadiri acara sidang yang akan ia hadapi
- Ada yang mengatakan tersangka melarikan diri
Ada dugaan bahwa Setya Novanto melakukan hal ini dengan Andi Narogong (Andi Agustinus), Anang Sugiana Sudihardjo, Irman selaku direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik, dan Ir.Sugiharto, MM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Dengan masalah ini sangat jelas bahwa Setya Novanto terjerat pasal 2 Ayat (1) ataupun pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi".Anang merupakan tersangka baru yang sangat merugikan negara dalam kasus E-KTP dengan jumlah kerugian yang harus di rugikan negara sebesar Rp 2,3 Triliun sedangkan dari dugaan penyalahgunaan kewenangan dan kerugian dari pengadaan sebesar Rp 5,9 Triliun.
Sedikit penjabaran mengenai upaya yang dilakukan KPK untuk membongkar kasus E-KTP, berikut ini kronologisnya:
- Tanggal 26 Juli 2013 KPK menerbitkan surat perintah penyidikan Nomor:Sprin-Lidik-53/07/2013, dengan adanya surat ini KPK mampu melakukan penyelidikan adanya praktek korupsi E-KTP dari tahun 2011 sampai 2012
- Tanggal 17 April 2014 KPK menemukan Indikasi korupsi, melakukan pemeriksaan dan bukti-bukti elektronik
- Â Tanggal 21 September 2016 KPK menetapkan Irman selaku PPK pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri
- Tanggal 1 Maret 2017 KPK memberikan berkas-berkas Irman dan Sugiharto ke Pengadilan Tipikor Jakarta
- Tanggal 9 Maret 2017 Irman dan Sugiharto melakukan sidang perdana dan nama  Setya  Novanto telah muncul sebagai pelaku korupsi
- Tanggal 21 September 2017 tersangka yang ketiga yaitu Andi Agustinus
- Tanggal 21 Juni 2017 KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka
- Tanggal 18 Juli 2018 penyidik memberikan surat tersebut kepada Setya Novanto
"Untuk menangani kasus e-KTP, kami menggunakan pendekatan yang dinamakan  follow the money, yaitu kita lebih melihat transaksi keuangan yang diduga terkait dengan kasus e-KTP" ujar juru bicara KPK Febri.
Terkait kasus korupsi E-KTP ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menggunakan suatu pendekatan dimana hal ini untuk mengusut adanya kasus korupsi E-KTP dengan pendekatan Follow The Money,dengan pendekatan ini pula KPK juga dapat menelusuri tindak pidana kerugian yang harus diterima negara akibat kasus E-KTP.
 "Karena kami memang berusaha menelusuri secara terus menerus mana saja aliran dana yang terkait kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,3 triliun.Aset menjadi salah satu perhatian dari penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)  " begitu ujar dari Febri
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwasanya KPK akan tetap menelusuri aliran dana kerugian keuangan negara terkait proyek E-KTP, akan tetapi selain aset keuangan KPK juga akan menelusuri aset-aset yang diperoleh dari korupsi proyek E-KTP.Dengan adanya saksi-saksi yang di informasikan oleh Febri, KPK mampu mendapat banyak informasi  baru dari saksi-saksi tersebut dan juga bukti-bukti baru dari sejumlah penggeledahan yang sudah di usahakan untuk membongkar kasus ini.