Mohon tunggu...
Mella LidyanaSari
Mella LidyanaSari Mohon Tunggu... Guru - Saya merupakan alumni pendidikan Bahasa Inggris Universitas Jambi dan saat ini saya sedang mengajar di salah satu Sekolah Dasar negeri di Provinsi Jambi. Selain itu, saya sedang melanjutkan kuliah profesi saya di Universitas Jambi dan mengambil linearitas PGSD di Universitas Terbuka.

Saya memiliki ketertarikan di bidang pendidikan khususnya di jenjang Sekolah Dasar. Saya memiliki pengalaman mengajar di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama serta di tingkat Sekolah Menengah Atas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Observasi Perkembangan Peserta Didik

22 Januari 2023   03:30 Diperbarui: 24 Januari 2023   08:15 4034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada fase ini anak mulai timbul rasa Percaya vs Curiga, dimana tahap ini berperan besar dalam menentukan apakah dia akan mudah percaya atau curiga kepada orang lain. Orang yang paling berperan penting pada fase ini adalah ibu atau orang lain yang berperan sebagai ibu. 

  • Fase Kanak-Kanak (18 bulan - 3 tahun) 

Krisis utama yang dialami pada fase ini adalah Otonom vs Malu-malu, dimana fase ini banyak menentukan rasa percaya diri dari sang anak saat beranjak dewasa nanti. Pada fase ini, sosok yang paling berperan penting adalah kedua orangtua atau sosok yang dianggap orang tua. Aktivitas utama yang dilakukan pada fase ini adala bicara, berjalan, harapan yang menonjol, dan mulai belajar untuk menunda kesenangan. 

  • Fase Awal Anak Kecil (3-5 tahun) 

Pada fase ini seluruh anggota di keluarga sang anak sangat berperan besar dengan pertumbuhan sang anak. Krisis emosi yang paling dirasakan pada fase ini adalah Inisiatif vs Rasa bersalah, disinilah sang anak belajar banyak mengenai apa yang boleh dan tidak boleh serta mencoba untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri. Aktivitas atau perilaku utama yang menonjol pada fase ini adalah bertambahnya kosakata yang dikuasai dan mulai melakukan interaksi dengan kelompok sebaya. 

  • Fase Anak Kecil (5-13 tahun) 

Pada fase ini, krisis utama yang dialami adalah rasa Percaya diri vs Rendah Diri terutama ketika berada dalam kelompok sebaya. Hal ini juga didasari oleh fakta bahwa pihak yang sangat berperan adalah sekolah dan tetangga, dimana komunitas anak tersebut sudah meluas dan tidak terbatas pada anggota keluarga lagi. Pada fase ini sang anak cenderung lebih aktif secara fisik dan lebih kompetitif sehingga mereka lebih menyukai aktifitas yang bersifat kompetitif seperti olahraga, game, dll.

  • Fase Remaja (13-21 tahun) 

Fase ini adalah fase paling banyak menghabiskan tenaga bagi orang tua karena pada saat ini krisis utama yang dihadapi adalah Identitas vs Kekacauan Peran, dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri dan memiliki emosi yang tidak stabil. Sosok yang berperan pada fase ini adalah kelompok dan model kepemimpinan, sehingga di fase ini sang anak akan mudah terbawa emosi kelompok dan nekat melakukan aksi berbahaya atas nama kelompok. Pada fase ini juga sang anak memiliki hasrat seksual yang lebih aktif sehingga patut diberikan pengertian yang baik mengenai hubungan seksual. Selain itu, keinginan untuk mencari identitas dan menjadi sosok yang berguna membuat mereka marah jika harus tergantung pada orang lain. 

  • Fase Dewasa (21-40 tahun) 

Setelah melewati fase remaja, kini sang anak telah menjadi dewasa dan memiliki emosi yang lebih stabil. Namun, pada fase ini tetaplah ada krisis yang dialami yaitu Keintiman vs Isolasi dimana pada fase ini orang tersebut sedang berusaha mencari pasangan atau justru menjauhkan dirinya dari berbagai macam hubungan, semuanya tergantung dari berbagai pengalaman yang dialaminya. Oleh karena itu, sosok yang sangat berperan pada fase ini adalah pasangan lawan jenis dimana stres utama yang dialami pada fase ini biasanya berhubungan dengan lawan jenisnya seperti takut jika bercerai/putus. Tidak hanya mencari pasangan, di fase ini orang tersebut juga sibuk membangun karir dan mencapai tujuan hidup. 

  • Fase Paruh Baya (40-60 tahun) 

Setelah mengalami berbagai macam hal dan masalah, di fase ini seseorang memiliki krisis utama Peduli dan Pemandu Keturunan vs Stagnansi dimana orang tersebut cenderung suka berbagi pengalaman dan ilmu, serta ingin meninggalkan suatu warisan. Namun demikian adanya kemungkinan seseorang justru merasa tidak berguna karena pernah mengalami kegagalan besar di hidupnya. Pada fase ini keluarga kembali memiliki peran yang penting dalam hidupnya, selain itu institusi atau pekerjaan tempat dia bernaung juga berperan besar. Hal utama yang dilakukan pada fase ini umumnya adalah sibuk membuat ide untuk generasi masa depan dan mencapai tujuan hidupnya. Sedangkan, hal yang dapat membuatnya sangat stres adalah adanya interupsi pada pekerjaannya dan perpisahan keluarga. 

  • Fase Lansia (>60 tahun) 

Akhirnya tibalah kita pada fase akhir kehidupan manusia yaitu fase lansia dimana krisis utama yang dialami pada fase ini adalah Integritas vs Putus Asa. Rasa integritas cenderung muncul karena adanya rasa tanggung jawab yang besar akan peran yang didapatnya selama masa muda sedangkan seringkali rasa putus asa ini muncul karena perasaan kecewa atas ketidak berhasilan yang pernah dialaminya. Pada fase ini, sosok yang berpengaruh adalah siapapun yang dapat membuat dirinya merasa berguna. Oleh karena itu, untuk kamu yang memiliki lansia di rumahnya usahakanlah untuk selalu mengucapkan "terima kasih" untuk segala bantuan yang diberikannya meski sekecil apapun. Karena ucapan terima kasih tersebut membuat seseorang merasa dirinya berguna. Pada fase lansia ini, aktivitas utama yang paling disenanginya adalah berbagi pengalaman sehingga mereka akan sangat senang jika ada teman bicara. Sedangkan hal yang paling membuatnya stres adalah perasaan tidak berguna lagi oleh orang-orang di sekelilingnya.

Berdasarkan penjelasan teori sosial-emosional dari Brenfonbrenner dan Erikson terutama dari teori perkembangan Erikson, dapat disimpulkan bahwa karakteristik sosial-emosional anak sekolah menengah (remaja) yaitu sebagai berikut: 

  • Mulai memperhatikan penampilan 
  • Fokus dengan diri sendiri dan lebih senang menyendiri 
  • Reaksi dan ekspresi emosi masih labil 
  • Suasana hati yang berubah-ubah yang dipengaruhi oleh fluktuasi hormon masa pubertas 
  • Mulai mencari jati dirinya, apa makna dirinya, dan kemana mereka akan menuju 
  • Memiliki peran baru dan status dewasa 
  • Menjadi bagian dari sebuah komunitas 
  • Mengubah perilakunya agar sama dengan kelompoknya atau lingkungan sosialnya 
  • Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat 

berdasarkan teori-teori di atas, guru dapat mengintegrasikan teori tersebut dengan aspek obeservasi yang nantinya akan diamati, seperti: mengidentifikasi minat, bakat, gaya belajar, kemampuan awal dan kognitif peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun