Mohon tunggu...
Mella Arifah
Mella Arifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Gizi Universitas Negeri Surabaya

Mahasiswa yang hobi mengambil foto dan video terkait makanan dan tempatnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanggapan terkait "Dokter Influencer Promosikan Produk di Medsos"

23 Maret 2024   09:44 Diperbarui: 23 Maret 2024   09:52 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kelompok 2 Gizi 2022 B

Dengan adanya perkembangan media sosial saat ini, banyak para penjual produk kecantikan ataupun skincare memanfaatkan sebagai media untuk memasarkan produk secara online. Bahkan, saat ini banyak dokter yang juga menjadi influencer dan memasarkan produk melalui laman media sosialnya.

Dokter Djoko Widyarto menjelaskan, jika di internasional atau negara lain dokter masih diperbolehkan untuk mempromosikan produknya. Namun, di Indonesia tidak memperbolehkan hal tersebut. Meski begitu, dokter masih bisa menggunakan media sosialnya untuk beriklan, tetapi iklan yang dipublikasikan hanya sebatas iklan layanan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melarang adanya dokter influencer yang menggunakan media sosialnya untuk mempromosikan produk. Hal itu berkaitan dengan kode etik kedokteran yang telah diatur dalam fatwa etik dokter. 

Fatwa Etik Dokter Dalam Aktivitas Media Sosial 

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Dokter Djoko Widyarto, seluruh dokter dalam menjalankan profesinya dilarang untuk mempromosikan produk kecantikan dan kesehatan di media sosial. Seorang dokter hendaknya mematuhi kode etik ataupun fatwa etik yang berlaku baik di lingkungan kerja secara offline seperti di rumah sakit, klinik maupun secara online seperti membuat konten edukasi di media sosial. Hal tersebut dijelaskan dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 1 angka 11 yang menyatakan "Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat."

Etik seluruh dokter dalam menggunakan media sosial, yang dimana tidak diperbolehkan melakukan promosi produk kosmetik ini telah diatur dalam Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (SK MKEK) 029/2021 tentang Fatwa Etik Dokter Dalam Aktivitas Media Sosial dengan poin nomor 5 yang berisi "Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan praktiknya serta mengiklankan produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020."

Namun, dalam praktiknya yang didapatkan dari Seminar Etik : Dilema Terapi Kedokteran Dengan Pendekatan "Penelitian Berbasis Pelayanan" di kanal Youtube PB IDI, Rabu (6/3/2024), Dokter Djoko Widyarto mengatakan banyak dokter yang tidak menyadari akan adanya fatwa etik aktivitas media sosial tersebut. Dari pandangan kami, dokter influencer atau dokter yang menggunakan media sosialnya untuk memberikan konten edukasi justru mempromosikan produk-produk kecantikan ataupun kesehatan agar banyak memiliki pengikut selain dari penonton edukasi dan teman sejawatnya.

Berdasarkan dari hal tersebut sudah dapat dikatakan melanggar fatwa etik dalam aktivitas media sosial poin nomor 5 yang telah diatur sebagaimana mestinya. Dimana pelanggaran ini dapat diputuskan oleh MKEK. Jika terdapat dokter yang melanggar etik ini, maka MKEK akan memberikan sanksi menurut Pasal 29 Angka 1 Pedoman MKEK 2018 yang terbagi dalam empat kategori, yaitu : 

  • Kategori 1, bersifat murni pembinaan;
  • Kategori 2, bersifat penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan;
  • Kategori 3, bersifat penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara;
  • Kategori 4, bersifat pemberhentian keanggotaan tetap.

Untuk mencegah dokter melanggar kode etik dengan mempromosikan produk di media sosial, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan : 

  • Profesi dokter seharusnya perlu diberikan pemahaman yang jelas tentang kode etik yang berlaku dalam profesi medis dan dampak negatif dari promosi produk di media sosial. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dinas kesehatan berpartisipasi dalam mengadakan pelatihan guna membantu dokter untuk memahami batasan-batasan yang harus dijaga dalam berinteraksi di media sosial.
  • Seorang dokter seharusnya perlu memahami adanya regulasi yang berlaku terkait promosi produk di media sosial, seperti yang diatur oleh lembaga pengawas kesehatan. Mereka harus memastikan bahwa setiap aktivitas promosi yang dilakukan memenuhi persyaratan hukum dan etika yang berlaku.
  • Dengan adanya transparansi, dokter seharusnya selalu menjadi transparan dalam setiap informasi yang mereka bagikan di media sosial. Mereka harus jelas menyatakan jika ada kepentingan finansial atau hubungan lainnya dengan produsen produk yang mereka promosikan. Hal ini dapat membantu mengurangi potensi konflik kepentingan.
  • Dokter seharusnya tetap memprioritaskan kesejahteraan pasien dan integritas profesi di atas segalanya. Mereka harus menghindari promosi produk yang belum terbukti keamanannya atau efektivitasnya serta memastikan bahwa informasi yang mereka bagikan akurat dan dapat dipercaya.

Saran dan Pendapat mengenai Kasus

1. Peraturan mengenai promosi telah diatur sejak lama di kode etik, namun pada kenyataannya masih banyak dokter yang tidak menjalankannya. Sudah seharusnya seluruh dokter menerapkan peraturan ini, sebab dokter adalah salah satu profesi yang perilakunya dijadikan contoh atau panutan masyarakat luas.

2. Peringatan yang diberikan kepada dokter yang melanggar kode etik ini sebaiknya lebih ditegaskan lagi dan lebih objektif atau tertuju pada sasaran pelangggar. Dengan begitu diharapkan yang lain dapat menjadikannya sebagai suatu pelajaran. 

3. Sanksi yang diberikan kepada dokter yang melanggar peraturan sebaiknya lebih ditegaskan lagi. Salah satu kemungkinan penyebab tidak ditaatinya suatu peraturan adalah karena sanksi yang kurang tegas.

4. Diharapkan seorang dokter dapat menerapkan saran mengenai pemisahan akun pribadi dan akun yang digunakan untuk kepentingan edukasi publik. Hal ini bertujuan agar dokter tetap dapat memahami dan dapat menjaga kerahasiaan pasiennya.

5. Sudah seharusnya seluruh dokter lebih mementingkan peraturan serta kepentingan bersama dibandingkan dengan keuntungan dan kepuasan pribadi. Ini berarti mereka seharusnya tidak mempromosikan produk pribadinya di media sosial padahal mereka tahu bahwa hal tersebut sudah diatur dan dilarang oleh ketentuan.

Tim Penulis Kelompok 2 Gizi 2022 B: 

1. Ainun Inayah (22051334041)

2. Nazwa Syifa Pranindya (22051334043)

3. Audy Febiola Wiyana (22051334059)

4. Mella Arifah (22051334078)

Referensi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun