Lebih jauh lagi, media massa juga berfungsi sebagai forum perdebatan dan diskusi publik. Media menyediakan wadah untuk mengekspresikan berbagai suara dan perspektif melalui kolom opini, acara bincang-bincang, dan forum daring. Ini akan menciptakan ruang untuk dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat, di mana kritik dan saran dapat disampaikan secara terbuka. Dalam hal ini, media berperan tidak hanya sebagai perantara informasi tetapi juga sebagai jembatan antara pihak-pihak yang terlibat (Fahky, 2024).
   Lebih jauh lagi, media massa memiliki tanggung jawab untuk mendidik masyarakat tentang kebijakan-kebijakan baru. Dengan menyediakan informasi terperinci dan analisis  kritis, media dapat membantu warga memahami dampak kebijakan ini dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam proses demokrasi. Mengingat tantangan era digital yang terus menghadang, seperti penyebaran berita palsu dan misinformasi, peran media massa sebagai penjaga kebenaran dan keadilan menjadi semakin penting. Dengan demikian, media massa tidak hanya menjadi saksi sejarah, namun juga berperan penting dalam membentuk masa depan negara dengan mengamati dan mewakili kebijakan pemerintah.
   Di Indonesia, media massa mempunyai peran yang sangat penting dalam menyampaikan pesan-pesan politik dan mempengaruhi pembentukan opini publik, terutama menjelang pemilu 2024. Berkat kemajuan teknologi digital, media tidak hanya menjadi wahana informasi, namun juga panggung. Ini adalah forum debat di mana berbagai suara dan perspektif dapat dipertukarkan. Dalam konteks ini, media massa menyampaikan pesan-pesan politik melalui berbagai platform seperti televisi, radio, dan media sosial. Dengan menggunakan bahasa yang menarik dan strategi komunikasi yang efektif, media dapat membentuk narasi yang mendukung atau mengkritik kebijakan pemerintah. Misalnya, media sosial memungkinkan kandidat untuk berinteraksi langsung dengan pemilih dan menyampaikan pendapat serta kritiknya secara real time.
   Pengaruh media terhadap pembentukan opini publik cukup besar karena informasi yang disampaikan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap calon pemimpin dan usulan kebijakan. Media massa mempunyai kemampuan untuk menyoroti isu-isu tertentu dan dengan demikian meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu-isu tersebut. Namun di sisi lain, muncul juga fenomena ``post-truth'', yaitu distorsi fakta demi kepentingan politik tertentu (Redaksi, 2024). Hal ini dapat mempolarisasi masyarakat dan menimbulkan perpecahan pendapat politik.
   Dampak hubungan kekuasaan ini terhadap kebijakan pemerintah sangatlah penting. Tindakan yang diambil seringkali dipengaruhi oleh opini publik yang dibentuk oleh media. Pemerintah cenderung sensitif terhadap kritik dan opini masyarakat, sehingga membiarkan media bertindak sebagai pengawas dan mendorong akuntabilitas. Di era digital, tantangan bagi media adalah menjaga integritas informasi, mencegah penyebaran berita palsu, dan terus berkontribusi aktif dalam proses demokrasi dan pengambilan kebijakan di Indonesia.
   Beberapa kasus terjadi terkait media dengan pemerintah, salah satu kasusnya ketika bagaimana peran media dalam menyikapi kebijakan pemerintah Indonesia dengan adanya pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan meminta hal-hal sebagai berikut: Media massa berfungsi sebagai ``komunitas mata dan telinga'' yang memantau jalannya pemilu. Media diharapkan melaporkan tidak hanya hasil pemilu tetapi juga pelanggaran yang mungkin terjadi selama proses pemilu untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas (Purnamasari, 2024).
   Akan tetapi, terdapat tantangan bagi media, yakni dengan semakin maraknya berita palsu yang dapat mempengaruhi opini publik. Dalam kondisi seperti ini, media memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang. Menurut Menteri Komunikasi dan Digital Meoutiya Hafid, media tidak hanya menjadi sarana penyampaian informasi, tetapi juga mitra strategis pemerintah untuk memastikan program prioritas terlaksana sesuai harapan (Fahky, 2024).
   Kritik terhadap pemerintah juga muncul ketika media dianggap tidak cukup independen dan terlibat dalam kepentingan politik atau bisnis tertentu. Hal ini yang sebenarnya dikhawatirkan dan dapat menyebabkan munculnya informasi yang kemudian malah terdistorsi dan memengaruhi proses demokrasi. Misalnya, beberapa laporan menunjukkan bahwa media non-profesional dapat menyebarkan informasi yang tidak akurat atau bias, sehingga mempengaruhi persepsi publik terhadap calon pemimpin maupun kebijakan yang diusulkan (Arifudin, 2023).
   Dengan demikian, dinamika kekuatan antara media dan pemerintah dalam konteks Pilkada Serentak 2024 menunjukkan bagaimana media memegang peranan penting dalam membentuk opini publik dan memengaruhi kebijakan pemerintah. Untuk memberikan kontribusi positif terhadap proses demokratisasi di Indonesia, media harus berhasil menjalankan fungsi kontrol sosialnya.
   Media massa memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, media tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas yang mendorong transparansi dan akuntabilitas. Namun, tantangan seperti penyebaran berita hoaks dan ketidakberdayaan media dalam menjaga independensi menjadi isu penting yang perlu diatasi agar media dapat menjalankan perannya secara efektif.
   Guna meningkatkan peran media semakin lebih baik, aktif, dan kritis dalam mendukung proses demokrasi, penting bagi pemerintah, Lembaga terkait, serta masyarakat tentunya untuk memberikan dukungan terhadap kebebasan pers dan memperkuat regulasi yang melindungi jurnalis dari tekanan politik. Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk lebih kritis dalam menyaring informasi yang diterima, terutama di era digital yang rentan terhadap penyebaran berita palsu yang begitu dengan mudah dan cepat diterima banyak orang, atau yang biasa saat ini disebut dengan viral.