Kau ukirkan sebaris pesan pada daun,
Ketika senja mulai menangis dalam dekapan awan.
Serangkai aksara yang terus mengalir dalam darahku,
Yang menebarkan kepedihan raut emosional.
Meski kemudian, siur angin membawa pergi.
Hujan pun ta peduli hingga merobek-robek tiada sisanya.
bayangan ragaku basih,Â
memikis tiada henti.
Walau kemudian sang lealitis menenggelamkan senyuman kebalik tanah basah, hingga goresan mengasa bait-bait pena derita masih tetap kokoh.
Ribuan kali menahan derita ini, darah mendidih memberontak menahan amukan koloni,
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!