Kau ukirkan sebaris pesan pada daun,
Ketika senja mulai menangis dalam dekapan awan.
Serangkai aksara yang terus mengalir dalam darahku,
Yang menebarkan kepedihan raut emosional.
Meski kemudian, siur angin membawa pergi.
Hujan pun ta peduli hingga merobek-robek tiada sisanya.
bayangan ragaku basih,Â
memikis tiada henti.
Walau kemudian sang lealitis menenggelamkan senyuman kebalik tanah basah, hingga goresan mengasa bait-bait pena derita masih tetap kokoh.
Ribuan kali menahan derita ini, darah mendidih memberontak menahan amukan koloni,
Serangkai makna hidup untuk juang dari api kesengsaraan.
Menggumpalkan sebaris hasrat pada jinga
Dimana bintang penuh biru puti melambai diujung cakrawala
Memijarkan kemilau nan indah, nyambut mentari,Â
Sudahlah hari Sudah membaik.
Karya Melkias butuÂ
Jumat, 22 Nov 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H