Saya beberapa kali menemukan konten atau komentar di media sosial yang menyebutkan bahwa harga rumah zaman dahulu jauh lebih terjangkau daripada harga rumah saat ini.Â
Katanya, harga rumah melambung tinggi akibat ulah mereka yang menjadikan rumah sebagai alat investasi. Orang kaya memiliki rumah lebih dari satu dan menjadikannya sebagai aset yang dapat dijual lagi beberapa tahun kemudian. Mengingat kenaikan harga rumah yang bisa melonjak dalam waktu singkat. Apalagi jika dibarengi dengan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut.Â
"Milenial jadi semakin sulit menjangkau membeli rumah."
Kita ambil contoh pembangunan jalan tol Jogja-Solo yang dikabarkan membuat harga tanah melonjak 3.5x lipat. Suprapti, warga Tegalrejo, Tamanmartani, Kalasan, mengatakan bahwa saat ini harga tanah di sekitar lokasi melonjak dari sebelumnya sekitar Rp1 jutaan per meter menjadi Rp3 juta hingga Rp3,5 juta per meter. "Saya sendiri belum tahu kapan rencana pematokan dilakukan," katanya pada Bisnis.com (18/8/2020).
Namun apakah benar, bahwa zaman dahulu harga rumah jauh lebih terjangkau? Mari kita lihat datanya.Â
Harga Rumah Tahun 1990-an
Sebuah akun @perfectlifeid membagikan deretan iklan jadul, diantaranya adalah harga rumah di Puri Indah pada tahun 1988 adalah sekitar Rp 40juta-an.
Lalu, mari kita lihat UMR Nasional pada sekitar tahun tersebut. Dalam Wikipedia, pada tahun 1991, UMR Nasional Indonesia adalah Rp 18.200,- . Atau sekitar 0.045% harga rumah saat itu.Â
Karena saya tidak menemukan kisaran gaji di Jakarta pada tahun 1990, maka anggaplah gaji Jakarta saat itu Rp100 ribu, karena memang gaji di ibu kota tentunya lebih tinggi dari wilayah lain.Â
Maka persentase UMR dengan harga rumah saat itu hanya 0.25% dari harga rumah saat itu. Tentu rumah saat itu sebenarnya sangat mahal.Â
Harga Rumah Tahun 2000-an.
Menurut data BPS, nilai UMP Jakarta pada tahun 2000 adalah Rp 344.257,- . Sedangkan harga rumah di Depok, sebagai Kota Penyangga Jakarta adalah sekitar Rp 100juta.
"Di Depok itu dulu tahun 2000-2005, beli rumah itu Rp 100-150 juta udah dapat. Sekarang Rp 300-400 juta, malah ada yang udah Rp 700 juta lebih. Itu kan kenaikannya udah 300% lebih," kata Andi yang mengaku bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta, pada detikfinance (15/5/2014).
Yang artinya UMR Jakarta saat itu adalah 0.35% harga rumah di kota penyangga Jakarta. Tentu rumah di Depok tidak terlalu buruk. Meski bukan di Jakarta, namun sudah ada transportasi yang jauh lebih memadai bila dibandingkan dengan tahun 1990-an.
Jangan lupa fasilitas KPR juga lebih mudah dijangkau saat itu, bila dibanding tahun 1990 an.Â
Harga Rumah Tahun 2010-an
Pada tahun 2010, menurut data BPS, UMP Jakarta adalah Rp1.118.000,-. Sedangkan harga rumah non subsidi saat itu untuk lokasi Pamulang, Tangerang Selatan adalah Rp 260 juta. (Kompas, 26/9/2009). Untuk tipe rumah ini, maka UMP Jakarta adalah sekitar 0.45% harga rumah non subsidi.
Dalam Kompas.com (19/06/2010), pada tahun itu juga telah ada Rumah Sederhana Sehat (RSS) Subsidi Pemerintah dengan harga Rp94juta-an. Meskipun biasanya lokasinya agak jauh, namun setidaknya ada rumah terjangkau. Persentasenya UMP saat itu adalah sekitar 1.2% harga rumah subsidi.Â
Harga Rumah Tahun 2020-2022
Saat ini, pilihan hunian bukan hanya rumah tapak, namun juga apartemen. Bila dahulu apartemen hanya menyasar kelas atas, maka saat ini apartemen sudah menjadi solusi keterbatasan tanah di Kota Besar, sehingga juga banyak tersedia apartrmen kelas menengah. Bahkan apartemen subsidi.Â
Bila membandingkan harga rumah di Kota Jakarta zaman dulu dan sekarang, maka tentu harga rumah di Jakarta saat ini sudah miliaran. Karena keterbatasan tanah, perkembangan wilayah menjadi pusat perkantoran dan bisnis serta berkembangnya infrastruktur yang ada.Â
Rumah di daerah penyangga pun tidak masalah asal sudah terkoneksi dengan infrastruktur transportasi.Â
Misalnya harga rumah di Depok saat ini adalah mulai sekitar Rp 450 juta. Namun UMP Jakarta saat ini Rp 4.6 juta. Ini berarti persentasenya adalah sekitar 1% harga rumah. Jangan lupa, masih ada pilihan apartemen yang lokasinya lebih strategis dengan harga Rp 350 jutaan di Tangerang Selatan.
Selain itu masih banyak berbagai pilihan rumah subsidi yang harganya sekitar Rp164 juta di lokasi yang memang harus diakui sangat jauh dari pusat kota Jakarta. Bisa 50-60Km, namun terkoneksi dengan kereta api.
***
Bila melihat perbandingan persentase gaji UMR dengan harga rumah, maka sesungguhnya keadaan sekarang sudah jauh lebih baik dibanding dahulu.Â
Meskipun harga rumah melonjak tinggi, namun kenyataannya standar gaji masyarakat pun sudah berlipat lebih tinggi.Â
Memiliki rumah adalah pilihan dan komitmen. Yang mana, pilihan ini menjadi semakin berat di saat sekarang, banyaknya godaan staycation, healing, ngopi cantik tiap sore, jajan-jajan melalui ojek online, belanja dengan paylater atau membeli berbagai barang konsumtif di marketplace.Â
Jangan jadikan seolah "kenaikan harga rumah akibat ulah investasi ala boomers" sebagai pembenaran atas ketidakmauanmu membeli rumah, karena ketakutanmu kehilangan  kemampuan untuk terus menjadi "instagramable" atau ketidakmampuanmu mengatur keuangan.
Kamu bisa melihat tren berita dan tahun ke tahun dimana temanya selalu "harga properti melonjak tinggi". Ini sudah sejak tahun 2000-an.
Kalau inginnya rumah mewah di cluster di Jakarta, ya harus kerja keras. Kalau bisanya di kota penyangga, ya syukuri saja.
Kalau terus kamu tunda, bisa-bisa uangmu hanya habis untuk vacation, rumah pun tak terbeli juga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H