Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Minimalis: Sedikit Barang Sedikit Tanggung Jawab

25 Mei 2022   09:00 Diperbarui: 25 Mei 2022   11:05 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era mudahnya transaksi belanja online seperti saat ini, rasanya sangat sulit menahan diri untuk tidak mudah tertarik membeli barang-barang baru. Apalagi ditambah dengan berbagai informasi di media sosial. 

Bukan hanya iklan produk yang melakukan hard selling, namun juga para influencer yang memberikan review produk dan rekomendasi barang yang secara tidak langsung melakukan soft selling. 

Seolah, kita tidak dapat lari dari penawaran barang baru yang menarik perhatian. Namun bagaimana caranya tetap sadar dan tidak impulsif dalam berbelanja? 

Hidup minimalis salah satu solusinya. Selain menghemat uang, ternyata hidup minimalis bisa membebaskan kita dari stres akibat banyaknya barang yang kita miliki. 

Sedikit barang sedikit tanggung jawab dan sebaliknya banyak barang banyak tanggung jawab. Karena setiap barang hadir bersama tanggung jawab yang harus kita lakukan. 

1. Tanggung jawab penyimpanan. 

Memiliki barang berarti harus menyimpannya, atau paling tidak, kita harus memiliki tempat untuk menaruh barang itu. Tidak peduli bagaimana kita mendapatkan barang tersebut, baik membeli, hadiah, souvenir, atau lainnya, kita tidak akan terlepas dari tanggung jawab ini. 

Lalu apakah barang itu akan dipajang atau diletakkan didalam lemari? Apakah ruangan kita muat dan dapat menampung barang baru tersebut dengan rapi? Hal ini harus menjadi pertimbangan kita. 

Contohnya ketika kita membeli sepatu baru. Sementara rak sepatu kita sudah penuh. Lalu bagaimana sepatu itu akan disimpan. Hal paling mudah adalah meletakkannya di lantai di dekat rak sepatu atau di dekat pintu. Namun sampai kapan? Bagaimana bila lalu ada sepatu-sepatu baru berikutnya. Tentunya akan membuat rumah menjadi berantakan dan mengganggu ruang gerak penghuni rumah. 

2. Tanggung jawab perawatan

Memiliki barang berarti harus merawat. Setidaknya membersihkan dari debu, mencuci, memoles. Tentu ini membutuhkan tenaga dan juga uang. 

Ketika kita cukup dengan memiliki 10 piring di rumah, untuk apa kita menyimpan 20 piring? Atau cangkir teh? Selain memenuhi rak, kamu juga berkewajiban membersihkannya beberapa bulan sekali ketika mereka tidak digunakan.

Belum lagi ketika bermusuhan dengan hama rumah yang menganggu dan menyukai barang kotor, lembab, dan tersembunyi.

3. Tanggung jawab biaya perawatan.

Perawatan barang memerlukan biaya. Mungkin terdengar sederhana jika barang yang dimaksud hanya perlu dilap atau dicuci. Tapi bagaimana dengan kendaraan yang membutuhkan service rutin setiap 6 bulan sekali, service ac, atau tungau pada kasur atau perawatan barang lainnya yang lebih rumit.

Sebuah keluarga mungkin merasa bangga saat masing-masing anggota keluarga memiliki kendaraan sendiri-sendiri meskipun jarang digunakan secara bersamaan, sampai akhirnya menyadari adanya tanggung jawab biaya perawatan ini. Bukankah lebih mudah berangkat bersama atau menggunakan kendaraan online saat darurat?

4. Tanggung jawab pemakaian

Setiap barang yang kita miliki tentunya harus bermanfaat dan kita gunakan sebagaimana fungisnya. Dan bukan sekadar dibeli karena keinginan saja. Karena melihat orang lain memiliki, karena sebagai kebanggaan atau hanya sebagai jaga-jaga ketika suatu saat dibutuhkan. 

Barang koleksi yang sifatnya memang hanya untuk dipajang atau disimpan, maka kita menggunakannya sebagai fungsi estetik. Namun ketika barang tersebut kamu letakkan di dalam lemari yang tertutup maka fungsinya pun hilang. 

Tanggung jawab pemakian ini ada kaitannya dengan harga yang kamu keluarkan untuk membeli suatu barang. Misalnya kamu membeli handphone seharga Rp 5juta yang kamu gunakan setiap hari selama bertahun 4 tahun. Semua fiturnya kamu gunakan dengan maksimal. Maka dalam 4 tahun pemakaian harga handphone tersebut adalah Rp 5juta dibagi 4 kali 365 hari, yaitu sekitar Rp 3.400 per hari. Maka harga ini menjadi sepadan.

Di sisi lain kamu memiliki alat pemanggang roti dengan harga Rp 500ribu. Namun kamu jarang sekali menggunakannya. Karena kamu merasa kurang kenyang ketika hanya makan roti, atau tidak memiliki waktu di pagi hari. Sehingga kamu sangat jarang menggunakannya. Barang ini jadi terasa mahal karena selama bertahun-tahun hanya kamu gunakan beberapa kali saja. 

Bukankah lebih hemat dan bijak jika kamu membeli roti langsung saja?

5. Tanggung jawab mengalihkan/membuang barang

Setiap barang yang tidak terpakai itu menjadi mubadzir. Dan barang yang mubadzir itu pastinya tidak baik. Padahal setiap barang melalui proses produksi yang melibatkan tenaga manusia, ide kreatif manusia, mengamnil bahan dari alam dan diproses panjang hingga sampai di tangan kamu. Sungguh tidak bijak dan sia-sia ketika barang itu tak digunakan hingga rusak oleh waktu. 

Sementara kamu masih memiliki opsi untuk menjualnya atau memberikannya pada orang lain. Kalau tidak siap, maka jangan dibeli atau tolak halus. Contohnya ketika mendapat souvenir nikah. Tentu saja kamu tidak harus menerimanya. 

Saat barang telah rusak atau tidak dapat bermanfaat lagi maka juga ada tanggung jawab membuang dengan cara yang baik. Meskipun terkesan mudah, namun membuang barang nyatanya bisa terasa sangat susah bagi sebagian orang. Rntah karena sejarahnya, memorinya atau usaha yang pernah dikeluarkan untuk mendapatkannya. 

Namun ingat kembali "Setiap barang membawa tanggung jawab."

Baca juga : Rumah Penuh Sesak, Ayo Declutter Barang!

Jadi bijaklah ketika kamu akan membeli barang. Apakah kamu benar-benar membutuhkannya? Di mana kamu akan menempatkannya? Bagaimana kamu akan merawatnya dan seberapa sering kamu akan memanfaatkannya. 

Kalau masih ada opsi lain seperti pinjam, sewa atau memanfaatkan barang yg ada di rumah saja. Mengapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun