Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Benci Pengamen dan Pengemis, tetapi...

29 Oktober 2021   10:19 Diperbarui: 29 Oktober 2021   10:34 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengemis (freepik/freepik)


Aku benci pengamen dan pengemis. Buat aku mereka hanyalah pemalas yang hidup dengan modal belas kasihan orang saja. Apalagi mereka yang masih muda dan sehat.

Seperti saat aku masih kuliah di Jogja, aku suka sebal ketika  makan di warung makan maupun  PKL, karena pengamennya banyak sekali. Sekali makan bisa sampai 8 pengamen yang datang. Suaranya pun lantang sampai aku tak bisa ngobrol dengan kakakku atau temanku. Kalau aku makan cukup lama, maka pengamen yang sama akan datang lagi.

Ketika mulai tinggal di Jakarta, pengamen aku temui setiap naik kopaja atau metromini. Lagi-lagi mereka menyanyi dengan suara memekakkan telinga. Sangat mengganggu. Yang lebih sebal ketika melihat salah satu dari mereka menggunakan ponsel yang tampak lebih bagus dari yang kupakai, bekas ponsel ayahku.

Seorang pengamen bahkan ada yang mengawali nyanyiannya dengan prolog berupa doa-doa, namun bila tak diberi uang, doanya berubah menjadi kutukan.

Mengutip sebuah berita Kompas.com (11/05/2021), ada seorang pengemis dengan inisial T yang memiliki penghasilan rata-rata dalam sehari sebesar Rp 600ribu. Jika dalam waktu sebulan dia terus mengemis, dia bisa meraup Rp 18 juta. Besar sekali bukan?

Lain lagi ketika saya melihat sebuah video viral di instagram yang menunjukkan mantan Bupati Purwakarta yang sekarang menjadi anggota DPR RI, Dedi Mulyadi, yang memarahi seorang pengemis.

"Bapak ini saya dulu pernah nanganin, anaknya dikasih bantuan minta modal, saya kasih, disuruh kerja nggak mau. Anaknya yang STM saya mau gaji tidak mau juga. Maksudnya agar nggak minta-minta lagi. Tapi ternyata ini masih minta-minta," kata Dedi dalam video tersebut.

Tapi, suatu hari di Kota Solo, saat aku makan bersama keluargaku di sebuah warung makan yang terkenal di Solo, disana ada sebuah kelompok pengamen masih muda berjumlah 3 orang yang menyanyi dengan suara yang indah memang dan disitu banyak pula penjual yang berdagang menawarkan makanan, buah atau mainan anak-anak.

Aku  makan cukup lama di sana. Setiap orang yang meninggalkan warung, selalu menghampiri sang pengamen dan memberi mereka uang. Karena aku duduk cukup dekat dengan pengamen tersebut, aku bisa melihat uang yang diberikan oleh para pengunjung. Rata-rata memberinya Rp2.000 atau Rp 5.000,-.

Namun rupanya tidak satupun aku melihat orang membeli dagangan para penjual yang berkeliaran dan menawarkan barang tersebut. Padahal yang berdagang ini Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sudah tua.

Hingga hampir selesai, tetap tidak ada yang membeli dagangan mereka. Akhirnya aku memutuskan membeli beberapa mainan puzzle untuk keponakanku dan juga buah pisang untuk suami.

Saat keponakanku melihat puzzle bergambar kereta api ponakanku langsung bernyanyi "Tut..tut..tut". Kelompok pengamen ini pun langsung ikut menyanyi "Naik kereta api tut..tut..tut..." hingga satu lagu habis. Pandai sekali mereka mengambil hati, batinku.

Kejadian hari itu membuat saya merenung.

Aku membayangkan betapa banyak orang sudah berusaha bekerja, mencari uang dengan cara yang benar, tapi nyatanya tak semudah itu mendapatkan uang. Seperti mereka yang berdagang. Sampai kapan mereka kuat mentalnya melihat sang pengamen dihujani uang, sementara mereka yang berusaha berdagang, tak satu pun pembeli mendatangi mereka.

Perasaan saya bercampur aduk. Antara semakin benci dengan pengamen tersebut atau kasihan juga karena aku pun tak tahu mereka sudah berusaha seperti apa sebelum akhirnya mengamen. Mungkin karena mereka pun masih muda, mereka punya tanggungan yang harus dinafkahi setiap hari.

Para pedagang ini, sampai kapan mereka bersabar? Kalau kepepet, bukan tidak mungkin mereka berakhir dengan cara yang sama.

Mencari pekerjaan tidak mudah. Bahkan yang sudah mengantongi ijazah S1 pun harus bersaing sedemikian keras dengan ribuan pelamar lainnya. Apalagi yang hanya lulusan SMP atau SMA.

Seorang yang saya kenal memiliki ijasah S1 bahkan rela menjadi petugas kebersihan. Dia sudah tidak perduli apa pekerjaannya, yang penting mendapat uang. (Kejadian ini jauh sebelum masa pandemi).

Memang di internet banyak tersebar lowongan pekerjaan, namun banyak pula yang hanya tipuan belaka. Bahkan tega menguras dana sang pelamar kerja, dengan dalih biaya administrasi atau iming-iming lainnya.

Berdagang online pun tidak mudah. Saya sendiri mengalaminya. Dahulu saya sempat memiliki usaha online dan mendapat penghasilan bersih mencapai Rp4-7 juta/bulannya. Ini usaha sampingan yang saya kerjakan setelah saya pulang bekerja. Saya membayangkan kalau saya serius garap pasti bisa lebih dari itu Tapi nyatanya tidak. Persaingan dagang di marketplace saat ini tidak mudah. Bahkan saya justru merugi dan tak balik modal.

Sebuah artikel di koran.tempo.co (8/02/21) menyebutkan bahwa kala masa pandemi covid 19 ini, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta mengeluarkan data bahwa terdapat 453 ribu pekerja sektor formal kehilangan pekerjaan.

Seorang narasumber pada artikel tersebut, yang mengamen dengan kostum Doraemon menyatakan bahwa dia dan istrinya terkena PHK saat pandemi. Dia sempat berjualan makanan namun terus merugi. Modalnya nyaris habis, maka akhirnya dia memilih menjadi pengamen.

Seorang kawan lama  juga terpaksa menjadi ojek online setelah gajinya dipotong selama masa pandemi. Dia masih cukup beruntung karena punya punya kendaraan. Bagaimana yang tidak punya?

Ya... saya memang tidak suka dengan pekerjaan pengamen atau pengemis, namun saya tidak bisa menghakimi. Saya tidak tahu kisah mereka. Bila tidak cukup ikhlas hati, makan tidak perlu memberi. Namun mendoakannya bisa jadi lebih baik. Semoga Allah memberikan jalan rejeki yang lebih baik untuk mereka.. aamiin yra.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun