Suatu hari, keluarga saya ingin berkunjung ke Jakarta dan ingin menginap di apartemen. Karena unit saya tipe studio, maka saya bermaksud menyewakan mereka unit apartemen di lantai yang sama dengan unit saya.
Maka kemudian saya melakukan survei ke beberapa agen penyewaan unit di ruko di lantai dasar.
Saya   : Mbak, mau sewa unit..
Admin : Harian apa transit?
Saya   : Transit?
Admin : Iya, transit. Ada 3 jam, 6 jam, 12 jam, atau harian. Weekday dan weekend beda harga.
Dia menyodorkan price list.
Wow. Saya benar-benar terkejut. Masalahnya apartemen saya ini tidak berlokasi di dekat terminal, stasiun atau bandara. Untuk urusan apa orang harus transit?!
Sebagai informasi, harga sewa transit ini mulai Rp 50 ribu untuk durasi 3 jam. Bisa disewa dengan bermodalkan KTP. Bisa dibayangkan dengan harga semurah itu, siapa saja bisa menyewanya.Â
Sedangkan untuk sewa harian dikenakan biaya Rp 250ribu - Rp 350ribu.
Hotel berbintang saja tidak bisa dijamin selalu mengganti spreinya. Apalagi sewa transit 3 jam-an. Mana sempat?
Saya akhirnya mengurungkan diri menyewa unit apartemen dari agen, dan menghubungi orang yang saya sudah saya kenal, yang menyewakan unit untuk periode bulan-an. Namun dia bersedia menyewakan unitnya hanya untuk beberapa hari saja.
Lapor Pengelola
Saya pernah melaporkan perihal sewa transit ini pada pihak manajemen pengelola apartemen, namun tampaknya tidak ada tindakan khusus. Pesan saya diabaikan.