Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Child Free, Keputusan Seorang Penakut

31 Agustus 2021   15:42 Diperbarui: 31 Agustus 2021   17:55 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki anak memanglah sebuah tanggung jawab besar. Bukan hanya soal melahirkan, tetapi juga materi, kasih sayang, pendidikan, perhatian, waktu dan segala tantangan lainnya.

Ibu saya pernah berkata "Melahirkan itu proses alami. Tuhan sudah merancang tubuh kita sedemikian rupa untuk bisa melahirkan".

Orang melahirkan sendiri pun nyatanya bisa.  Meski beresiko, ada sebagian orang yang terpaksa harus melahirkan sendiri tanpa bantuan medis baik bidan maupun dokter. Adapula yang melahirkan sebelum petugas medis datang, jadi dibantu orang yang sedang ada di lokasi. Nyatanya mereka tetap bisa hidup sehat. 

Jadi yakinkan diri Anda bahwa melahirkan bukan proses yang menakutkan. Sehingga jangan sampai Anda memutuskan untuk child free karena takut melahirkan. 

Memilih untuk memiliki anak atau tidak, merupakan hak pribadi seseorang. Terserah saja. Tapi bagi saya, segala pertimbangan seseorang untuk tidak ingin memiliki anak yang telah saya baca adalah keputusan seorang penakut.

Takut Tidak Dapat Memberikan yang Terbaik Alias Ketakutan Materi

Saya seorang pegawai di Jakarta. Lembur dan dinas ke luar Kota saya sangat tinggi. Setiap hari setidaknya saya sampai rumah pukul 21.00 karena jalan Jakarta juga macet. Jelas saya kelelahan dan saya pun kesulitan memiliki anak. Setelah 2 tahun menikah saya tak kunjung hamil. Lalu saya memutuskan untuk mengambil unpaid leave (cuti tanpa gaji) dan fokus untuk program memiliki keturunan.

Pendapatan rumah tangga saya jelas berkurang. DRASTIS! Saya berusaha beradaptasi dengan uang yang ada. Namun ajaibnya setelah beberapa bulan kemudian, suami saya mendapat tugas ini itu yang kalau dijumlah total sama dengan gaji dia ditambahkan gaji saya selama ini.

Sejak itu saya percaya perkataan suami saya "Rejeki kamu sudah digariskan dan diatur sama Allah."  Benar saja "gaji" saya tetap ada, tapi dititip melalui suami saya.

Jadi soal materi, memang perlu kerja keras. Tetapi juga perlu kita pasrah dan percaya pada Allah. Bahwa Allah akan jamin jika kita berusaha. Tentunya juga menyesuaikan gaya hidup dengan pendapatan yang ada.

Saya juga yakin rejeki anak sudah diatur Allah.
Jadi, menurut saya materi seharusnya tidak menjadi soal. Asal kita juga tahu diri. Hidup sederhana secukupnya. Tidak mengikuti gaya hidup konsumtif atau mengejar gengsi.

Ingin Fokus Karir

Berumah tangga dan mengasuh anak adalah salah satu bentuk ibadah. Sedang kewajiban mencari nafkah memang TUGAS seorang lelaki.

Menurut saya wanita yang fokus mengasuh anak bukanlah suatu kungkungan bahwa wanita tak bisa setara mendapat kesempatan yang sama dengan lelaki. Tetapi justru bentuk memuliakan wanita untuk tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan. Karena mengurus anak adalah tugas yang berat. 

Kalau wanita "memilih" untuk berkarir bisa saja, tapi pasti akan ada yang harus dikorbankan entah waktunya, fisiknya atau perhatian pada keluarganya.

Tentu mengurus dan mengasuh anak bukan hanya tugas wanita, melakinkan tugas Ayah Ibu secara bersama. Namun bagaimana pun juga, kenyataanya, hamil, melahirkan dan menyusui hanya bisa dilakukan oleh wanita. Tak bisa digantikan oleh lelaki. Itu saja sudah menunjukkan bahwa peran wanita dalam pengasuhan anak memang lebih besar.

Sehingga fokus pada karir, bagi saya adalah keputusan yang egois. Namun jika sang suami juga mengizinkan ya silakan. Begitupula ketakutan tidak memiliki waktu mengurus anak, karena jam kerja yang berat. Itu sudah menunjukkan bahwa prioritas yang ingin dicapai adalah prestasi kerja dan materi.

Takut Tidak Bisa Menjadi Orang Tua yang Baik

Tidak ada orang tua yang sempurna. Tidak ada manusia yang sempurna. Semua melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan. 

Apakah dengan tidak mempunyai anak akan mengurangi kemungkinan kita berbuat dosa? Tentu tidak!

Kalau memang ada banyak orang tua yang tidak baik ya jangan dicontoh, dan pelajari ilmu parenting. Semua ada ilmunya dan bisa diminimalisir kemungkinan buruknya, bila kita ada niat.

Saya sering merasa tidak setuju dengan orang tua saya. Saya sering marah pada keputusan atau aturan mereka. Tapi sampai sekarang saya tetap merasa bersyukur atas kasih sayang mereka. Ada yang akhirnya saya sadar bahwa saya salah, ada pula yang akhirnya mereka menyadari bahwa mereka salah. Kami sama belajar dari setiap masalah yang ada.

Memiliki anak atau tidak Allah akan selalu memberikan ujian pada kita.

Memilih Membiayai Anak yang Kurang Beruntung

Ini adalah perbuatan yang sangat mulia. Seorang yang saya kenal memiliki puluhan anak asuh. Tapi nyatanya dia tetap memiliki anak juga. 

Amal ibadahnya justru berlipat ganda, yaitu membesarkan anaknya, mendidik anaknya untuk menjadi orang yang mau berbagi sehingga akan semakin banyak manusia dermawan, dan membiayai anak yang kurang beruntung. Sehingga menurut saya tak perlu memutuskan untuk tak memiliki anak jika ingin membantu anak lain yang kurang beruntung.

Masalah Kesuburan

Masalah kesuburan bukan berarti memutuskan untuk childfree. Tetapi ikhlas menerima jalan yang telah digariskan Allah setelah berusaha memiliki keturunan. Jadi ini tidak dapat dikategorikan sebagai penganut childfree.

Mereka sejatinya orang-orang yang ingin memiliki keturunan namun Allah belum memberikan rejeki. Saya doakan untuk semua pejuang garis biru semoga Allah segera memberikan keturunan.

*


Bagaimana pun juga keputusan untuk child free adalah hak setiap orang. Dalam agama yang saya anut pun tak ada perintah untuk memiliki anak, juga tak ada larangan untuk tak memiliki anak.

Bagi saya anak adalah rejeki yang harus disyukuri. Masak ditolak atau dihindari. Hehehe..

Saya tidak setuju pada keputusan Child Free, bukan berarti saya akan menentang. Namun, bagi yang memutuskan untuk tidak ingin memiliki anak, pastikan pasangan kalian tahu dan menyepakati hal ini sebelum memiliki hubungan serius dan menuju jenjang pernikahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun