Dengan diiming-imingi uang, janji manis hingga hadiah syurga, menjadikan korban terperangkap dalam politik nya.
Hal tersebut terjadi ketika sebelum pencoblosan, seperti kegiatan kampanye dengan memberikan sejumlah uang dari kandidat untuk masyarakat.
Ironisnya kegiatan pemilihan umum bukan lagi sebagai ajang, pemilihan pemimpin yang diharapkan rakyat. Tapi menjadi keterpaksaan yang dipilih rakyat.
Masyarakat terbiasa menerima politik uang, sehingga jika tidak diberi uang, masyarakat enggan untuk datang ke TPU (Tempat Pemilihan Umum) lantaran tidak ada yang memberinya uang.
Jika politik uang ini ditiadakan dan menjadi kebiasaan, maka tidak ada lagi yang saling merugikan, keadilan menjadi tegak dan adanya pemimpin yang berkualitas.
Seperti dalam kepemimpinan Islam menggambarkan, bahwa proses memilih pemimpin memiliki mekanisme yang praktis dan hemat biaya.
Lantaran, kepala daerah  (Wali dan Amil) ditetapkan sengan penunjukan Khilafah sesuai dengan kebutuhan Khilafah
Pemimpin Islam akan memilih individu yang amanah, berintegritas dan memiliki kapabilitas.
Dengan kepemimpinan yang tepat dan menerapkan hukum syariat, Â sehingga rakyat akan diurus dengan baik dan hidup sejahtera.
Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)