“ya udah...udah. mas capek terus begini. Mas ngerasa Cuma dimanfaatin untuk nganter kesana-kemari. Mas Cuma pengen adek membuktikan cinta adek ke mas. Udah kita putus aja!”
Contoh-contoh kasus di atas inilah yag dapat di kategorikan pemerkosaan atas nama cinta.
Seks yang benar adalah seks yang memberikan rasa aman, nyaman dan tentram. Bagaimana bisa merasa nyaman, jika setiap saat khawatir tertular penyakit seksual. Apa bahagianya melakukan seks jika selalu di hantui rasa bersalah, takut hamil, dan seterusnya. Artinya, pemaksaan seks yang keliru dalam aplikasinya akan menyebabkan si pelakunya dihantui oleh rasa bersalah yang berkepanjangan.
Apa yang harus pembaca lakukan jika sudah kadung cinta, dan mengikatkan diri dalam komitmen pacaran? Baca kembali teks di atas secara perlahan-lahan dan anda camkan dalam-dalam. Jika pada diri pacar anda ada 5% saja dari yang telah dideskripsikan di atas, maka secepatnya saja anda mengambil sikap. Apa sikap yang harus di ambil itu pilihan anda. Namun, jika anda tidak sanggup bertindak tegas, yakinlah dampaknya akan sangat berat di kemudian hari.
[tulisan di atas, saya rangkum dari buku yang berjudul “pemerkosaan atas nama cinta” yang di tulis oleh Lip Wijayanto yang di terbitkan oleh Tinta pada tahun 2003. Singkat cerita pagi tadi saya pergi ke perpustakaan umum di kampus saya untuk mencari buku untuk keperluan tugas saya, secara tidak sengaja saya melihat buku “pemerkosaan atas nama cinta” di rak dan saya tertarik untuk meminjam buku ini. Setelah saya baca bukunya subhanallah isinya sangat bagus dan mencerminkan keadaan di kalangan anak muda jaman sekarang, kemudian saya merasa tertarik untuk merangkumnya dan memuatnya di blog saya, dengan tujuan agar manfaatnya bisa lebih tersebar, terimakasih....semoga bermanfaat ya....]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H