Sedangkan, World Health Organization (WHO) sendiri menetapkan batas maksimum bagi seseorang terpapar polutan PM2.5 dalam 24 jam, sebaiknya tidak lebih dari 15 mikrogram per meter kubik. Namun, bagi kota-kota dengan tingkat polusi yang tinggi WHO menetapkan batas maksimum paparan PM2.5 dalam 24 jam, yaitu 75 mikrogram per meter kubik.
Yang menjadi masalah di Indonesia
Indonesia telah menjadi pasar rokok elektrik terbesar di dunia dengan ukuran pasar 25% menurut laporan perusahaan data pasar dan konsumen, Statista.Â
Berdasarkan data survei Kemenkes RI pada pengguna tembakau usia dewasa yang dikutip dari Kompas, konsumsi rokok elektrik di Indonesia telah meningkat hingga 10 kali, yaitu dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021).Â
Bukan hanya itu, data Kemenkes RI di tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi anak-anak berusia 10-14 tahun dan remaja berusia 15-19 sebagai pengguna rokok elektrik mencapai 10,6% dan 10,5%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya.Â
Intensitas merokok para konsumen rokok elektrik juga tidak main-main. Konsumen rokok elektrik bisa merokok hingga 9 jam tanpa henti. Intensitas merokok kian meningkat ketika adanya vape expo dan lomba "meniup awan"---meniup asap vape menjadi berbagai bentuk. Lomba "meniup awan" ini banyak diminati, selain karena hadiahnya, juga karena dianggap memiliki nilai seni.
Kalau melihat kegiatan "meniup awan" vape atau rokok elektrik, saya jadi teringat dengan film kartun Alice in Wonderland (1951), dimana ada ulat yang sedang merokok kemudian meniupkan asap rokoknya pada Alice. Mungkin para perokok ini terinspirasi sama si ulat ya..
Lebih berbahaya rokok elektrik atau rokok konvensional?
Baik rokok elektrik maupun rokok konvensional sama berbahayanya.
Berikut ini adalah data perbandingannya: