Oleh karena itu, belajar menjadi sebuah proses yang tidak bisa dilakukan hanya satu kali saja. Seperti halnya, makan yang tidak bisa dilakukan satu kali saja untuk seumur hidup.
2. Kesukaan
Ada orang yang lebih suka makan daging, dia akan lebih nafsu makan untuk makanan yang ada dagingnya. Ada pula orang yang lebih suka makan sayur, sehingga memilih untuk menjadi vegetarian.
Ada orang yang lebih suka belajar hitungan karena tidak suka menghafal. Sebaliknya, ada orang yang lebih suka hafalan karena tidak suka berhitung.Â
Namun, dalam hal ini, masalah belajar tidak bisa se-fleksibel masalah makan. Kita tidak bisa memilih untuk belajar hafalan saja atau berhitung saja dan menghindari pelajaran yang tidak disukai.
Bila seseorang hanya makan daging saja atau sayur saja dalam seumur hidupnya, akan ada konsekuensi yang harus ia tanggung. Entah itu, kolesterol karena kelebihan lemak atau menjadi kurang gizi karena kekurangan asupan nutrisi tertentu.
Pada pelajaran, tentu dampak ini akan menjadi berkali-kali lebih besar.
Bayangkan, jika kita tidak pernah belajar hitungan. Kita akan mudah ditipu orang. Contoh, mau bayar angkot/mikrolet Rp 2.000,- malah membayar dengan uang Rp 20.000,-. Atau mungkin saat ke pasar dan membayar Rp 26.000,- untuk 14-16 butir telur (1 kg), tapi hanya diberi 10 butir.
Meskipun, kita tidak mungkin untuk menyukai semua mata pelajaran yang ada, kita harus tetap belajar. Ketidaksukaan kita terhadap pelajaran dapat memperlambat proses belajar. Sehingga, ada perkataan, kita tidak boleh membenci suatu pelajaran!
3. Kebiasaan
Karena belajar adalah suatu proses yang dilakukan terus menerus, bukan sesuatu yang instan. Maka, agar bisa sukses, kuncinya terletak pada kebiasaan belajar kita. KONSISTENSI.
James Clear, dalam bukunya Atomic Habits, mengatakan bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan dalam hidup kita bisa memberikan perubahan yang luar biasa.Â