Hujan rajin membasahi wilayah Indonesia. Bulan April dan Mei sudah berlalu. Bulan Juni pun sudah melewati pertengahannya. Namun, musim kemarau tak kunjung datang. Hal ini disebabkan oleh fenomena La Nina yang sudah memasuki tahun ketiganya.
Menanggapi hal ini sebaiknya, mari kita bersyukurlah! Karena saat ini, dibelahan lain dunia, mereka sedang mengalami kekeringan.
Tanggal 17 Juni, hari ini, kita memperingati Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan.
Oleh karena itu kita tidak boleh senang dulu!
Faktanya, Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) mencatat bahwa Indonesia memiliki lahan kritis seluas 14,01 juta hektar di tahun 2018. Yang artinya, seluas 14 juta hektar lahan Indonesia menjadi "cacat" karena berkurangnya kemampuan untuk ditanami atau menghasilkan hasil bumi.Â
Tanah tersebut perlahan akan mengalami degradasi, kehilangan kemampuan untuk menyerap air, mengering dan berubah menjadi gurun. Proses itu kita sebut dengan "desertifikasi".Â
Bahayanya, ancaman ini tak terlihat dan tidak disadari oleh masyarakat, tetapi dampaknya amat luas dan mendalam.
Tanah yang mengalami proses desertifikasi ini kehilangan kemampuannya untuk mengikat air. Lalu?Â
Akibatnya kekeringan terjadi, lahan tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan, sehingga terjadi penurunan biodiversitas, perubahan ekosistem, penurunan produksi pangan, hingga akhirnya memicu munculnya permasalahan ekonomi dan sosial.
Karena air adalah sumber kehidupan. Manusia tidak dapat hidup tanpa air. Tanpa air akan terjadi bencana kelaparan. Tanpa adanya fasilitas air bersih, sulit bagi kita untuk memberikan perawatan kesehatan yang layak.
Menurut United Nation Convention to Combat Desertification (UNCCD), kekeringan telah membunuh 650 ribu jiwa sejak tahun 1970 hingga 2019. Dan sebanyak 55 juta orang merasakan efek samping dari kekeringan, di mana anak-anak dan wanita menjadi korban utamanya.
Berikut ini adalah gambaran negara yang merasakan dampak dari kekeringan dalam 2 tahun terakhir (2020-2022).
Bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang dianggap cukup rentan terhadap kekeringan di tahun 2022.
Seluruh dunia sedang berpacu dengan waktu untuk melawan laju degradasi tanah dan kekeringan. Deforestasi dan perubahan iklim menjadi faktor utama yang mendorong percepatan degradasi tanah dan kekeringan.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan?
Bagi kita yang sadar, mari kita bersama-sama menyebarkan kesadaran akan pentingnya tanah dan apa itu degradasi tanah, serta dampaknya.
The atmosphere, the earth, the water and the water cycle - those things are good gifts. The ecosystems, the ecosphere, those are good gifts. We have to regard them as gifts because we couldn't make them. We have to regard them as good gifts because we couldn't live without them.
 -Wendell, Berry
Mulai dari hal kecil di sekitar kita
Belajar dari China yang telah berhasil menyulap gurun menjadi hutan. Mereka tekun menanami gurun dengan pohon!
China telah membuktikan bahwa mengubah gurun menjadi hutan bukanlah hal yang tidak mungkin. Namun, kegiatan itu sungguh memakan waktu dan membutuhkan biaya yang besar. Jadi, kenapa Indonesia harus menunggu berubah jadi gurun baru mulai menanam? Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati? Lebih baik menanam pohon sebelum kehilangan tanah subur!
Pohon dapat membantu meningkatkan ketersediaan air. Akar-akar pohon dapat mengikat tanah, mencegah tanah tertiup angin dan terhempas oleh air (mencegah erosi), serta mengikat air dalam tanah.Â
Adanya hutan sebenarnya telah membantu pembentukan hujan, melalui proses evaporasi. Setiap hari pohon-pohon yang ada di hutan akan menyerap air dari tanah melalui akar, lalu disalurkan ke bagian daun dan dilepaskan ke udara sebagai uap air. Uap air tersebut kemudian akan membentuk awan dan jatuh sebagai hujan.
Di samping itu, hutan akan meningkatkan kelembapan lingkungan dan menurunkan suhu bumi.
Di rumah, kita bisa mulai dari menanam bambu, pandan wangi, atau tanaman hias Sanchezia speciosa (cacak gading) untuk membantu penyerapan air. Sedangkan urban farming, memanfaatkan lahan untuk kebun sayur-sayuran atau kebun tanaman hias bisa meningkatkan kesuburan tanah. Dengan catatan, kebunnya dibuat bebas pestisida dan fungisida ya... karena bisa menurunkan kesuburan tanah.
2. Membuat lubang biopori
Lubang biopori atau lubang resapan dapat meningkatkan penyerapan air hujan. Selain itu, lubang ini bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kompos dari sampah organik, sehingga bisa meningkatkan kesuburan tanah.
Cara membuat lubang biopori cukup mudah, yaitu:
- Buat lubang silindris berdiameter 10 cm dengan kedalaman satu meter.Â
- Beri jarak antar lubang antara 50-100 cm.
- Mulut lubang biopori kemudian disemen dengan ketebalan 2 cm dan lebar 2-3 cm.
- Setelah itu, lubang diisi dengan sampah organik: sampah dapur, sisa tanaman, atau dedaunan. Kita dapat menambahkan sampah bila volumenya berkurang.
- Kompos dapat dipanen setiap minimal 3 bulan sekali.
3. Lain-lain
Mendukung gerakan peduli lingkungan, seperti menggunakan peralatan yang ramah lingkungan, melakukan bisnis ramah lingkungan, membuat sumur resapan, dan mendanai serta turut aktif dalam gerakan peduli lingkungan.
***
Mari kita mulai dengan hal-hal kecil terlebih dahulu karena sekecil apapun itu, berarti kita sudah turut melindungi bumi kita, dan tindakan kita tetaplah berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H