Dilansir dari Forbes, sebanyak 0.21% listrik dunia digunakan untuk menambang Bitcoin. Besar energi yang digunakan kira-kira sebesar energi listrik yang digunakan oleh Switzerland dalam 1 tahun.
Jumlah energi yang besar tersebut menjadi sia-sia ketika energi tersebut dapat digunakan untuk hal-hal lain yang lebih berguna. Di Indonesia, ketika akses listrik daerah yang masih terbatas di sejumlah daerah.
Lalu, bila ditelusuri lebih dalam lagi, energi listrik yang digunakan untuk menambang Bitcoin berasal dari energi yang tidak terbaharukan menyebabkan penambangan Bitcoin ini tidak ramah terhadap lingkungan. Contohnya negara Kazakhstan yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber utama listriknya. Bila dikalkulasi, emisi karbon yang dihasilkan dari penambangan Bitcoin ini sangatlah besar. Estimasi emisi karbon yang dihasilkan secara global dapat mencapai 22.9 juta metrik ton CO2 Â per tahun, yaitu setara dengan emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh 2.6 ~ 2.7 miliar rumah di dunia per tahun.
Selain itu, penambangan uang kripto mempercepat kerusakan perangkat elektronik, menyebabkan perangkat elektronik menjadi sampah setelah penggunaan selama 1.5 tahun saja. Sampah-sampah elektronik ini bersifat beracun, karena mengandung bahan seperti PCB. Bila tidak dikelola dengan baik, PCB dapat mencemari lingkungan baik perairan dan tanah, dan dalam jangka panjang bila terkonsumsi dapat menyebabkan penyakit degeneratif -- kanker, peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes, dan lain-lain.
Saat ini Bitcoin sudah menyebabkan peningkatan panas global sebesar 2C, ketika menurunkan 2C adalah hal yang begitu sulit untuk dilakukan. Apa yang akan terjadi, bila suhu bumi terus menerus naik dan es di kutub utara mencair?
Oleh karena itu, beberapa proyek sebagai usaha untuk menekan emisi karbon oleh uang kripto secara keseluruhan telah dicanangkan.
- Tesla akan membentuk Dewan Penambangan Bitcoin untuk meningkatkan transparansi konsumsi energi.
- Crypto Climate Accord (CCA), yaitu aliansi dari pelaku pasar uang kripto yang berkomitmen akan menjalankan blockchain uang kripto dengan sepenuhnya menggunakan energi terbaharukan di tahun 2025 dan mencapai emisi nol bersih dari konsumsi listrik yang terkait dengan semua operasi seluruh uang kripto pada tahun 2030.
- Ethereum menerapkan sistem validasi "proof of stake" untuk mengurangi penggunaan energi sebesar 99.95% pada tahun 2022.
Lain halnya dengan China, China telah melarang penambangan Bitcoin dan menetapkan seluruh transaksi dengan uang kripto adalah ilegal karena pengaruhnya terhadap lingkungan. Sebelumnya China telah menyumbang 75% dari total energi di dunia yang digunakan untuk menghasilkan Bitcoin, dan kini konsumsi energi tersebut telah turun menjadi 46%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H