Mohon tunggu...
melia tjoa
melia tjoa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945

saat ini saya sedang menempuh pendidikan S2 di Universitas 17 Agustus 1945

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Asas Legalitas sebagai Dasar Penerapan Non-retroaktif

15 September 2023   21:28 Diperbarui: 15 September 2023   22:01 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang -- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan dasar Negara Republik Indonesia, yang menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang kedaulatannya berada di tangan rakyat. Dalam kehidupan sehari -- hari masyarakat membutuhkan aturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang dapat menciptakan keadilan, kepastian dan manfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini masyarakat sebagai subyek hukum dituntut untuk memahami keberadaan hukum (fiksi hukum), sedangkan masyarakat yang berwenang dalam jabatannya ditunjuk sebagai aparat Negara tentu harus memahami asas hukum. 

Asas hukum sendiri merupakan dasar lahirnya suatu peraturan hukum atau sebagai ratio legis. Sebagai masyarakat hukum tentu harus memiliki akal dan kemampuan dalam berpikir secara kritis, rasional dan argumentative. Dengan demikian akan muncul argumentasi hukum yang seringkali menimbulkan dissenting opinion atau perbedaan pendapat.

Apa acuan yang dapat digunakan dalam memberikan argumentasi hukum? Argumentasi hukum merupakan jenis penalaran yang melibatkan intelektual seseorang dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang -- undangan dan dapat dituangkan dalam pertimbangan hukum. Dengan menggunakan metode penalaran masyarakat dituntut berpikir dan memahami dengan menggunakan logika berpikir dengan nalarnya dan berlandaska secara umum pada hubungan sebab akibat. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penalaran adalah "cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran: kepercayaan takhayul serta ~ yang tidak logis haruslah dikikis habis; 2 hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman; 3 proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip;~ berputar cara berpikir yang tidak lugas". Sedangkan argumentasi adalah "alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan." 

Oleh sebab itu, argumentasi hukum harus memuat asas -- asas berikut :

  • Asas keadilan
  • Hukum yang berlaku
  • Logika dan rasionalitas
  • Bukti yang relevan
  • Kepastian hukum

Dalam argumentasi hukum, tidak menutup kemungkinan retroaktif (berlaku surut) diberlakukan sebagai upaya untuk menerapkan hukum baru atau putusan pengadilan terhadap peristiwa atau kasus yang terjadi sebelum peraturan tersebut berlaku. Namun hal tersebut adalah hal yang kompleks dan kontroversial. 

Oleh sebab itu penting untuk dipahami bahwa asas hukum sebenarnya tidak berlaku surut mengingat adanya asas legalitas dan kekosongan hukum. Khususnya dalam hukum pidana, sangat penting kaitannya dengan locus dan tempus, dengan demikian hakim sebagai aparat penegak hukum dapat menerapkan Undang -- Undang yang berlaku pada waktu delik tersebut dilakukan (tempore delicti). Apabila suatu tindakan memenuhi unsur delik pidana namun belum ada ketentuan yang mengatur, maka tentu saja tindakan tersebut tidak dapat dituntut dan dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan :

"tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/ atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang -- undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan". 

Ketentuan inilah yang dikenal sebagai asas legalitas, atau dikenal dengan asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali. 

Asas legalitas mengandung arti tersendiri, yaitu :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana apabila belum ada peraturan perundang -- undangan yang mengatur;

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh menggunakan analogi;

3. Aturan -- aturan hukum pidana tidak berlaku surut;

Selain itu, hukum juga tidak dapat mempidanakan hanya berdasarkan pada kebiasaan, harus ada perumusan delik secara jelas sebagai pegangan bagi warga masyarakat dalam bertingkah laku dan memberikan kepastian kepada penguasa mengenai batas -- batas kewenangannya serta tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan oleh Undang -- Undang secara tertulis. 

Yang mana penuntutannya hanya dapat dilakuakn menurut Undang -- Undang, dengan demikian hukum pidana akan tersusun secara sistematis dan akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat guna melindungi masyarakat dari para penguasa yang sengaja menggunakan kekuasaannya/ jabatannya demi kepentingannya atau sewenang -- wenang. Ada satu pengecualian yang dibuat dalam Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana terhadap ketentuan retroaktif apabila ketentuan tersebut menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana.

Lalu bagaimana jika dalam hukum berlaku secara retroaktif? Akan timbul kekosongan hukum, yang artinya suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang -- undangan yang mengatur tata tertib/ perilaku dalam masyarakat. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan kebingungan dan kekacauan mengenai aturan apa yang harus dipakai dan diterapkan. Sedangkan Hakim juga tidak diperbolehkan untuk menolak dalam mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak diatur secara jelas dalam Undang -- Undang. Maka untuk mengatasinya sesuai ketentuan Pasal 27 Undang -- Undang Nomor 14 Tahun 1970 menyebutkan :

"Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat". 

Oleh sebab itu, hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht Vinding). Walaupun pada akhirnya hukum yang dihasilkan oleh hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya berlaku bagi pihak -- pihak yang berperkara. Ini ditegaskan dalam Pasal 21 A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving Voor Indonesia; Stb. 1847 : 23) yang menyatakan bahwa "hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum". Dimana pandangan setiap hakim pun juga berbeda -- beda, sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan hukum yang sama. Dari sana juga akan timbul argumentasi hukum yang membuat masyarakat menjadi kebingungan.

Inilah mengapa asas non-retroaktif menjadi suatu perdebatan yang kontroversial, baik dalam masyarakat maupun dalam lingkup jabatan tertentu. Karena beberapa orang menilai ada beberapa kasus dimana seharusnya hukum memberlakukan secara retroaktif contohnya kejahatan kemanusiaan/ pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi di masa lalu saat belum ada peraturan perundang -- undangan yang mengatur. 

Contoh lain adalah perdebatan terkait dengan tindak pidana korupsi yang seringkali terjadi dalam masyarakat Indonesia. Jelas bagi sebagian masyarakat non-retroaktif dapat memberikan kepastian hukum, namun sebagian masyarakat menganggap non-retroaktif meniadakan keadilan bagi masyarakat. Tentu akan muncul berbagai macam penafsiran, tergantung pada argument yang dibangun dan penilaian hakim apakah Undang -- Undang yang dipersoalkan tidak bertentangan dengan konstitusi.

Dengan demikian dapat disimpulkan, berlaku retroaktif atau tidaknya sebuah hukum hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Perbedatan terkait retroaktif sendiri merupakan konsekuensi atas penerapan asal legalitas. Namun jika mengacu pada Negara Indonesia yang memiliki ketentuan hukum secara jelas sebagaimana dituangkan dalam Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana dalam menjatuhkan pidana harus memenuhi norma -- norma atau unsur yang terkadung dalam setiap ketentuan pidana baik secara materiil maupun secara formil maka jelas bahwa retroaktif tidak berlaku sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana (KUHP).

Melia Surya Kusuma, S.H. 

NIM : 1322300017

Mahasiswa S2 Magister Hukum Universitas 17 Agustus 1945

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun