Latar Belakang :
Dalam pengertian yang sederhana kata “kontrak” dikenal sebagai kegiatan sewa menyewa yang dilakukan oleh dua pihak (penyewa dan yang menyewakan) atas suatu kebendaan dalam jangka waktu tertentu dengan dibebani oleh syarat-syarat yang ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Namun dalam pengertian yang lebih luas, kata “kontrak” diartikan pula sebagai “perjanjian” seperti halnya dinyatakan oleh Subekti bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana duaorang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1)
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita sampai-sampai kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Dalam pengertiannya yang luas, kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan sumpah perkawinan sedang menjalin kontrak perkawinan; orang yang memiliki anak membuat kontrak untuk merawat dan menafkahi anak tersebut; seseorang yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan di pasar sedang menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut dalam jumlah tertentu. Sedangkan kontrak komersial dalam pengertiannya yang paling sederhana, adalah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis.2)
Dari sifat dan ruang lingkup hukum yang mengikatnya, kontrak dapat berupa kontrak nasional dan kontrak internasional. Kontrak nasional tidak lain adalah kontrak yang dibuat oleh dua individu (subjek hukum) dalam suatu wilayah negara yang tidak ada unsur asingnya. Sedangkan kontrak internasional adalah suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat unsur asing (foreign element).3) Unsur asing dalam hal ini adalah adanya keterkaitan sistem hukum dari (negara) salah satu pihak yang terlibat dalam kegiatan kontrak tersebut sebagaimana pilihan hukum (choice of law) yang disepakati diantara keduanya.
Secara teoritis, unsur asing yang dapat menjadi indikator suatu kontrak adalah kontrak nasional yang ada unsur asingnya yaitu:
1.Kebangsaan yang berbeda;
2.Domisili hukum yang berbeda dari para pihak;
3.Hukum yang dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
4.Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5.Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;
6.Objek kontrak berada di luar negeri;
7.Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
8.Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut. 4)
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat meninjau sumber hukum kontrak internasional itu sendiri yang digolongkan ke dalam 7 (tujuh) bentuk hukum sebagai berikut:
1.Hukum nasional (termasuk peraturan perundang-undangan suatu negara baik yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kontrak);
2.Dokumen kontrak;
3.Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional yang terkait dengan kontrak;
4.Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak;
5.Putusan pengadilan;
6.Doktrin;
7.Perjanjian internasional (mengenai kontrak).5)
Dari ke-7 (tujuh) sumber hukum di atas, “perjanjian internasional” merupakan sumber hukum paling utama dalam kontrak internasional yang terdiri dari Contracts for the Internasional Sale of Goods (CISG) dan the UNIDROIT Principle of International Contracts tahun 1994 yang selanjutnya disebut prinsip UNIDROIT. Menurut Taryana Soenandar, CISG berlaku terhadap kontrak jual beli barang yang para pihaknya memiliki tempat usaha di negara yang berbeda. Ruang lingkup jual beli barang dibatasi hanya untuk tujuan komersial bukan untuk tujuan pribadi atau kepentingan pemerintah. CISG tidak berlaku terhadap jual beli barang untuk dipakai sendiri, kepentingan keluarga, atau untuk kebutuhan rumah tangga, kecuali ketika menutup kontrak si penjual tidak mengetahui penggunaan barang. CISG juga tidak berlaku terhadap jual beli melalui lelang, eksekusi oleh otoritas tertentu, jual beli saham, sekuritas investasi, surat berharga atau uang, kapal laut, hovercraft, pesawat udara, dan listrik. Sementara prinsip-prinsip UNIDROIT merupakan prinsip umum bagi kontrak komersial internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional, atau dipakai oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi komersial internasional sebagai pilihan hukum.6)
Prinsip-prinsip kontrak internasional UNIDROIT ini merupakan sumber hukum kontrak internasional yang dibuat sebagai upaya menciptakan suatu harmonisasi hukum dan aturan-aturan dalam perdagangan internasional agar perbedaan suatu sistem hukum dengan sistem hukum lainnya tidakmenjadi hambatan bagi para pihak dalam melakukan transaksi perdagangan internasional.7)
Meskipun upaya untuk menciptakan harmonisasi sistem hukum sebagaimana menjadi tujuan dibentuknya konvensi UNIDROIT ini sudah terwujud dalam prinsip-prinsip pengaturannya, namun dalam kenyataan internasional, para pelaku bisnis cenderung mendapat kesulitan untuk menyesuaikan pilihan hukumnya.
Pilihan hukum para pelaku bisnis lebih cenderung menggunakan rules of law daripada hukum nasional dalam praktik penyusunan kontrak komersial sebagai the governing law dari kontrak yang mereka buat. Hal ini dikarenakan hukum perdata internasional seringkali mendapat kesulitan dalam penerapannya sehingga para pihak bebas memilih prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai dasar penyelesaian sengketa. 8)
Dilema memilih suatu sistem hukum bagi para pihak ini pada umumnya berkaitan dengan aspek lintas batas negara. Misalnya pilihan hukum yang dihadapkan pada para pihak yang berlainan kenegaraan (Indonesia dengan pihak asing) sebagaimana dinyatakan oleh Erman Radjagukguk bahwa untuk perjanjian yang mempunyai aspek trans-nasional, masalah pilihan hukum menjadi penting. Tidak semua pihak asing merasa “comfortable” bahwa perjanjiannya, walaupun menyangkut Indonesia, diatur dan ditafsirkan menurut hukum Indonesia. Pilihan hukum asing untuk suatu perjanjian yang menyangkut Indonesia adalah sah dan mengikat. Masalahnya bagi penyusunan perjanjian adalah, apakah pilihan demikian praktis dan efektif.9)
Jika didasarkan pada derajat kekuatan mengikatnya, hukum nasional merupakan sumber hukum yang utama daripada sumber lainnya meskipun tidak mutlak karena dalam hal-hal tertentu sumber hukum yang satu ataupun lainnya dapat menjadi pilihan hukum yang utama bagi para pihak dalam menyusun suatu kontrak, namun selayaknya jika diantara kedua sistem hukum tersebut dapat saling menyesuaikan sebagaimana kesepakatan dari para pihak yang bersangkutan.
Prinsip-prinsip Kontrak Internasional UNIDROIT :
1.Prinsip kebebasan berkontrak
Prinsip pertama, kebebasan berkontrak, termuat dalam Pasal 1.1 Prinsip UNIDROIT. Pasal ini menegaskan adalah kebebasan para pihak untuk membuat kontrak, termasuk kebebasan untuk menentukan apa yang mereka sepakati. Pasal ini menyatakan: “ The parties are free ti enter into a contract and to determine its contennt.” 10)
Prinsip kebebasan diwujudkan dalam 5 (lima) bentuk prinsip hukum, yaitu:
1)Kebebasan menentukan isi kontrak;
2)Kebebasan menentukan bentuk kontrak;
3)Kontrak mengikat sebagai undang-undang;
4)Aturan memaksa (mandatory rules) sebagai pengecualian;
5)Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip UNIDROIT yang harus diperhatikan dalam penafsiran kontrak.11)
2.Prinsip pengakuan hukum terhadap kebiasaan dagang
Prinsip kedua, prinsip kekuatan mengikat praktek kebiasaan dagang, merupakan prinsip yang disebut pula sebagai keterbukaan terhadap kebiasaan dagang. Pengakuan terhadap praktek kebiasaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kebiasaan dagang bukan saja secara fakta mengikat tetapi juga karena ia berkembang dari waktu ke waktu. Prinsip ini termuat dalam Pasal 1.8 prinsip UNIDROIT. Menurut pasal ini, para pihak tidak saja oleh kebiasaan dagang yang telah berlaku diantara mereka dan kebiasaan dagang yang mereka sepakati, tetapi juga oleh “a usage which they have widely known to and regularly observed in international trade by parties in the particular trade concerned, exept where the application of such a usage would be unreasonable.”12)
3.Prinsip itikad baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing)
Terdapat tiga unsur dari prinsip itikad baik dan transaksi jujur, yaitu:
a)Itikad baik dan transaksi jujur sebagai prinsip dasar yang melandasi kontrak;
b)Prinsip itikad baik dan transaksi jujur dalam UPICCs ditekankan pada praktik perdagangan internnasional;
c)Prinsip itikad baik dan transaksi jujur bersifat memaksa.13)
Itikad baik, adalah prinsip yang sebenarnya mencerminkan warna hukum Eropa dari UNIDROIT. Prinsip ini termuat dalam Pasal 1.7 yang menyatakan: “(e)ach party must act in accordance with good faith and fair deal-ing in international trade.” Tujuan utama prinsip ini sebagaimana yang dicitakan oleh UNIDROIT adalah tercapainya suatu keadaan yang adil dalam transaksi-transaksi dagang internasional.14)
4.Prinsip force majeure
Prinsip penting Force Majeure atau keadaan memaksa (juga kadang disebut keadaan kahar) termuat dalam Pasal 7.1.7 Prinsip UNIDROIT. Pasal ini berbunyi sebagai berikut:
“(1) Non-performence bya party is execused if that party proves that the non-performance was due to an impediment beyond its control and that it could not reasonably be expected to have taken the impediament into account at the time of the conclusion of the contract or to have avoided or overcome it or its consequences.
(2) When the impediment is only temporary, the execuse shall have effect for such period as is reasonable having regard to the effect of the impediment on the performance of the contract.
(3) The party who fails to perform must give notice to the other party of the impediment and its effect on its ability to perform. If the notice is not received by the other party within a reasonable time after the party who fails to perform knew or ought to have known of the impediment, it is liable for damages resulting from such non-receipt.
(4) Nothing in this article prevent a party from exercising a right to terminate the contract or to withhold performance or request interest on money due.”
Bunyi pengaturan artikel tersebut adalah rumusan yang umum, termasuk dalam hukum nasional kita. Rumusan tersebut adalah;
(1)Peristiwa yang menyebabkan force majeure merupakan peristiwa yang di luar kemampuannya;
(2)Adanya peristiwa tersebut mewajibkan pihak yang mengalaminya untuk memberitahukan pihak lainnya mengenai telah terjadinya force majeure.15)
Prinsip-prinsip Hukum Kontrak di Indonesia:
1.Prinsip konsensualisme (consensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.16)
2.Prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Prinsip kebebasan berkontrak dalam hukum perdata terdapat dalam pasal 1338 yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. 17)
3.Prinsip kepastian hukum (Facta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagao pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.18)
4.Itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus Sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Perang Dunia I.19)
5.Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPer berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPer yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPer, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPer untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPer memiliki ruang lingkup yang luas.20)
Teori-teori Mengikatnya suatu Kontrak : 21)
1.Teori Kehendak (Wilstheori)
Menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi suatu perjanjian adalah kehendak para pihak. Perjanjian mengikat kalau kedua kehendak telah saling bertemu dan perjanjian mengikat atas dasar kehendak mereka (para pihak) patut dihormati. Prinsipnya, menurut teori ini suatu persetujuan yang tidak didasarkan atas suatu kehendak yang benar adalah tidak sah. Teori inilah yang berlaku pada saat pembentukan KUHPerdata. Konsekuensinya: kalau orang memberitahu suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan kehendaknya, maka pernyataan tersebut tidak mengikat dirinya; perjanjian tidak muncul atas dasar pernyataan yang tidak dikehendaki. Agar pernyataan mengikat, ia harus didasarkan atas kehendak.
2.Teori Gevaarzetting
Teori ini pada prinsipnya mengatakan bahwa barang siapa turut serta dalam pergaulan hidup, harus mau menerima konsekuensi, bahwa tindakan/sikapnya termasuk pernyataannya dapat membahayakan orang lain, yaitu adanya orang lain menderita kerugian karenanya. Konsekuensinya harus mau menanggung akibat kerugian tersebut atau dengan perkataan lain setiap orang yang turut serta dalam pergaulan hidup harus menerima konsekuensi bahwa tindakan dan ucapannya mungkin ditafsirkan oleh pihak lain menurut arti yang dianggap patut ooleh anggota masyarakat tersebut.
3.Teori Pernyataan
Yang menjadikan patokan dalam teori ini adalah apa yang dinyatakan seseorang. Kalau pernyataan dua orang sudah saling bertemu, maka perjanjian sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak. Kepastian hukum dalam pergaulan hidup menuntut bahwa orang harus bisa berpegang pada pernyataan-pernyataan orang lain.
4.Teori Kepercayaan
Yang menjadi patokan dalam teori ini adalah pernyataan seseorang tetapi dengan pembatasan apakah pihak lain tahu atau seharusnya tahu bahwa orang dengan siapa dia berunding adalah keliru. Dengan perkataan lain yang menentukan bukan pernyataannya tetapi keyakinan, kepercayaan yang ditimbulkan oleh pernyataan tersebut. Dengan demikian sepakat terjadi kalau pernyataan kedua belah pihak menurut ukuran normal saling membangkitkan kepercayaan, bahwa antara mereka telah terjadi sepakat yang sesuai dengan kehendak mereka tetapi kehendak ini disingkirkan karena yang menjadi patokan sesungguhnya adalah kepercayaan yang muncul dari pernyataan.
Analisis Sederhana :
Secara umum prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT pada dasarnnya memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip hukum kontrak yang berlaku di Indonesia baik dalam tujuan pembentukannya maupun dalam prinsip pengaturannya. Tujuan yang sama yaitu bahwa kedua prinsip yang berlainan teritorial tersebut diciptakan sebagai upaya untuk memudahkan para pihak dalam bertransaksi sehingga perbedaan sistem yang ada tidak lagi dijadikan sebagai kendala untuk menciptakan harmonisasi. Harmonisasi tersebut akan terwujud ketika prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT serta prinsip hukum kontrak yang berlaku di Indonesia mampu mendorong terlaksananya tujuan pokok dari keseluruhan point yang ada.
Perbedaan yang secara nyata tidak mungkin dapat dihilangkan ialah aspek teritorial dimana penerapan prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT sasaran utamanya adalah teritory internasional sedangkan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia berada dalam teritorial Indonesia sehingga hanya berlaku secara nasional. Namun demikian bukan berarti bahwa prinsip-prinsip nasional secara mutlak tidak dapat digunakan untuk transaksi internasional, justru prinsip-prinsip yang terakumulasi sebagai hukum nasional ini merupakan akar dari pembentukan kontrak internasional karena kontrak internasional muncul sebagai hukum nasional yang diberi unsur asing yaitu berbedanya kebangsaan, domisili, pilihan hukum, tempat penyelesaian sengketa, penandatanganan kontrak, objek, bahasa, dan mata uang yang digunakan semuanya dilekati oleh unsur asing sehingga menimbulkan perbedaan sistem diantara kontrak internasional dengan ketentuan kontrak di indonesia. Namun demikian diantara keduanya memiliki prinsip fundamental yang sama.
Dari aspek pengaturannya, antara prinsip UNIDROIT dengan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia memiliki banyak kesamaan antara lain:
1.Adanya prinsip konsensualisme. Dalam kontrak UNIDROIT kesepakatan para pihak merupakan hal yang mutlak bagi terbentuknya suatu kontrak meskipun tidak dibuat secara formal (tertulis). Demikian juga dalam prinsip hukum kontrak di Indonesia, konsensus para pihak yang termuat dalam pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah adanya sepakat para pihak merupakan sesuatu yang paling penting meskipun tidak dilakukan secara tertulis karena dalam ketentuan pasal tersebut pun tidak menyebutkan adanya kewajiban para pihak untuk menuangkan kesepakatannya dalam bentuk tertulis. Formalitas tulisan hanya dibutuhkan sebagai alat pembuktian jika terjadi sengketa yang mengharuskan dibuktikannya suatu alasan persengketaan.
2.Adanya prinsip kebebasan berkontrak, yang pada intinya memberikan peluang kepada para pihak untuk menentukan apa yang mereka sepakati, baik berkaitan dengan bentuk maupun isi dari kontrak itu sendiri. Prinsip kebebasan berkontrak ini dilandasi oleh teori kehendak dan teori pernyataan sebagaimana juga sesuai diterapkan pada prinsip konsensualisme karena tanpa adanya kehendak dan pernyataan maka tidak akan timbul konsensus diantara para pihak sehingga jika tidak ada kesepakatan maka daya mengikat dari suatu kontrak akan tidak berlaku.
3.Adanya prinsip itikad baik, yang pada intinya bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi para pihak dalam bertransaksi. Prinsip ini merupakan landasan utama untuk para pihak mengadakan kontrak, sesuai dengan teori kepercayaan sebagai dayamengikatnya suatu kontrak karenadiawali dengan itikad baik maka akan menumbuhkan saling kepercayaan sehingga kontrak dapat direalisasikan dengan baik. Setiap pihak harus menjiunjung tinggi prinsip ini dalam keseluruhan jalannya kontrak mulai dari proses negosiasi, pembuatan, pelaksanaan sampai kepada berakhirnya kontrak.
4.Prinsip kepastian hukum. Adanya prinsip kepastian hukum memberikan perlindungan bagi para pihak dari itikad tidak baik pihak –pihak bersangkutan ataupun pihak ketiga. Kontrak yang telah disepakati dianggap berlaku mengikat seperti undang-undang bagi para pembuatnya dan tidak bisa diubah tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang membuatnya.
Konsekuensi dari pelaksanaan semua prinsip di atas pada akhirnya akan bermuara pada suatu teori gevaarzetting yang intinya adalah sebuah konsekuensi akhir yang harus diterima oleh adanya akibat dilaksanakannya suatu kehendak membuat kontrak. Keuntungan ataupun kerugian yang ditimbulkan itu sudah harus menjadi tanggung jawabnya para pihak yang bersangkutan. Pelanggaran dari kesepakatan yang telah dibuat antara para pihak akan menimbulkan kerugian yang wajib ditanggung oleh pihak yang mendapat kerugian tersebut tanpa tuntutan kepada pihak yang lainnya.
Pilihan hukum yang digunakan sejak proses negosiasi, pada tahap ini sudah tidak lagi dapat digunakan karena pada tahap ini adalah tahap pencapaian hasil dari segala kontrak yang telah disepakati bersama diantara para pihak.
1) Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hlm 1.
2) Karla C. Shippey, J.D, Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, world Trade Press, hlm 1.
3) Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm 1.
4) Huala Adolf, ibid, hlm 4.
5) Huala Adolf, Ibid, hlm 69.
6) Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit, _______, hlm 34-35.
7) Huala Adolf, op-cit, hlm 88.
8) Taryana Soenandar, op-cit, hlm 35.
9) Erman Radjagukguk, Hukum Kontrak Internasional, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, hlm 8.
10) Huala Adolf, op-cit, hlm 89.
11) Tarya Soenandar, op-cit, hlm 37.
12) Huala Adolf, op-cit, hlm 90.
13) Taryana Soenandar, op-cit, hlm 42.
14) Huala Adolf, op-cit, hlm 90-91.
15) Huala Adolf, ibid, hlm 91.
16) Rosa Agustina T. Pangaribuan, Asas-asas kebebasan berkontrak dan batas-batasnya dalam hukum perjanjian, www.theceli.com/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=176&Itemid=
17) Rosa Agustina T. Pangaribuan,ibid.
18) Torkis L. Tobing, Asas-asas dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis pada Hukum Perjanjian, kisltobing.blog.plasa.com/2009/03/11/asas-asas-dalam-berkontrak-suatu-tinjauan-historis-yuridis-pada-hukum-perjanj... - 49k -
19) Torkis L. Tobing. Ibid.
20) Torkis L. Tobing. Ibid.
21) J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm 195-210.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H