Oleh : Meliana ChasanahÂ
LGBTQ+ saat ini menjadi suatu gerakan massif yang banyak diikuti oleh berbagai negara di dunia. Kampanye LGBTQ+ yang didukung oleh organisasi dunia PBB berkamuflase menjadi gerakan global.
Tak sedikit pula yang menolak gerakan LGBTQ+ terutama umat Islam karena dianggap sebagai perbuatan menyimpang. Selain itu, perbuatan tersebut bisa menyebabkan penyakit menular, baik dari segi kesehatan maupun segi kejiwaan.
Seorang aktivis LGBTQ+ RC berkata, "Padahal tidak sebegitu mengerikannya kami, kami sama seperti manusia pada umumnya. Kami hanya ingin mendapatkan hak yang sama, tidak ingin didiskriminasi apalagi mendapat kekerasan."
LGBTQ+ bukan tentang seberapa mengerikannya mereka di khalayak umum. Dampak dari penularan itu yang bisa membahayakan orang-orang sekitarnya.
Dikutip dari akun Instagram KH. Hafidz Abdurrahman, MA @har030324, ada yang berusaha mencari pembenaran tentang diharamkannya LGBTQ+ bukan disebabkan karena substansinya, melainkan perbuatan di luarnya. Dengan asumsi bahwa LGBTQ+ itu seperti halnya alkohol.
"Ada yang menyamakan LGBT dengan perbuatan. Katanya, "Benda itu tidak haram dengan sendirinya, tetapi karena perbuatan." Jelas salah. LGBT itu adalah perbuatan, bukan benda," jelasnya.
LGBTQ+ seperti alkohol yang apabila diminum jelas haram, tetapi jika dipakai untuk obat tidak.
Ini adalah kesalahan analogi. Menganalogikan LGBTQ+ dengan alkohol itu salah. Tidak 'apple to apple', karena yang perbuatan yang satunya lagi benda.
Tentang alkohol sudah pasti haram dan zatnya yang memabukkan. Dibolehkannya menggunakan alkohol sebagai obat karena disertai adanya dalil rukhsoh yang membolehkan. Bukan karena logika.
LGBTQ+ bukan merupakan faktor turunan, melainkan terbawa dari orang yang menularkannya. Dalam hati kecil mereka sebenarnya tidak ingin semua itu menimpa pada dirinya. Karena hal sepele mendorong seseorang melakukan penyimpangan dan menjadi pelaku LGBTQ+.
Adapun kisah seorang gay berinisial 'T' yang menjadi gay dengan alasan ia tidak ingin mengeluarkan modal saat berkencan dengan perempuan. Alhasil, dia memilih berkencan dengan laki-laki dan dia menjadi perempuan agar ia dimodali. Namun, alasan itu yang menyebabkan orang tersebut berubah menjadi gay.Â
Baginya, secara sadar tahu dengan apa yang dialaminya. Pada saat ditanya, apakah LGBTQ+ menular, dia menjawab bahwa LGBTQ+ bisa menular. Dengan melihatnya berubah menjadi gay itu karena penularan. Dari hanya sekadar pendekatan lazim menjadi intim. Dua pria yang awalnya hanya berkawan kemudian menjadi sepasang kekasih.
Dia menuturkan kebanyakan teman kencannya adalah laki-laki yang sudah punya istri dan anak. Inilah yang bisa menyebabkan kerusakan akibat para pelaku LGBTQ+ yang katanya tidak berbahaya.
Memang secara fisik tidak terlihat berbahaya bagi orang lain. Namun, pelakunya dapat menularkan LGBTQ+ sebanyak yang ia bisa lakukan kepada orang lain.Â
Di balik semua itu dapat menyebabkan penyakit mematikan yang hinggap dalam tubuhnya. Contohnya HIV/AIDS.
Mereka mungkin tidak peduli dengan hidupnya, lebih memilih mengikuti hawa nafsunya sendiri. Mereka mengabaikan berbagai peringatan dan penelitian tentang penyakit LGBTQ+. Bahkan ayat-ayat suci Al-Quran bagaikan hanya angin lewat dan ditepis dengan argumen mereka sendiri.
Adapun dari kalangan LGBTQ+ tidak ingin memiliki orientasi seksual yang menyimpang seperti itu. Mereka pun ingin bisa sembuh dari penyakitnya dengan menempuh jalan panjang. Tentu kita harus mengapresiasi usaha mereka itu.
Gaya hidup LGBTQ+ telah membuat kerusakan moral dan ancaman kesehatan parah terhadap umat manusia. Berdasarkan penelitian dari John R. Diggs yang telah dilaporkan dalam jurnal Coprorate Resouce Council pada tahun 2002, aktivitas pasangan gay lebih berisiko terhadap masalah kesehatan.
Pasalnya, perilaku menjijikkan berhubungan seks dengan cara anal bisa menimbulkan berbagai penyakit akibat banyaknya bakteri yang bersarang pada bagian tersebut.Â
Kebanyakan penyakit yang menyerang pasangan gay adalah HIV/AIDS, sifilis, hepatitis, dan infeksi Chlamidya. Kini ada pula kasus cacar monyet yang diduga kuat oleh WHO berasal dari pesta gay di Belgia dan Spanyol.
LGBTQ+ merusak fitrah manusia, mencegah kelahiran, merusak moral, dan bisa menghancurkan keluarga yang normal. Mereka juga tidak segan melakukan kekerasan seksual terhadap laki-laki normal seperti yang pernah dilakukan oleh Reinhard Sinaga, yang dijuluki predator seks oleh pemerintah Inggris. Kampanye LGBTQ+ sama saja mempromosikan kerusakan moral secara global. ***
Sumber: https://www.facebook.com/954316118095486/posts/1913947135465708/?app=fbl
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H