Masya Allah, inilah cerita lebaran yang bisa saya nikmati dengan sepenuh jiwa dan raga dibanding lebaran tahun kemarin. Tahun kemarin saya harus menjaga si sulung yang baru pulang opname karena demam berdarah. Alhamdulillah tahun ini kami sekeluarga besar diberi nikmat sehat oleh Allah swt. Lebaran adalah wujud syukur tak terkira saya pada kasih sayang-Nya sehingga bisa berkumpul kembali dengan keluarga besar dalam keadaan sehat walafiat.
Hanya Bisa Melihat dari Kejauhan
Inilah cerita lebaran saya yang akan saya ikut sertakan dalam event Kjog. Lebaran 2023/1444 H adalah lebaran kedua saya setelah kembali ke kampung halaman. Tahun kemarin beberapa hari menjelang lebaran sampai beberapa hari setelahnya, saya menginap di RS untuk menjaga anak saya. Tahun ini saya ingin melihat suasana lebaran di tempat yang baru ini. Kami pun berniat ikut sholat Idulfitri di mushola perumahan.Â
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, "Ketika keluar dari rumah, Rasulullah SAW bertakbir pada Hari Raya Idul Fitri hingga tiba di Al-Mushala (tanah lapang)."
(HR Ad-Daruqutni, Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Sambil berjalan menuju masjid, saya dan keluarga bertakbir untuk menyatakan kebahagiaan menyambut lebaran. Kebahagiaan itu pun saya rasakan pada wajah-wajah jamaah yang berjalan menuju mushola.
Ada rasa haru di hati saya karena tidak bisa ikut sholat Idulfitri bersama para tetangga. Namun, saya harus membesarkan diri bahwa saya bisa mendengarkan khotbah dari kejauhan dan melihat orang-orang yang sholat berjamaah di lapangan. Sebenarnya ada perasaan sedih kala itu, tetapi tergantikan oleh hadits berikut ini.
Dari Hafshah, dia berkata," Tidaklah Ummu Athiyyah menyebut Rosulullah saw. melainkan dia (Ummu Athiyyah) berkata,' Biaba (Bapakku jadi jaminan)'. Ia bertanya kepadanya,' Apakah engkau pernah mendengar rosulullah saw. Menyebutkan hal ini dan itu?' Dia menjawab,' Iya, Bapakku jadi jaminan. Beliau pernah bersabda," Hendaknya perempuan yang tidak dipingit dan perempuan yang dipingit, serta perempuan yang sedang haid keluar untuk menyaksikan hari raya dan seruan kaum muslim, dan perempuan yang sedang haid hendaknya menjauh dari tempat sholat."
Shahih: Mutaffaq 'alaih dari kitab Shahih Sunan Nasa'i.
Oleh karena itulah, saya tetap  pergi ke mushola, mengajak anak-anak dan meninggalkan mereka di sana, sedangkan saya duduk jauh dari tempat sholat. Cuaca hari itu sejuk bahkan terasa gerimis mengenai wajah. Namun, semua itu tidak menyurutkan warga untuk menunaikan sholat Id. Ikut menyaksikan para jamaah berdiri, takbir, ruku, dan sujud serta mendengarkan khotbah Idulfitri sudah cukup bagi saya.
Sampai selesai khotbah, mata saya seakan berkabut. Keharuan melihat para tetangga saling sapa dan bersalaman seusai sholat seakan melebur dosa yang tak sengaja dilakukan. Pagi raya Idulfitri membawa banyak cerita, terkhusus saya dan keluarga.
Nasi Goreng Hidangan Istimewa Kami
Saat lebaran menu di atas meja biasa bermacam-macam, mulai dari rendang, opor, sambal kentang dan kacang selalu tersedia. Biasanya pun saya membuat brownies dan puding. Namun, tahun ini hidangan istimewa kami hanya nasi goreng.
Nasi goreng sederhana yang saya buat hanya menggunakan  sayur sawi putih dan telur. Itu pun sudah menjadi hidangan istimewa kami. Anak-anak yang memang menyukai nasi goreng tetap saja memakannya bahkan tidak menanyakan menu spesial di hari lebaran.Â
Setelah sholat Id, kami hanya bersilaturrahim pada 2 rumah saja karena sebagian besar rumah tidak ada penghuninya. Setelah itu barulah kami mudik ke rumah Emak selama beberapa hari dengan membawa hidangan spesial tadi.
Itulah cerita lebaran saya. Saya berharap tahun depan bisa merasakan Ramadan dan Idulfitri kembali. Tentu saja saya berharap semua amal ibadah yang dilakukan pada ramadan kali ini diterima oleh Allah swt. dan amalan itu bisa terus dilaksanakan setelahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H