Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Ternyata, Inilah Alasan Ayah Selektif Terhadap Teman Lelaki yang Datang ke Rumah

6 November 2022   07:20 Diperbarui: 6 November 2022   11:13 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan bertemu calon mertua sebelum perempuan menikah | Sumber: kazuma seki via parapuan.co

Pacaran seakan menjadi tren. Akhir-akhir ini berita sewa pacar menjadi perbincangan hangat di media massa. Zaman sudah aneh, bukan? Apakah menjadi sebuah kebanggaan jika sudah memiliki pacar?

Menurut banyak orang, pacaran bagi para remaja awal atau menjelang dewasa dianggap sebagai salah satu cara untuk mengenal seseorang lebih jauh. Bahkan orang yang memiliki pacar itu termasuk orang yang popular. 

Berpuluh tahun yang lalu, ketika saya masih SMP, teman-teman berbondong-bondong mencari pacar. Saya sampai heran kenapa mereka melakukannya. 

Setelah saya analisis sendiri, ternyata ada beberapa alasan mengapa mencari pacar pada saat itu terlihat gencar.

Pertama, pacaran dianggap sebuah prestige yang tinggi pada masa itu. Orang yang tidak memiliki pacar dianggap tidak gaul dan tidak cantik. Padahal ukuran gaul atau cantik itu bukan karena berpacaran melainkan sikap 'lincah' dari pasangan tersebut.

Kedua, pacaran dianggap bisa melindungi diri dari gangguan di jalan. Namun, pada kenyataannya orang yang  berpacaran yang membuat orang lain terganggu. Risih sekali saat melihat orang yang berpacaran dengan sikap seperti suami-istri, bemesraan di tempat umum tanpa sedikit pun rasa malu. Meskipun rasa malu itu ada, mereka menanggalkannya pada saat berpacaran.

Ketiga, faktor ekonomi. Dengan berpacaran, pasangan bisa dengan leluasa membuat dirinya 'kaya'. Kadang, pasangan ini tidak malu menggunakan uang dari pasangannya untuk keperluan pribadi. Ungkapan 'matre' seringkali terlontar untuk orang yang seperti ini.

Keempat, memiliki pacar katanya bisa memotivasi seorang remaja untuk lebih giat belajar. Kenyataannya, justru remaja yang berpacaran akan malas dan cenderung memikirkan pacarnya. Jika pun mereka terlihat giat, maka itu kamuflase yang sifatnya sekilas.

Keempat penyebab seseorang berpacaran itu hanya analisis rendahan dari saya. Entahlah bagaimana ayah dan ibu saya tidak pernah sekali pun bertanya tentang pacar sejak kecil sampai menjelang menikah. 

Kedua orang tua saya termasuk orang tua yang sangat berhati-hati bila saya berteman dengan laki-laki, terlebih ayah yang sangat protektif terhadap teman laki-laki.

Hal itu mungkin saja berdasarkan sifat kelaki-lakian di dalam diri ayah. Ayah tahu betul bagaimana sifat seorang laki-laki dan beliau berusaha menjaga anak-anaknya agar tidak terjebak dengan kata pacaran. Untungnya, saya sendiri tidak pernah memikirkan dan berusaha untuk memiliki pacar semasa sekolah atau bekerja.

Menurut saya, pacaran itu ribet. Ribet untuk bersikap seolah-olah baik, bisa, atau menyayangi pada saat berada dekat dengan pacar. 

Pacaran itu ribet dengan keinginan pasangan. Seorang pacar harus mengikuti keinginan pacaran padahal tidak semua keinginan itu disukai olehnya. Keluhan seperti ini seringkali terucap dari teman yang berpacaran.

Pexels.com
Pexels.com

Dalam Islam, pacaran sangat tidak dibenarkan. Ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan saat berpacaran itu tidak sepatutnya dilakukan oleh pasangan yang belum memiliki status suami-istri. 

Jalan bersama sambil berpegangan tangan, berpelukan, atau mencium adalah aktivitas yang tidak bisa dihindari saat berpacaran padahal aktivitas-aktivitas seperti itu sangat rentan terhadap perzinahan. Maka, tidak bisa dipungkiri bahwa di masyarakat kita sering terjadi perzinahan antara pemuda-pemudi pada saat mereka berpacaran.

Terbukti bahwa kasus-kasus perzinahan yang terjadi di masyarakat adalah bentuk penyangkalan terhadap larangan Allah swt. 

Dalam surat Al Isra': 32, Allah swt melarang untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah ke arah perzinahan, termasuk pacaran. Ini disebabkan karena perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan keji yang dilakukan pada diri sendiri.

Ketakutan-ketakutan seperti ini pula yang mungkin melatarbelakangi ayah saya untuk selektif menerima teman laki-laki yang datang ke rumah. 

Seingat saya, hanya beberapa lelaki saja yang diterima datang ke rumah kami. Laki-laki pertama itu adalah teman-teman dari remaja masjid yang ingin bermusyawarah membahas suatu kegiatan di masjid. Mereka datang berombongan. Jadi, bukan hanya lelaki saja yang ada pada saat itu.

Lelaki kedua adalah lelaki yang berniat menikahi saya. Ayah tidak pernah menolak bila seorang lelaki datang dengan maksud menikahi saya. 

Beliau akan bertanya banyak hal pada lelaki itu termasuk KTP yang bersangkutan dan saat itu saya pikir adalah sebuah interogasi. Namun akhirnya saya sadar bahwa dengan cara seperti itu ayah hanya ingin memastikan anaknya dalam keadaan baik dan bertemu dengan lelaki yang tepat. 

Sepertinya, hanya dua lelaki ini yang berani datang ke rumah. Sikap ayah juga sama dengan saudara saya yang lain yang memiliki banyak teman laki-laki. 

Ayah tak segan-segan menunjukkan muka masam bila beliau tidak setuju akan kehadiran teman laki-laki saudara saya itu. Padahal maksud kedatangan mereka adalah untuk mengerjakan tugas kuliah. 

Begitulah ayah, meskipun terkesan over protektif sikapnya mampu menjaga saya hingga sebuah pernikahan terjadi.

Untuk kita yang telah menjadi  atau yang akan menjadi orang tua, menjaga anak dari perbuatan keji adalah kewajiban. 

Berilah nasihat yang bermakna agar kehidupan yang dijalani anak sesuai dengan aturan-Nya. Sebab pada dasarnya sebuah aturan dibuat untuk menjaga diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun