Siapa yang mengira kalau untuk membuka sebuah rekening tabungan, misalnya di BRI. Saat itu diperlukan data orang lain, selain data pribadi keluarga inti. Saya pun berpikir hal yang sama tentang hal itu.
Saya pernah  untuk membuka tabungan pada beberapa bank. Setelah data diri yang sifatnya umum, seperti nama, alamat tanggal lahir, pendidikan, nomor HP, ada data seperti nama suami anak, penghasilan, dan lain sebagainya. Dibagian lain ada diminta nama ibu sebagai sarana masuk bila terjadi kesulitan mengakses tabungan. Sampai seperti itu yang harus dilaporkan pada bank. Padahal menurut saya hal seperti itu tidak harus dilakukan.
Berbekal penasaran, saya pun mencari tahu alasannya. Dikutip dari Kompas.com, bahwa penggunaan nama ibu kandung dalam lapisan keamanan adalah warisan sistem perbankan ratusan tahun lalu. Pada zaman dahulu, terutama orang Barat, nama ibu kandung adalah sesuatu yang sangat jarang diketahui oleh orang lain, alias hanya diketahui oleh lingkaran orang terdekat.
Perihal data nama ibu kandung semasa gadis seakan sudah tidak relevan lagi karena sebagian orang sudah tahu nama ibu kita. Seperti halnya Bjorka yang membobol data Erick Tohir, termasuk data orang tuanya. Sebenarnya, zaman sekarang ini data seperti itu sangat mudah didapat sehingga bank pun seharusnya sudah menerapkan cara lain agar keamanan nasabahnya bisa terjaga.
Beberapa tahun yang lalu, saat saya mencoba untuk melakukan transaksi online dengan menggunakan mobile banking, ternyata pihak bank sudah mengalami kemajuan. Kemajuan pertama adalah beralihnya sistem online dalam pembukaan rekening dan transaksi di bank. Biasanya semua aktivitas perbankan dilakukan secara offline. Semua itu bertujuan untuk mempermudah nasabah.
Dengan tujuan tersebut, bank pun membuat layanan dalam aplikasinya yang bisa diakses nasabah. Dengan digitalisasinya perbankan, pembukaan rekening tabungan tidak membutuhkan banyak syarat, hanya KTP. Selain aplikasi yang mudah diakses, bank pun menjaga nasabah dari penyalahgunaan data, seperti menggunakan kode OTP dan MPIN untuk masuk ke akun pribadi.
Tanpa kedua hal tersebut, nasabah akan kesulitan untuk mengakses secara online. Saya pribadi sangat bersyukur dengan sistem yang seperti itu karena perlindungan berlapis harus dilakukan sebelum terjadi kejahatan. Siber
Selain dari pihak bank yang memberikan perlindungan pada data pribadi nasabahnya, para nasabah pun harus bisa melakukan hal yang sama. Kejahatan di dunia maya sangat jelas dan sudah banyak kejadiannya. Suami saya pernah mengalaminya sehingga kami pun harus berhati-hati terhadap kejahatan siber.
Saya Sebagai Penyuluh Digital
Dengan era digitalisasi ini, bank BRI melakukan upaya tertentu agar tidak terjadi kejahatan siber, yaitu dalam bentuk penyuluhan digital dan BRI pada layanan digital yang ada.Â
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa ada 3 tugas penyuluh digital itu pertama, mengajak atau mengajari masyarakat yang belum melek layanan perbankan digital sehingga lebih digital savvy seperti bisa membuka rekening secara digital. Kedua, mengajari masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.
Ketiga, mensosialisasikan dan mengajari masyarakat untuk mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan digital.