(31/03/2023) Organisasi Advokat Yuristen Legal Indonesia mendampingi aliansi korban wanaartha untuk mengakomodir gugatan class action terhadap penggelapan polis asuransi nasabah wanaartha life sebesar 15,9 Triliun. Aliansi Korban Wanaartha merapatkan barisan melawan kartel asuransi dengan didampingi Dr. Rohman Hakim, S.H., M.H. selaku Ketua Umum Yuristen Legal Indonesia & Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H., M.H. mendatangi istana wakil presiden guna melakukan audiensi dengan Bapak K.H. Ma'ruf Amin.Â
Pertemuan tersebut diharapkan agar bapak Wakil Presiden dapat memberikan dukungan dan solusi konkrit terkait persoalan kasus wanaartha yang semakin tidak jelas keberadaannya. Di sisi lain para korban kartel asuransi mendesak agar OJK segera bertanggungjawab dan jika tidak keberadaaan OJK perlu dirombak keberadaannya dibawah Menteri keuangan.
Masyarakat memerlukan perlindungan yang pasti terhadap produk jasa keuangan. Ironi dan menyedihkan nasib para nasabah asuransi yang belum selesai dan tuntas penanganan masalah hukumnya termasuk asuransi bumiputera, jiwaasraya, dan baru-baru ini adalah wanaartha life dengan kerugian mencapai 15,9 Triliun. Â
Kasus gagal bayar asuransi wanaartha muncul ke public setelah kecurigaan nasabah pada laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tertulis klaim dan manfaat yang sudah dibayar sebesar 8,11 Triliun rupiah, padahal sejak kasus dibawa ke pengadilan belum ada pembayaran yang diterima oleh nasabah. Didalam laporan keuangan tertulis kenaikan cadangan premi mencapai 9,5 Triliun rupiah. Polisi menetapkan 7 orang tersangka kasus wanaartha.Â
Saat ini para nasabah asuransi pemegang polis asuransi wanaartha life tengah melakukan upaya hukum PKPU, tetapi didalam rule atau aturan hukum yang berlaku sampai detik ini adalah bahwa tidak ada hak dari nasabah untuk mengajukan permohonan PKPU langsung ke perusahaan asuransi. Jika kreditur ingin mengajukan permohohan PKPU maka kreditur harus memohon kepada OJK, selanjutnya OJK yang akan memohonkan perusahaan asuransi tersebut untuk PKPU.Â
Tidak berdasar secara hukum jika kreditur dari sebuah perusahaan asuransi bertindak sebagai pemohon PKPU ke Pengadilan Niaga. Setelah Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha dari wanaartha life, kini para pemegang polis telah menemukan titik terangnya pasalnya OJK telah menyetujui keberadaan tim likuidasi dari hasil rapat yang diselenggarakan secara sirkuler.
Lembaga perasuransian seharusnya secara otoritatif ada pada kewenangan negara karena terdapat risk taker yang harus diambil ketika terkait dengan sebuah penjaminan, sebuah resiko yang harus dihadapi sehingga lembaga perasuransian ini harus dibawah control ketat pemerintah. Prinsip state monopli organ adalah prinsip yang harus dipegang, itu adalah sebuah kewenangan negara ketika tindakan perasuransian melebihi batas kewenangan. Dalam lembaga perasuransian harus dipahami konsep konsumen, owner, maupun subjek yang menjadi penentu atau pengendali (directing mind) terhadap otoritas perasuransian.Â
Dalam kasus wanaartha ini, menjadi pelajaran penting baik masyarakat maupun stakeholder bahwa lembaga harus menerapkan prinsip state monopoly organ, artinya harus dibawa kendali organ negara, sebab kemungkinan bisa timbul bias discretion. Fakta dilapangan banyak para pemegang polis merasa hak-hak keperdataanya mereka hilang, maka kerugian-kerugian ini siapakah yang akan menanggung.
Dengan prinsip state monopoly organ, lembaga perasuransian seharusnya berada di bawah control kementrian keuangan sehingga jika timbul suatu resiko maka controlnya akan secara langsung atau direct control oleh pemerintah, bukan pada swasta. Prinsip economic tools diperbolehkan karena aturan-aturan pada dasarnya mempermudah, jaminan yang diberikan adalah jaminan dari negara.Â
Amburadulnya Lembaga perasuransian di indonesia ini memberikan warning kepada masyarakat termasuk pada pemerintah bahwa state monopoly organ dalam perasuransian harus sudah diberlakukan. Regulasi tentang asuransi banyak dilanggar oleh kartel-kartel asuransi, sehingga sebaiknya apabila terdapat kemungkinan kepada pihak swasta yang memiliki kemampuan finansial, harus memiliki track record sehingga jangan sampai pimpinan Lembaga asuransi yang pernah berurusan dengan kasus tertentu kemudian diberikan otoritas/kewenangan tersebut.
Kalau kita ketahui bahwa mutu OJK sangat elegan yaitu melayani dan bekerja sepenuh hati, mengatur, mengawasi, melindungi industri jasa keuangan, menjunjung integritas tinggi guna menciptakan hasil kerja yang prima. Diketahui bahwa masyarakat pemegang polis khususnya wanaartha berharap agar Lembaga OJK segera bergerak cepat melakukan kerjasama bersama PPATK untuk menyelidiki arus larinya dana nasabah yang telah digelapkan.Â
Masyarakat melihat upaya OJK dalam melakukan upaya likuidasi terdapat dugaan kesan kuat supaya bebas dari masalah dan lepas dari tanggungjawab. Nasabah merasa heran mengapa Wanaarthalife diberikan izin berjualan fix rate kembali sementara nasabah sudah lebih dari 3 tahun tidak dapat mencairkan dananya, fungsi-fungsi pengawasan ini kami rasa lemah. OJK mengambil retribusi pada para pengusaha Lembaga asuransi saja, saat ini peran OJK dirasa terlambat dan kurang optimal dibuktikan dengan lemahnya fungsi pengawasan dan control di lapangan.
Harapan korban adalah tangkap dan adili para tersangka pengemplang uang nasabah. Para korban meminta agar para buron dalam tempo sesingkat-singkatnya segera dijemput paksa dan diadili di Indonesia dengan rentang waktu belum tertangkapnya mereka terdapat dugaan kuat para tersangka akan menghilangkan hasil jarahan dengan permainan mereka.Â
Kekayaan pemilik serta anak D-Wall harus ditelusuri untuk dipertanggungjawabkan pada masyarakat supata kepercayaan public terhadap dunia asuransi tetap baik. In Prinsip kami berharap terdapat good will dari pemerintah agar segera membantu secara optimal dengan harapan masyarakat pencari keadilan dunia investasi di indoneisa mendapat kepercayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H