Hampir 4 bulan sejak diumumkannya pertama kali pasien yang terinfeksi corona virus di Wuhan, Cina. Sejak itu pula mulai ramai berita baik di layar kaca, media sosial dan berbagai broadcasting tentang apa itu corona virus yang bernama SARS-CoV2 sehingga menyebabkan Covid-19 dengan berbagai komplikasi sampai kematian.
Bahkan banyak berita yang menyatakan telah ditemukan obat yang betul-betul ampuh menyembuhkan pasien Covid-19 mulai dari herbal, obat kimia bahkan dengan teknik-teknik meditasi.
Adapula yang memberitakan telah ditemukannya vaksin coronavirus untuk menangkal tertularnya penyakit ini.
Tentunya berita tersebut menjadi angin segar di tengah ancaman pandemi yang sangat dikhawatirkan oleh seluruh penduduk dunia.
Memang namanya usaha tentu harus dihargai, bukankan tuhan menurunkan penyakit juga menurunkan obatnya? Pertanyaan kebenaran berita itupun juga sering ditanyakan kepada tenaga kesehatan yang akhirnya banyak perdebatan yang terjadi.
Tujuan penulis mengulas ini adalah sedikit memberikan informasi secara bahasa mudah bagaimana pengobatan Covid-19 yang dilakukan selama ini, sehingga diharapkan masyarakat sedikit memahami dan mengurangi pertanyaan yang sering penulis dapatkan melalui pesan instan, sudah ditemukan obat untuk Covid-19, benarkah?
Tulisan ini tidak akan berbicara tentang apa itu corona virus, bagaimana penyebarannya dan lain sebagainya, karena hal itu sudah banyak dijelaskan, baik oleh yang ahli baik ilmuwan, dokter, pemerintah, tenaga kesehatan dan pengamat kesehatan.
Tulisan ini akan bertumpu pada bagaimana proses SARS-CoV2 di dalam tubuh, bagaimana terjadi reaksi inflamasi/peradangan yang akhirnya orang yang terinfeksi menjadi sakit dan bagaimana obat-obat yang diberikan.
Mudah-mudahan bisa dipahami asal dibaca dengan baik dan tidak terburu-buru.
Respon Tubuh Ketika Virus Masuk
Ketika virus masuk ke dalam tubuh, maka dia akan dianggap sebagai benda asing yang harus segera dibasmi, termasuk juga salah satunya adalah corona virus.
Yang bertugas untuk mengenali dan segera membasmi adalah imun yang ada di dalam tubuh kita. Sistem imun tubuh secara umum terbagi menjadi 2 yaitu sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif. Yang bekerja pertama kali adalah sistem imun bawaan, imun ini akan bekerja dalam hitungan menit dan jam.
Virus yang mulai masuk tubuh akan dilawan langsung oleh sistem imun bawaan dengan cara diidentifikasi oleh reseptor pengenal pola (pattern recognition receptor, PRR) yang mengenali komponen yang disebut pola molekuler terkait patogen (pathogen-associated molecular pattern, PAMP) atau pola molekuler terkait kerusakan (damage-associated molecular pattern, DAMP).
Intinya adalah ketika virus itu masuk dan dikenali oleh reseptor tadi akan dilakukan proses perusakan virus sehingga menjadi tidak aktif lagi.
Namun sayangnya, sistem ini tidak memberikan perlindungan yang bertahan lama terhadap serangan patogen, jika virus tersebut tidak berhasil ditanggulangi atau terpapar terus menerus maka virus tersebut masih bisa bertahan sehingga diperlukan proses lanjutan.
Berikut adalah perbedaan mendasar sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif
Sistem imun bawaan
Peradangan termasuk salah satu respon pertama sistem imun bawaan terhadap infeksi virus.
Peradangan inilah yang menyebabkan rasa tidak enak pada manusia, antara lain demam, terasa nyeri-nyeri, daerah radang menjadi bengkak dan kemerahan.
Dalam keadaan umum, biasanya dokter akan memberikan obat-obatan anti radang untuk meredakan gejala yang dirasakan.
Namun dalam kasus ketika dicurigai terinfeksi SARS-CoV2, maka pemberian anti radang sangat hati-hati dan dipertimbangkan oleh dokter, karena peradangan sendiri diperlukan untuk menghancurkan virus yang menyerang tubuh manusia.
Virus harus memiliki sel inang agar bisa hidup dan memperbanyak diri. Saat virus menginfeksi sel yang dalam tubuh manusia, maka terjadi sintesis protein yang tujuannya adalah memperbanyak diri dan akan menginfeksi sel sehat lainnya.
Proses inilah yang coba dihentikan oleh sistem imun bawaan dengan cara memproduksi suatu protein kecil yang disebut dengan sitokin.
Sekelompok sitokin yang diekspresikan oleh sel darah putih (leukosit) disebut dengan interleukin yang bertanggung jawab sebagai komunikasi antar sel darah putih antara lain kemokin dan interleukin untuk segera beraksi. Kemokin akan melakukan kemotaksis dengan cara menyelubungi virus yang ada sehingga menjadi tidak aktif.
Sedangkan interferon merupakan suatu antivirus yang sangat ampuh mencegah virus melakukan sintesis protein ke sel inang yang diinfeksinya. Selain itu juga dilepaskan faktor pertumbuhan dan faktor sitotoksik.
Sitokin dan senyawa kimia lainnya mengerahkan sel-sel imun ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti dengan pemusnahan virus.
Peristiwa sistem imun diatas tadi harus seimbang, tidak boleh over respon/respon rendah ataupun under respon/respon berlebih. Bisa saja terjadi respons rendah pada kasus pasien dengan imunitas yang turun misalnya lanjut usia, kelelahan, dalam terapi obat-obatan penekan sistem imun, penyakit HIV/AIDS, memiliki penyakit kronik (penyakit ginjal kronik, kencing manis, darah tinggi dll) sehingga corona virus yang masuk tidak optimal dimusnahkan sehingga virus menjadi berkembangbiak.
Bisa juga terjadi repon berlebih, dalam hal ini sitokin yang merupakan bagian dari sistem imun bawaan menjadi hiperaktif (disebut dengan badai sitokin) sehingga bukan hanya merusak virus tetapi juga merusak sel, jaringan dan organ disekitar.
Hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi stres pernafasan, gagal nafas, kegagalan organ penting lain yang berakibat pada kematian.
Selain peradangan, terdapat komponen selular yaitu sel darah putih (leukosit) yang bertindak sebagai organisme bersel satu yang merupakan pertahanan penting pada sistem imun bawaan.
Jenis-jenis leukosit dalam sistem imun bawaan yaitu fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel dendritik), sel limfoid bawaan, sel mast, eosinofil, basofil, dan sel Natural Killer (NK).
Semua sel yang disebutkan tadi berfungsi mengenali dan menghilangkan virus yang menginfeksi dengan cara menyerang melalui kontak langsung atau dengan cara menelan dan lalu membunuh virus tersebut. Sel-sel pada imunitas bawaan juga merupakan mediator penting pada pengaktifan sistem imun adaptif yang akan kita bicarakan selanjutnya.
Sistem imun adaptif
Respon imun adaptif spesifik terhadap antigen tertentu. Corona virus merupakan salah satu antigen karena dianggap benda asing oleh tubuh.
Untuk mengenali corona virus diperlukan proses sehingga respon imun adaptif ini memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan sistem imun bawaan.
Namun, ketika suatu antigen sudah dikenali maka imun adaptif akan mengingat antigen tersebut melalui suatu sel yang disebut dengan sel memori.
Dalam bahasa awam, orang tersebut punya kekebalan terhadap penyakit yang diakibatkan antigen yang dikenali tadi. Suatu ketika antigen itu masuk lagi ke dalam tubuh seseorang, sel memori langsung berkomunikasi dengan sel lain untuk membunuh antigen tersebut.
Komponen utama dari sistem imun adaptif juga berasal dari bagian sel darah putih/leukosit yang disebut dengan limfosit. Respon imun limfosit yang diperantarai sel adalah sel T, terbagi menjadi:
1. Sel T sitotoksik atau sering juga disebut dengan sel T pembunuh yang sifatnya adalah menghancurkan sel yang terinfeksi virus, sel rusak dan sel yang tidak berfungsi dengan baik.
2. Sel T helper atau sel T pembantu, sel ini tidak membunuh patogen seperti halnya sel T pembunuh. Namun dia punya peran penting untuk mengarahkan sel T pembunuh untuk menuju sel yang harus dibasmi dengan cara berikatan ke sel tersebut.
3. Sel T memori atau sel T pengingat: mengandung informasi mengenai antigen yang telah dikenali pada saat pertama kali dia masuk dalam tubuh dan tetap berada di dalam darah dalam waktu yang lama walaupun tidak ada lagi penyakit tersebut.
Sel T memori dapat berkembangbiak saat terpapar kembali dengan antigen yang sama sehingga membuat sistem kekebalan yang terjadi pada saat infeksi sebelumnya.
Respon imun limfosit yang diperantarai humoral disebut dengan sel B. Fungsi utamanya adalah membentuk antibodi yang berfungsi melawan antigen yang menyerang tubuh manusia.
Antibodi yang diproduksi itu disebut dengan imunoglobulin, dimana imunoglobulin tersebut akan berikatan dengan antigen yang dituju. Ikatan antara antigen-antibodi akan ditelan oleh sel B kemudian antigen dipecah sehingga akhirnya menjadi mati atau tidak aktif lagi.
Mengobati Covid-19
Prinsip pengobatan pada penderita terkonfirmasi Covid-19 antara lain:
1. Mencegah pemberatan penyakitnya
2. Menghambat bahkan menghilangkan corona virus yang ada di dalam tubuh
3. Mencegah badai sitokin pada kasus berat yang menyebabkan kegagalan organ
Dan, 4. Pengobatan komplikasi yang bisa terjadi.
Artinya dalam hal ini bisa dilihat bahwa pengobatan pasien dengan terkonfirmasi Covid-19 tidak hanya dengan 1 macam obat saja, tetapi merupakan kombinasi sesuai dengan tingkatan berat ringannya Covid-19 yang menyerang penderita.
Menghambat corona virus dan mencegah badai sitokin
Awal mula jalan masuk Corona Virus yang bernama SARS-Cov2 mayoritas dari jalan nafas, saat sudah di kantong udara paru yang bernama alveolus maka virus akan masuk ke dalam sel yang disebut dengan endositosis. Masuknya virus ini ke dalam sel dibantu oleh suatu reseptor yng bernama Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2). Angiotensin Converting Enzyme 2 ini sebenarnya merupakan enzim yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah agar tekanan darah stabil.
Beberapa pendapat ahli baru-baru ini menyatakan beberapa obat-obatan darah tinggi (hipertensi) terutama golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dapat mempengaruhi peningkatan proses masuknya virus ke dalam sel, karena ARB meningkatkan angiotensi 2 yang juga akan meningkatkan ACE2.
Walaupun, secara klinis belum didapatkan data yang cukup untuk menyatakan bahwa obat golongan ARB menyebabkan peningkatan keparahan pasien Covid-19.
Namun dalam Protokol Tatalaksana Covid-19 yang disepakati oleh 5 organisasi perhimpunan dokter spesialis, dikatakan penderita Covid-19 dengan penyakit penyerta rutin mengkonsumsi obat antihipertensi golongan ACE-inhibitor dan ARB perlu berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesiali jantung pembuluh darah.
Selanjutnya proses masuknya virus ke dalam sel adalah melalui fusi membran dan endositosis. Proses ini dapat dihambat oleh obat kloroquin atau hidroksikloroquin dengan mekanisme multipel melalui efek imunmodular oleh tubuh.
Obat inilah yang beberapa waktu lalu viral di media sosial dengan mengatakan bahwa sebenarnya obat corona virus sudah ada dan banyak di Indoneseia.
Kloroquin dan hidroksikloroquin memang dulu dipakai sebagai obat Malaria dan pada juga dipakai pada kasus penyakit Autoimun oleh dokter spesialis penyakit dalam.
Tetapi dalam kasus Covid-19, obat ini hanya sebagai salah satu pengobatan untuk menghabat proses masuknya virus ke dalam sel, masih banyak pengobatan lain dijalur-jalur berbeda agar virus ini bisa dihentikan.
Jadi tidak benar bahwa obat ini betul-betul paten dalam menghilangan virus tersebut di dalam tubuh manusia.
Andaikata virus berhasil masuk ke dalam sel, maka SARS-CoV2 ini akan segera mengeluarkan untaian kode genetik yang disebut dengan Asam Ribonukleat (RNA) agar dapat memperbanyak diri melalui beberapa proses.
Proses inilah yang akan dihambat dengan obat-obatan antivirus antara lain (pilihan) Oseltamivir (merk dagang Tamiflu) yang dulu dipakai dianjurkan dalam penanganan flu burung, Favipiravir (merk dagang Avigan), Lopinavir + Ritonavir (dengan merk dagang Aluvia) yang sering dipakai sebagai obat HIV/AIDS lini kedua, ataupun Remdesivir yang dulu dipakai pada penyakit virus Ebola.
Obat ini pula yang sempat viral di media sosial karena Presiden Joko Widodo menyatakan akan mendatangkan dalam jumlah yang banyak untuk pengobatan Covid-19.
Salah satu yang dikhawatirkan dalam infeksi SARS-CoV2 ke tubuh manusia adalah badai sitokin (cytokine storm). Ini adalah kondisi diproduksinya berbagai sitokin yang menyebabkan peradangan karena adanya hiperaktivasi sistem imun, dan merupakan komplikasi penyakit inflamasi sistemik (peradangan menyeluruh) yang dapat mengakibatkan kegagalan organ dan mengancam jiwa.
Yang punya peran penting dalam badan sitokin adalah interleukin 6 (IL-6). Interleukin sendiri sudah penulis jelaskan pada tulisan awal di atas. Beberapa penelitian menyatakan bahwa IL-6 berperan penting dalam jalur peradangan yang akhirnya menyebabkan kegagalan organ.
Baru-baru ini Perhimpunan Rematologi Indonesia memberikan rekomendasi pemberian obat Tocilizumab/TCZ (merk dagang Actemra) pada penyakit inflamasi dengan badai sitokin, salah satunya pada Covid-19. Tocilizumab berperan sebagai penghambat IL-6 yang keluar pada kasus SARS-CoV2 yang mulai menginfeksi mulai dari paru dengan 3 cara, 1. Mengikat reseptor/penerima IL-6, 2. Mencegah aktivasi reseptor IL-6, dan 3. Menghambat sinyal IL-6.
Dalam Protokol Tatalaksana Covid-19 yang disepakati oleh 5 organisasi perhimpunan dokter spesialis, pada kasus Covid-19 yang berat salah satu terapi diberikan Hidrokortison 100 mg/24 jam selama 3 hari pertama.
Hidrokortison merupakan salah satu jenis kortikosteroid yang berfungsi untuk meredakan peradangan. Walaupun belum tersedia data klinis yang adekuat mengenai manfaat pemberian kortikosteroid dalam penanganan Covid-19, badan kesehatan dunia (WHO) ataupun Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat masih merekomendasikan untuk menghindari penggunaan obat ini untuk COVID-19.
Namun di sisi lain, pedoman terbaru dari Surviving Sepsis Campaign justru merekomendasikan penggunaan kortikosteroid untuk pasien COVID-19 yang mengalami acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Dari penulis sendiri menilai bahwa Hidrokortison yang merupakan kortikosteroid berpeluang dalam mencegah perburukan Covid-19 sekaligus berperan dalam mencegah terjadinya bada sitokin. Sehingga pemberian dalam jangka waktu 3 hari di awal pengobatan masih sesuai dengan teori yang telah dituliskan.
Pemberian antibiotik
Walaupun secara teori bahwa Covid-19 diakibatkan oleh virus yang bernama SARS-CoV2, namun dalam pengobatan pada pasien tetap direkomendasikan pemberian antiotik khususnya yang spesifik untuk infeksi pernafasan.
Azitromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang secara spesifik diindikasikan pada penyakit paru yang disebabkan bakteri H. influenza, M. catarrhalis atau S. pneumoniae yang diduga akan ikut berkembang pada pasien Covid-19, sehingga perlu untuk diberikan.
Alternatif lainnya adalah pemberian Levofloxacin, yaitu antibiotik golongan quinolon yang mempunyai efektivitas superior pada kasus infeksi saluran pernafasan.
Pada kasus infeksi serius atau yang disebut dengan sepsis, direkomendasikan kultur darah ataupun dahak untuk mendapatkan jenis kuman yang tumbuh dilanjutkan tes sensitivitas antibiotik agar didapatkan antibiotik yang sesuai untuk pengobatan Covid-10 yang disertai infeksi bakteri.
Kombinasi obat lain yang dapat diberikan
Beberapa terapi yang bisa ditambahkan pada kasus konfirm Covid antara lain pemberian Vitamin C dengan dosis sesuai derajat keparahan pasien.
Dalam beberapa literatur dituliskan bahwa Vitamin C memengaruhi kesehatan kekebalan tubuh dalam beberapa cara. Aktivitas antioksidannya dapat mengurangi peradangan yang dapat membantu meningkatkan fungsi kekebalan tubuh yang tentunya akan berpengaruh untuk membantu sistem imun membunuh SARS-CoV2 di dalam tubuh.
Ada beberapa diskusi dari para ahli bahwa orang yang sembuh dari infeksi SARS-CoV2 akan memiliki antibodi spesifik terhadap virus tersebut.
Sehingga beberapa saran adalah dengan melakukan pemberian plasma darah dari orang yang sudah sembuh kepada penderita Covid-19 khususnya pada kasus yang berat.
Terdapat beberapa laporan kasus di Jakarta yang menyatakan bahwa pembiran plasma darah pada pasien Covid-19 derajat berat dan menggunakan alat bantu pernafasan, mempunya efektivitas yang baik dalam mempercepat penyembuhan.
Kesimpulan
Pandemi Covid-19 memang mengkhawatirkan penduduk dunia dan membuat para ahli di seluruh dunia untuk bereksperimen memberikan pengobatan yang tepat.
Belum ada satupun obat yang diklaim dapat menghilangkan SARS-CoV2 di dalam tubuh manusia, yang dilakukan adalah beberapa kombinasi obat yang diharapkan nantinya tubuh sendiri yang membentuk antibodi/imunoglobulin yang membunuh virus tersebut dan akhirnya mempunyai kekebalan terhadap SARS-CoV2, kalau seandainya dia menginfeksi lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI