Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jangan Sampai Telat Mendiagnosis Penyakit Malaria

4 September 2016   00:47 Diperbarui: 4 September 2016   10:37 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nyamuk sedang mengisap darah (sumber: bigpictureeducation.com)

Di awal tulisan ini marilah kita mencermati 2 kasus di bawah ini:

  1. Seorang remaja putri periksa ke UGD karena keluhan demam 4 hari disertai lemas yang memberat . Pasien baru saja pulang seminggu yang lalu dari daerah endemik (yaitu suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat/populasi tertentu, red.) Malaria. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan positif Malaria Falciparum dan pemeriksaan Gula Darah didapatkan nilai low (sangat rendah). Tindakan pertama diberikan suntikan glukosa 40% (cairan gula konstrasi tinggi) untuk meningkatkan gula darah, evaluasi selanjutnya gula darah sudah naik menjadi 110 mg/dl. Pasien didiagnosis Malaria Falciparum dan riwayat hipoglikemia, diberikan obat malaria oral (tablet) dan rawat inap.
  2. Pasien terdiagnosa malaria falciparum karena demam 5 hari baru saja mendapatkan terapi obat malaria oral dari Puskemas, pada malam hari tiba-tiba kejang. Kejang terjadi 2x selang 1 jam, walaupun setelah kejang pasien sadar kembali, pasien tetap dibawa ke Puskesmas. Di Puskesmas karena pasien sudah mendapat obat malaria tadi pagi, pasien diobservasi untuk melihat kejadian kejang berulang.

Kemudian apa yang terjadi terhadap 2 kasus di atas? Tiba-tiba besok pagi kedua pasien kasus di atas ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.

Kenapa bisa terjadi? Apa yang salah? Padahal pasien sudah mendapatkan obat malaria begitu terdiagnosa disamping obat-obatan supportif/penunjang seperti obat demam dan multivitamin.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita membaca ulasan di bawah ini sampai selesai.

Malaria yang masih selalu ada di Indonesia

Penyakit yang disebabkan oleh plasmodium ini sebenarnya sudah mendapat perhatian yang cukup intensif baik oleh pemerintah maupun badan dunia. Bahkan penyakit malaria ini bersama HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TB) masuk dalam program pemberantasan yang disponsori Global Fund bekerjasama kementrian kesehatan dengan harapan angka kejadian dapat ditekan seminimal mungkin bahkan mencapai angka 0 (nol).

Bahkan diagnosis malaria dapat ditegakkan sedini mungkin di layanan primer (Pusat Kesehatan Masyarakat/Puskesmas) dengan menggunakan rapid test (membedakan Malaria Facifarum dan Vivax), dan apabila terdiagnosa sudah tersedia obat gratis yang disebut dengan Artemisinin base Combination Therapy (ACT). Secara hitungan matematis, seharusnya malaria dapat mudah diobati dan diputus rantai penularannya jika dilakukan secara tepat dan benar. Terakhir ACT yang disempurnakan adalah jenis kombinasi dehidroartemisinin dan piperakuin (DHP).

Kenyataan sekarang, penyakit ini masih selalu ada di Indonesia. Tentu banyak variable penggangu penyebab hal ini terjadi. Mulai dari meningkatnya resistensi obat sehingga plasmodium tidak dapat dibunuh, kurangnya kesadaran masyarakat (kurang informasi atau malas periksa), sampai pengobatan yang tidak tuntas.

Padahal obat golongan Artemisinin telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten terhadap pengobatan dan bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit, kemudian efektif terhadap semua spesies plasmodium (P.) utamanya P. falciparum, P. vivax dan lainnya.

Namun yang perlu diingat bahwa terapi ACT ini hanya untuk malaria tanpa komplikasi. Kematian terjadi pada penderita malaria yang sudah mendapatkan terapi ACT karena penderita mengalami malaria berat, namun gejalanya terlambat disadari oleh tenaga medis sehingga berdampak fatal terhadap pasien.

Bagaimana dikatakan malaria berat?                                                                                                                                     

Malaria berat akan menyebabkan kematian jika tidak diterapi dengan cepat dan tepat. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat. Berdasarkan World Health Organization(WHO) bahwa malaria berat didefinisikan sebagai malaria jenis falciparum dengan memiliki 1 ata lebih komplikasi.

Agar sejawat dapat dengan mudah mengenali komplikasi pada malaria, sehingga dapat dengan cepat mendiagnosis malaria berat, berikut penulis menjabarkan komplikasi pada malaria sebagai berikut:

  • Gangguan kesadaran atau koma.Memastikan penurunan kesadaran dengan menghitung Glasgow Coma Score. Harus diingat bahwa penurunan kesadaran bukan diakibatkan adanya penyakit lain (stroke, cedera kepala dll) dan mulai terjadinya penurunan kesadaran terjadi harus >30 menit setelah terjadi kejang (jika terjadi kejang sebelumnya, red.)
  • Anemia berat. Jika pasien terdiagnosis malaria kemudian didapatkan nilai Hemoglobin (Hb) <5 atau hematokrit (Ht) <15%, maka ini adalah komplikasi malaria. Pastikan pasien tidak ada penyebab anemia lain misalnya thalassemia atau hemoglobinopati (Hb-pati).
  • Hipoglikemia. Pasien malaria dengan kadar gula darah sewaktu <40% maka ini adalah komplikasi malaria.
  • Kejang Berulang. Jika pasien terdiagnosis malaria, kemudian terdapat kejang setidaknya 2 kali dalam 24 jam, ini adalah komplikasi malaria.
  • Nafas kusmaull.Nafas cepat dan dalam (kusmaull) adalah tanda umum kompensasi pernafasan karena darah menjadi asam (asidosis). Malaria komplikasi menyebabkan pH darah <7.25 atau bikarbonat <15, tapi jika tidak ada fasilitas analisa gas darah di layanan primer, nafas kusmaull dapat dijadikan patokan.
  • Urin berkurang <400 ml/24 jam. Gangguan ginjal akut adalah tanda komplikasi dari Malaria. Jika terjadi pengurangan jumlah urin 24 jam setelah dilakukan terapi cairan atau dari pemeriksaan laboratorium kreatinin (Cr) > 3, maka pasien mengalami komplikasi malaria.
  • Edema paru.Terjadinya edema paru (harus dipastikan bukan karena gagal jantung) adalah salah satu komplikasi malaria. Nafas cepat (>24x/menit), akral dingin dan suara nafas tambahan didapatkan ronki basah basal adalah pendukung diagnosis edema paru. Pada analisa gas darah bisa dilakukan, didapatkan hasil Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS) yaitu nilai PO2/FiO2 <200.
  • Gagal sirkulasi. Syok atau gagal sirkulasi dengan tekanan darah sistolik (<70 mmHg) disertai keringat dingin merupakan komplikasi malaria.
  • Perdarahan spontan hidung, gusi atau saluran cerna.Perdarahan pada pasien didiagnosa malaria adalah komplikasi. Walaupun dengan atau tanpa gangguan pembekuan darah secara laboratorium.
  • Urin berwarna merah kehitaman.Perubahan warna urin menjadi merah kehitaman patut dicurigai komplikasi malaria, karena terjadinya hemoglobunia. Namun harus dipastikan hal ini bukan karena efek samping obat malaria atau pasien dengan defisiensi G6PD.

Seperti yang dijelaskan di atas tadi, jika seseorang telah positif didiagnosis malaria falciparum, kemudian didapatkan satu atau lebih komplikasi di atas, maka jangan ragu bahwa pasien tersebut mengalami malaria berat dengan risiko kematian yang tinggi. Maka, terapi yang diberikan secara oral (obat tablet) tidak bermanfaat pada kasus ini.

Apa yang harus dilakukan jika malaria berat?

Malaria berat darus dilakukan perawatan dan observasi oleh tenaga medis. Jika fasilitas layanan primer/puskesmas tidak memiliki kamar rawat inap untuk perawatan, maka merujuk ke fasilitas dengan rawat inap wajib hukumnya. Namun, harus dilakukan tindakan pertama.

Berikan suntikan langsung dengan artemeter intramuskuler (dalam otot) dengan dosis 3.2 mg/kgBB terlebih dahulu ketika pasien didiagnosis malaria berat, selanjutnya dirujuk ke fasilitas lanjutan. Sehingga wajib pula hukumnya fasilitas layanan primer mempunyai persediaan injeksi artemeter.

Harus diperhatikan bahwa artemeter dikontraindikasikan pada ibu hamil trimeseter 1 (hamil <12 minggu) dan alternatif lain menggunakan drip Kina. Artinya layanan primer harus tersedia obat suntik/injeksi artemeter dan kina. Sedangkan artesunat intravena yang merupakan pilihan utama pada fasilitas yang tingkat lanjut.

Pencegahan adalah yang utama

Menurut Dr. dr. Arend Laurence Mapanawang, Sp.PD., FINASIM., di Indonesia, sekitar 35 persen penduduknya tinggal di daerah berisiko terinfeksi malaria dan dilaporkan sebanyak 38 ribu orang meninggal per tahun karena malaria berat akibat Plasmodium falciparum. Wabah malaria hampir terjadi setiap tahun di berbagai wilayah endemik Indonesia. Beberapa wilayah telah dikategorikan sebagai daerah zona merah penderita malaria seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Berikutnya, Jambi, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, serta Aceh.

Sehingga jika seseorang luar daerah mengunjungi daerah tersebut, sangat disarankan melakukan tindakan pencegahan dengan kemoprofilaksis. Doksisiklin adalah obat pencegahan yang paling sering digunakan dan mudah tersedia. Dengan dosis 100 mg sehari sekali setiap hari mulai 1-2 hari sebelum berangkat, selama di daerah yang dikunjungi dan diteruskan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut ternyata cukup efektif untuk mencegah terinfeksi malaria.  

Biaya untuk pencegahan jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya pengobatan ketika terjadi infeksi.

Terakhir, menutup tulisan ini kita akhirnya dapat menjawab kenapa terjadi kematian pada 2 kasus di awal tulisan tadi. Ternyata kematian terjadi karena pasien telah mengalami malaria berat (kasus 1 karena hipoglikemia, kasus 2 karena kejang berulang) yang tidak segera dilakukan suntikan artemeter, namun karena gejala atau tanda komplikasi tersebut tidak disadari, sehingga tindakan tersebut tidak dilakukan.

Sampai sekarang Indonesia masih belum bebas dari malaria, sehingga penulis berharap dengan tulisan yang sederhana ini dapat memberikan kontribusi setidaknya membantu menurunkan angka kejadian kematian akibat malaria yang berat.

Salam sehat,

dr. Meldy Muzada Elfa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun