Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tetap Tenang Saat Serangan Asma, Berikut Langkah-langkahnya

12 Agustus 2016   21:52 Diperbarui: 13 Agustus 2016   09:08 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar belakang tulisan ini adalah tanggapan dari ulasan dr. Posma Siahaan yang sangat menarik berjudul 'lebih sayang mama atau kucing'. Yang menarik dari tulisan tersebut adalah alur tulisan yang menceritakan pengorbanan anak yang mau melepaskan kucing kesayangannya namun juga disisipi dengan penjelasan medis sehingga pembaca menjadi lebih mengetahui, bahwa salah satu faktor pencetus asma adalah alergi dimana bulu kuicng merupakan salah satu pencetus alergi (alergen) tersebut.

Lanjutan dari tulisan tersebut, menggelitik bagi saya untuk mengulas apa yang harus dilakukan saat terjadi serangan asma dengan tetap tenang dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya perburukan. 

Serangan asma atau bukan?

Karena tulisan ini membahas tentang bagaimana langkah-langkah menghadapi serangan asma, maka penting sekali bahwa kita mengenali bagaimana serangan asma tersebut. Tulisan ini diharapkan tidak hanya membantu penderita asma, juga memberikan pengetahuan terhadap saudara atau teman di sekitar yang kebetulan tiba-tiba terjadi serangan asma di sampingnya sehingga dapat langsung membantu. 

Secara sekilas, asma adalah suatu penyempitan saluran pernafasan yang sifatnya reversibel. Pengertian reversibel yaitu artinya dapat kembali membaik. Artinya jika saluran nafas yang menyempit dapat membuka kembali, baik dalam hal ini tanpa intervensi obat-obatan maupun dengan segala macam intervensi. 

Tapi intinya, dalam keadaan sehat atau tidak dalam serangan, penderita akan menjalani aktivitas secara normal. Penegakkan diagnosa pastinya adalah dengan menguji menggunakan alat yang disebut spirometri, dimana dilakukan penilaian aliran nafas paksa sebelum dan sesudah menggunakan obat semprot pelega yang disebut dengan inhalasi bronkodilator. Jika setelah diberikan inhalasi bronkodilator terjadi perbaikan (berdasarkan kriteria, red) maka pasien tersebut adalah asma.

Pada anak kecil, penyempitan kadang sampai terjadi cabang saluran nafas yang lebih kecil, sehingga suara mengi (khas asma) terdengar sampai ke dinding dada samping yang didiagnosa oleh sejawat dokter anak dengan bronkiolitis. 

Namun yang harus diperhatikan, pada penderita usia tua yang disertai dengan sesak nafas terus menerus, terdapat bunyi mengi dan memiliki riwayat merokok pada waktu muda, penggunaan kayu bakar saat memasak atau sering terkena asap lingkungan, maka kemungkinan pada penderita ini adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam hal ini, PPOK bersifat irreversibel atau tidak akan membaik seperti sedia kala. Berbeda dengan asma yang dituliskan di atas. 

Bagaimana kita mengetahui bahwa diri kita atau seseorang akan mengalami serangan asma? Berikut adalah gejala dan tanda yang harus diketahui.

  1. Cenderung diawali adanya provokasi atau pencetus, misalnya terkena debu atau bulu binatang, udara dingin atau zat-zat alergen lain yang akhirnya memicu penderita bersin berulang kali. Kadang kala tertawa terbahak-bahak dalam waktu yang lama dapat memicu terjadinya asma.
  2. Mulai merasa agak batuk-batuk kecil yang sebelumnya tidak batuk, padahal tidak dalam keadaan sakit flu dan demam.
  3. Terasa agak berat menarik nafas dan saat menghembuskan nafas terasa lebih lama dari biasanya.
  4. Mulai terdengar suara mengi (bunyi: ngik, red) saat menghembuskan nafas. Dalam keadaaan awal hanya diri sendiri yang bisa mendengar atau orang lain dengan meletakkan kuping ke dinding dada penderita.
  5. Kecepatan nadi meningkat dari biasanya, walaupun tidak melakukan aktivitas fisik yang berat.
  6. Posisi tubuh terasa lebih nyaman dengan duduk sedikit membungkuk ke depan daripada berbaring.

Jika hal-hal tersebut dirasakan, maka yakinlah bahwa hal tersebut merupakan gejala dan tanda awal terjadinya serangan asma. Dalam keadaan tersebut, makan penderita ataupun orang disekitar wajib mengetahui langkah-langkah selanjutnya untuk mencegah perberatan asma. Harus diingat, sesak bisa terjadi pada berbagai kasus, sebagai contoh pada pasien PPOK pun penderita cenderung sesak setiap hari (bersifat kronik). Yang perlu diperhatikan bahwa gejala dan tanda di atas tidak terjadi beberapa saat yang lalu dan kemudian tiba-tiba terjadi, inilah yang akan menjadi serangan asma (bersifat akut).

Langkah saat awal serangan asma

Yang ditakutkan saat serangan asma yang bersifat akut adalah perberatan penyempitan saluran nafas yang menyebaban penderita menjadi kekurangan oksigen jaringan yang disebut dengan hipoksia. Kekurangan oksigen jaringan menyebabkan darah memprioritaskan pemberian oksigen ke otak, ditandai tangan dan kaki menjadi pucat dan dingin. 

Yang penting diingat, saat serangan akut yang terjadi adalah penurunan kadar oksigen (O2), namun jika asma bersifat terus menerus dan menjadi kronik, yang terjadi adalah penumpukkan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah karena kegagalan pembuangan CO2 secara sempurna akibat penyempitan saluran nafas. Dalam hal ini tatalaksana terapi oksigen pada kedua kondisi tersebut berbeda, namun yang diulas dalam tulisan ini adalah langkah pada serangan asma yang bersifat akut.

Berikut adalah langkah-langkah sederhana (non-hospitalize):

  1. Membawa penderita ke ruangan terbuka atau ruangan dengan ventilasi yang baik.
  2. Sedapat mungkin kenali faktor pemicu (debu, bulu binatang, serbuk sari pada bunga dan lainnya) dan menyingkirkan faktor yang menyebabkan serangan tersebut, minimal tidak ada diruangan penderita.
  3. Posisikan penderita duduk dengan sedikit membungkuk ke depan. Usahakan terdapat meja di depan penderita untuk sandaran tangan saat membungkuk di depan.
  4. Tarik nafas melalui hidung dan keluarkan melalui mulut dengan sedikit mencucu/meniup sehingga terkesan ada tahanan saat menghembuskan nafas. Tindakan ini mirip dengan rehabilitasi paru yang bertujuan memperbaiki kapasitas paru dengan meningkatkan fungsi otot-otot pernafasan dan membuka jalan nafas. 
  5. Tidak perlu diberikan air minum yang berlebih, karena cenderung menyebabkan tersedak.

Pantau tindakan ini maksimal 10 menit, jika tidak ada perbaikan maka diharuskan melakukan intervensi selanjutnya yaitu:

  1. Berikan obat semprot pelega nafas aksi cepat (short acting bronkodilator inhaler). Obat ini wajib dimiliki dan menjadi harga mati untuk selalu dibawa penderita asma, walaupun status asmanya intermitter (kadang-kadang) ataupun persisten (cenderung sering berulang). Obat semprot ini harus selalu dibawa sebagaimana penderita penyakit jantung koroner selalu membawa tablet bawah lidah saat terjadi serangan nyeri dada. 
  2. Ulangi semprotan short acting bronkodilator inhaler jika dalam 15 menit tidak ada perbaikan. 
  3. Bawa ke rumah sakit jika : Nadi meningkat cepat (diatas 100 kali per menit) disertai tangan dan kaki menjadi dingin; atau setelah 3x pengulangan semprotan short acting bronkodilator inhaler tidak terjadi perbaikan yang bermakna.

Berikut adalah jenis obat semprot bronkodilator aksi cepat yang harus dimiliki oleh penderita asma yaitu salbutamol/albuterol, terbutalin sulfat, fenoterol hidrobromida. Jenis semprotannya sendiri berbagai macam dengan keunggulan masing-masing. Di bawah ini adalah contoh jenis semprotan Metered Dose Inhaler.

Bagi penderita asma persisten yang sifatnya berulang, maka disarankan untuk memiliki inhalasi jenis nebulizer karena mempunyai efektivitas yang lebih baik untuk memcegah pemberatan sesak nafas tersebut. Berikut adalah jenis nebulizer yang disarankan dimiliki untuk penderita asma persisten.


Bagaimana untuk anak kecil yang susah diajak kerjasama atau orang lanjut usia

Pemberian inhalasi akan terasa mudah bagi penderita yang paham dan bisa diajak bekerjasama. Namun bagaimana jika pemberian ini dilakukan pada anak-anak yang masih susah untuk bekerja sama atau pada orang tua dengan daya isapnya menurun, maka pemberian secara inhalasi menjadi tidak maksimal, kecuali bila mereka diberikan secara nebulizer. Namun sayangnya nebulizer terkendala dengan harganya yang masih cukup mahal sehingga tidak semua orang dapat membelinya.

Salah satu cara pada penderita lanjut usia dengan daya isap yang menurun adalah menggunakan inhaler jenis respimat. Jenis semprotan ini sebenarnya juga adalah metered dose inhaler (MDI) namun pengeluarannya lebih pelan dibading contoh di atas. Berikut adalah contohnya:

Dengan keluarnya yang lebih lambat akan memberikan kesempatan untuk penderita lansia untuk mengisap secara maksimal walaupun isapannya tersebut lemah. Namun semprotan jenis respimat ini masih lebih mahal daripada jenis hisapan yang lain, sehingga ada cara lain jika dberikan pada penderita lanjut usia atau pada anak kecil.

Cara tersebut adalah penggunaan spacer. Spacer dalam hal ini menampung zat semprotan yang telah dikeluarkan, kemudian diteruskan ke pernafasan penderita. Walaupun konsetrasi obatnya menurun lebih dari 50%, tetapi dia lebih efektif karena ukuran obatnya adalah ukuran yang sangat ideal untuk mencapai saluran nafas dan tidak terhenti hanya disekitar mulut saja. Berikut adalah contoh spacer yang bisa ditambahkan pada jenis semprotan MDI dimana ukurannya disesuaikan dengan umur penderita.

Spacer sebagai sambungan antara semprotan dengan penderita (dok.pri)
Spacer sebagai sambungan antara semprotan dengan penderita (dok.pri)
Bagaimana tindakan pencegahan serangan asma?

Seperti kita ketahui bahwa pencetus utama terjadinya asma adalah terpapar zat yang bersifat alergi (alergen). Alergen yang sering adalah debu, bulu binatang, serbuk sari bunga, kain kotor dan kadang makanan yang bersifat alergi. 

Selain itu pemicu lainnya adalah infeksi, misalnya sedang flu dan batuk sangat rentan terjadinya serangan asma. Zat iritan seperti asap rokok, asap pabrik, bau menyengat dan lainnya juga dapat memicu serangan asma. Dan satu hal yang penting bahwa faktor psikogenik ternyata dapat memacu asma seperti emosi meningkat, stres ataupun banyak pikiran. 

Jika kita mengenali faktor pencetus tersebut, maka untuk mencegah serangan asma adalah menghindari faktor pemicu tersebut.

Bagi penderita asma yang kambuhan, maka perlu pemberian obat semprot yang sifatnya pemeliharaan, misalnya obat semprot pelega nafas kerja panjang (long acting bronkodilator) dengan atau tanpa kombinas inhalasi kortikosteroid (antiradang). Kadan jika asmanya bersifat lebih berat, diberikan obat kortikosteroid dalam bentuk oral. Tentunya pemberian obat tersebut sudah menjadi ranah dan pertimbangan dokter. Tidak boleh memutuskan menggunakan obat sendiri. 

Semoga tulisan sederhana ini dapat membantu kita, baik penderita asma maupun orang di lingkungan sekitar sehingga dapat mencegah risiko yang lebih fatal akibat perburukan serangan asma tersebut. 

 

Salam sehat,
dr. Meldy Muzada Elfa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun