Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dokter Tahu Matinya Kapan?

14 Mei 2016   21:32 Diperbarui: 14 Mei 2016   23:18 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lalukan saja dok, saya siap untuk kemoterapi second line. Segala usaha dan kesembuhan saya serahkan kepada Allah pemilik hidup saya."

Jleb... Ucapannya cukup menusuk hatiku. Seperti menyadarkan bahwa profesiku hanya sebagai perantara saja. Tiada daya dan upaya terjadi tanpa seizinnya. Akhirnya setelah dilakukan pemeriksaan ulang dan dinyatakan layak, bu Dian dijadwalkan untuk kemoterapi second line.

---------------------------

2 bulan berlalu.....

Pukul 4 sore menjelang persiapan pulang kerja, terdengar dering panggilan masuk dihandphoneku. Dokter residen penyakit dalam jaga unit gawat darurat (UGD) menelepon, melaporkan bahwa pasien pribadiku atas nama ibu Dian Savitri masuk UGD karena sesak nafas memberat. 

Biasanya aku hanya memberikan advice terapi per telepon kepada dokter residen jaga tersebut dan nanti akan ditengok saat visite malam hari ke paviliun. Namun mengingat bu Dian benar-benar pasien yang setia dan aku banyak mengambil hikmah hidup dari dirinya, maka sebelum pulang aku menyempatkan diri ke UGD untuk menjenguknya.

Dari hasil laporan dokter residen jaga, terdapat cairan paru yang memenuhi paru kanannya dan telah dilakukan pengeluaran cairan sebanyak 1.5 liter menggunakan jarum abbocath. Sesaknya dikatakan membaik dan kondisi umum membaik setelah dilakukan pengeluaran cairan. 

Dengan ditemani dokter residen jaga, aku mendekati bu Dian. Dengan prihatin dan berusaha berhati-hati menggunakan kata-kata, aku menyapanya.

"Dok... Alhamdulillah, tenyata Allah baik dengan saya" ucapnya begitu melihatku mendekat. Terlihat nafasnya yang tesengal-sengal, dengan tubuh yang terlihat sangat kurus walaupun tertutup oleh baju muslimahnya yang benar-benar tertutup, dia merapatkan kedua telapak tangannya di atas dada sebagai gestur memberi salam sambil berusaha tersenyum. 

Aku sedikit terkejut dan tidak memahami maksud ucapannya, tapi tidak juga ingin bertanya maksudnya karena takut salah bicara. Kadang saat menghadapi pasien dengan keganasan, apalagi dalam stadium yang terminal, seorang dokter harus pandai dalam menggunakan bahasa komunikasi.

"Terima kasih atas semua yang dokter lakukan selama ini kepada saya" tambahnya lagi. Kali ini dibantu keluarganya dia berusaha duduk dari brankar (tempat tidur perawatan) pasien. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun