Pendahuluan
Di era modern saat ini, pemilihan umum telah menjadi elemen paling krusial dalam menjaga keberlanjutan demokrasi representatif di negara-negara demokrasi. Pemilu merupakan ajang persaingan di mana para calon politik berlomba untuk mendapatkan jabatan politik berdasarkan pilihan resmi dari warga negara yang memenuhi syarat.
Dalam konteks negara demokrasi seperti Indonesia, berbagai kegiatan komunikasi politik dilakukan oleh politisi dan partai politik dengan tujuan mempengaruhi preferensi pemilih dan memperoleh suara masyarakat dalam memperebutkan kursi politik. Ini adalah mekanisme yang paling canggih yang ditemukan untuk memastikan bahwa rakyat tetap memiliki kendali atas nasib mereka sendiri. (Pamungkas, 2009)
Berbagai kegiatan komunikasi politik telah dilakukan oleh para politisi dan partai politik sebagai upaya persuasi untuk menggaet suara masyarakat, hal ini dilakukan dalam memperebutkan kekuasaan kursi politik di negara Indonesia ini. Namun, upaya ini perlu dibarengi dengan tanggung jawab politik dan tetap menjaga nilai-nilai demokrasi.
Namun, penting untuk diingat bahwa upaya ini harus diimbangi dengan tanggung jawab politik dan penghormatan terhadap nilai-nilai demokrasi. Kebebasan media massa memungkinkan berbagai informasi disiarkan, kegiatan pemerintah dipantau, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik.
Peran media massa dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi preferensi pemilih sangatlah krusial. Namun, meskipun kebebasan media massa menjadi prioritas, regulasi yang jelas dan tegas tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan dengan kepentingan publik.
Dalam menghadapi Pemilu 2024 di Indonesia, perkembangan teknologi dan tren media sosial harus dipertimbangkan dalam merumuskan regulasi yang efektif dan menjaga integritas proses demokrasi. Tantangan dan perdebatan seputar kebebasan media massa dan batasan kampanye politik semakin rumit.
Kemajuan ini telah memperluas cakupan media massa dengan adanya platform media sosial dan situs berita online. Situasi ini menghasilkan implikasi baru terkait regulasi dan pengawasan kampanye politik, serta memberikan peran yang semakin penting bagi media massa dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih
Dengan demikian, menjaga integritas proses demokrasi dalam Pemilu memerlukan keseimbangan antara kebebasan media massa dan batasan hukum yang melindungi integritas dan keadilan dalam konteks demokrasi. Regulasi yang efektif dan sesuai dengan perkembangan teknologi menjadi kunci untuk memastikan bahwa Pemilu berlangsung secara adil dan transparan, serta memungkinkan partisipasi yang aktif dari seluruh masyarakat.
Pembahasan
Kampanye Politik
Dalam pandangan Michael Pfau dan Roxanne Parrot dalam Persuasive Communication Campaign (1993), kampanye merupakan proses yang disengaja, bertahap, dan berkelanjutan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi audiens yang ditargetkan. Dengan demikian, setiap tindakan kampanye dapat dikatakan sebagai proses yang telah direncanakan dan dikonstruksi dengan tujuan persuasif..
Dalam pendekatan Social Judgement Theory yang dikembangkan oleh Muzafer Sherif dan Carolyn Sherif, yang dikutip oleh Richard M Perloff dalam bukunya The Dynamics of Persuasion (2003), audiens yang dipersuasi berada dalam tiga zona. Pertama, zona penerimaan, di mana kandidat sebagai pihak yang meyakinkan dapat diterima dan ditoleransi. Kedua, zona penolakan, di mana munculnya resistensi atau posisi berlawanan dengan kandidat terlihat jelas. Ketiga, zona tanpa keterikatan, di mana kandidat tidak diterima, tetapi juga tidak ditolak.
Di Indonesia, diperlukan komunikasi politik yang bertujuan untuk menyadarkan akan pentingnya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum.
Partisipasi masyarakat memainkan peran yang krusial dalam menjalankan proses demokrasi ini. Jika masyarakat memahami manfaat dari pemilihan umum dan memiliki kesadaran akan hal tersebut, kemungkinan manipulasi suara oleh elit politik terhadap rakyat yang masih kurang memahami makna pemilihan umum akan menjadi kecil.
Rakyat terlibat dengan tujuan dan pemikiran yang jelas untuk menciptakan kemajuan politik yang baik, bukan sekadar terlibat tanpa penjelasan yang memadai mengenai alasan keterlibatan mereka. (Soyomukti, 2013)
Kebebasan Media Massa dan Pembatasan Kampanye
Kebebasan media massa dan pembatasan kampanye politik merupakan dua aspek yang saling terkait dalam Pemilihan Umum di Indonesia.
Kebebasan media massa merupakan prinsip utama dalam sistem demokrasi yang memungkinkan penyebaran informasi yang beragam, pengawasan terhadap kegiatan pemerintah, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Namun, untuk menjaga kebebasan tersebut, diperlukan adanya batasan hukum yang memastikan perlakuan yang adil serta menjaga integritas proses demokrasi.
Menurut Denis McQuail (1987), diperlukan pengaturan media massa atau pers agar dapat memberikan manfaat konkret kepada masyarakat dan audiensnya, daripada hanya memberikan kebebasan kepada media massa dan pemiliknya tanpa mempertimbangkan harapan dan tuntutan masyarakat.
Deddy Mulyana (2001) menyatakan bahwa media massa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemikiran dan tindakan masyarakat dalam hal dampak komunikasi massa terhadap pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku mereka. Media massa berperan sebagai agen sosialisasi yang penting dalam mentransmisikan sikap (behavior), pemikiran (kognitif), dan hubungan (interaksional). Konsep kebebasan pers sangat bergantung pada sistem politik di mana pers tersebut beroperasi. Oleh karena itu, di Indonesia dengan sistem politik demokrasi, kebebasan pers juga menganut kebebasan dalam menyampaikan informasi dan berpendapat.
Kebebasan pers di Indonesia lahir pada 1998 dan munculnya pasal 28 F UUD 1945, yang berbunyi, “setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kebebasan pers tidak hanya mencakup kebebasan yang datang dari pihak media atau peran pers, tetapi juga memastikan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak-hak mereka sebagai warga negara jika merasa dirugikan oleh pers. Kebebasan pers akan menghasilkan pemahaman yang tercerahkan tentang isu-isu publik dan masalah politik. Melalui berbagai jenis liputan seperti berita, wawancara, iklan politik, dan platform media sosial, media massa dapat memengaruhi persepsi publik terhadap kandidat dan partai politik dalam pemilihan.
Regulasi Kampanye di Media Massa
Di Indonesia, kampanye politik melalui media massa diatur oleh berbagai undang-undang dan peraturan terkait. Misalnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur tata cara kampanye dan penggunaan media massa dalam kampanye politik. Selain itu, KPU juga mengeluarkan Peraturan KPU yang mengatur secara lebih rinci tentang kampanye politik melalui media massa.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 ayat 35 menyebutkan bahwa “Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh pesirta pemilu untuk meyakinkan Pemilih .dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.”
Demikian pula Undang-Undang No 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Salah satunya pada pasal 1 ayat 30 tentang iklan kampanye yang berbunyi “Iklan Kampanye adalah penyampaian pesan kampanye melalui media cetak, media elektronik, media dalam jaringan, media sosial, dan lembaga penyiaran, berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk memperkenalkan Peserta Pemilu atau meyakinkan Pemilih memberi dukungan kepada Peserta Pemilu” Regulasi yang lebih khusus membahas tentang Iklan Kampanye terdapat dalam Undang-Undang No 23 tahun 2018 tentang pada bagian ketujuh Iklan Kampanye, pasal 37, 38, 39, 40, dan 41.
Tujuan dari regulasi dan batasan hukum dalam kampanye politik adalah untuk menjaga integritas proses demokrasi dan memastikan adanya persaingan yang adil di antara para calon politik. Adanya regulasi yang jelas dan tegas sangat penting untuk mencegah manipulasi opini publik dan penyalahgunaan media massa dalam kampanye politik
Tantangan dalam Penerapan Hukum Media Massa dalam Kampanye Politik
Menghadapi Pemilu 2024 di Indonesia, tantangan terkait kebebasan media massa dan pembatasan kampanye politik semakin kompleks. Era digital dan perkembangan teknologi informasi telah memperluas ruang lingkup media massa dengan hadirnya platform media sosial dan situs berita online.
Hal ini membawa implikasi baru terkait regulasi dan pengawasan kampanye politik. Media sosial menjadi sarana yang berpengaruh dalam menyebarkan informasi dan memengaruhi sikap perilaku pemilih. Diperlukan kerangka hukum yang sesuai untuk mengawasi dan mengatur penggunaan media sosial dalam kampanye politik.
Dalam konteks ini, regulasi yang ada harus diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan tren media sosial. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat sipil untuk mengembangkan dan menerapkan regulasi yang efektif dalam mengawasi kampanye politik.
Selain itu, perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers juga harus menjadi perhatian dalam merumuskan pembatasan kampanye politik. Penting untuk memastikan bahwa regulasi yang ada tidak membatasi kebebasan media massa secara berlebihan atau menghambat akses masyarakat terhadap informasi yang objektif. Dalam menghadapi Pemilu 2024, pemangku kepentingan terkait seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Pers, dan lembaga hukum perlu bekerja sama untuk memperkuat kerangka hukum yang ada dan mengawasi penerapannya.
Kesimpulan
Menghadapi Pemilu 2024 di Indonesia, kebebasan media massa dan pembatasan kampanye politik menjadi hal penting. Regulasi yang tegas dan jelas dibutuhkan untuk memastikan kebebasan media massa terjaga sesuai kepentingan publik, sambil tetap mengatur pembatasan dalam kampanye politik. Kebebasan media massa berperan penting dalam memberikan informasi, memfasilitasi debat publik, dan menjaga transparansi pemilihan.
Regulasi yang tepat akan memastikan media massa bertanggung jawab dengan menyajikan informasi yang akurat dan seimbang. Pembatasan kampanye politik diperlukan untuk menjaga kesetaraan, integritas, dan fair play dalam proses demokrasi. Regulasi yang jelas memastikan pemilihan yang adil dan partisipatif bagi semua calon dan pemangku kepentingan.
Dalam era digital dan media sosial yang semakin dominan, diperlukan kerangka hukum yang memadai untuk mengawasi kampanye politik dan memastikan integritas proses demokrasi. Upaya kolaborasi antara pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat sipil diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Daftar Pustaka
Jatmiko, Krisno. (2014). Urgensi Pengaturan Batasan Dana Kampanye Untuk Menciptakan Sistem Pemilu Yang Demokratis. Diss. Brawijaya University.
KPU. (2018). Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum. Salinan UU.
McQuail, Denis. (2002). Mass Communication Theory. Third Edition. London: SAGE Publications.
Mulyana, Deddy. (2001). Nuansa-Nuasa Komunikasi; Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Remaja Rosdakarya-Bandung.
Pamungkas, Sigit. (2009). Perihal Pemilu.Universitas Gadjah Mada PressJogjakarta.
Perloff, R. M. (2003). The dynamics of persuasion : communication and attitudes in the 21st century. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. 2003.
Pfau, Michael dan Roxanne Parrot. (1993). Persuasive Communication Campaign. Allyn and Bacon: Massachussets.
Poti, Jamhur. (2011). "Demokratisasi media massa dalam prinsip kebebasan." Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan 1(1).
Soyomukti, Nurani. (2013). Komunikasi Politik. Intrans Publishing, Malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H