Assalamualaikum Wr. Wb
Yang saya hormati bapak Muhammad Julijanto, S Ag., M. Ag. Selaku dosen mata kuliah Sosiologi Hukum.
Perkenalkan nama saya Melati Suryaningtyas dari fakultas syariah prodi hukum ekonomi syariah kelas 5D.
Saya akan masuk ke riview materi mata kuliah Sosiologi Hukum dari materi pertama hingga terakhir untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Sosiologi Hukum.
Materi pertama mempelajari pengertian Sosiologi Hukum, Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial lainnya secara analitis dan empiris, seperti yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto. Sosiologi hukum Islam juga menjelaskan hubungan antara perubahan sosial dan penempatan hukum Islam. Dalam objek sosiologi, terdapat dua jenis:
- Objek Material: Mencakup kehidupan sosial, gejala sosial, dan proses hubungan antar manusia.
- Objek Formal: Berfokus pada hubungan antarmanusia dan proses yang muncul dari interaksi dalam masyarakat.
Materi ke-2 mempelajari Hukum dan Kenyataan Masyarakat, dengan fokus pada Hukum Islam dan Perubahan Sosial. Perubahan sosial, menurut Selo Soemardjan (1964) adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai, sikap dan perilaku kelompok masyarakat. Karakteristik hukum Islam meliputi:
- Penerapan hukum yang bersifat universal.
- Penetapan hukum berdasarkan realitas.
- Pengambilan keputusan melalui musyawarah.
- Sanksi yang diterima di dunia dan di akhirat.
Teori perubahan sosial dirumuskan oleh beberapa ahli, termasuk Max Weber, Emile Durkheim, dan Arnold M. Rose, yang menekankan berbagai aspek dalam memahami dinamika perubahan dalam masyarakat.
Materi ke-3 mempelajari Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif dalam penelitian hukum. Yuridis Empiris adalah pendekatan yang melibatkan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk mendapatkan data dari studi lapangan. Metode ini menggunakan pendekatan sosiologis, antropologis, dan psikologis. Yuridis Normatif, di sisi lain, menelaah norma-norma dan aturan hukum melalui studi kepustakaan, seperti membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan serta teori-teori hukum. Objek yang dikaji dalam penelitian ini mencakup norma dasar, asas-asas hukum, dan peraturan perundang-undangan. Secara umum, penelitian normatif lebih fokus pada analisis teks hukum, sedangkan penelitian empiris berfokus pada penerapan hukum dalam masyarakat dan dampaknya.
Materi ke-4 mempelajari Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum, yang menekankan pemisahan antara hukum dan moral serta mengagungkan hukum tertulis sebagai norma sah. Terdapat dua jenis positivisme:
- Hukum Positif Analitis (John Austin): Hukum sebagai perintah penguasa.
- Hukum Murni (Hans Kelsen): Fokus pada struktur hukum tanpa nilai moral.
Positivisme hukum berfokus pada fakta dan realitas, sering dikritik karena sulit mencapai keadilan sosial. Meskipun memberikan kepastian hukum, sistem ini dapat dipengaruhi oleh kekuasaan politik dan memerlukan penerapan yang rasional, logis, dan objektif.
Materi ke-5 mempelajari Madzhab Pemikiran Hukum (Sociological Jurisprudence), yang menekankan hubungan antara hukum dan masyarakat. Aliran ini membedakan antara hukum positif (ditetapkan oleh negara) dan hukum yang hidup (mencerminkan norma sosial). Tokoh utama seperti Eugen Ehrlich berargumen bahwa hukum harus selaras dengan nilai-nilai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial, sementara Roscoe Pound melihat hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat demi melindungi kepentingan umum.Meskipun memberikan wawasan penting tentang interaksi hukum dan masyarakat, aliran ini menghadapi kritik terkait peran negara dalam pembentukan hukum dan kesulitan dalam membedakan norma hukum dari norma sosial lainnya.
Materi ke-6 mempelajari Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianism). Living Law menekankan bahwa hukum adalah produk budaya yang ada dalam masyarakat, ditemukan dalam praktik sosial, bukan hanya diciptakan oleh negara. Meskipun sering diabaikan oleh negara modern, pengakuan terhadap hukum adat tetap ada di Indonesia. Utilitarianism, dipelopori oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, berfokus pada kemanfaatan hukum untuk memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan masyarakat. Aliran ini menekankan bahwa undang-undang harus memberikan manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak.
Materi ke-7 dan ke-8 mempelajari pemikiran Emile Durkheim, Ibnu Khaldun, Max Weber, dan H.L.A. Hart. Pemikiran Emile Durkheim fokus pada integrasi masyarakat modern tanpa latar belakang keagamaan dan etnik yang sama. Ia menciptakan pendekatan ilmiah untuk mempelajari fenomena sosial dan menjadi pelopor fungsionalisme, menjelaskan fungsi berbagai bagian masyarakat dalam menjaga keseimbangan sosial. Durkheim menekankan "fakta-fakta sosial" yang memiliki keberadaan independen dan dapat dijelaskan melalui interaksi sosial. Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan: primitif, pedesaan, dan kota, serta mengemukakan teori siklus sejarah yang mencakup fase kebangkitan, kegemilangan, kemerosotan, dan keruntuhan. Pemikiran Max Weber menganalisis pengaruh agama terhadap ekonomi melalui karya-karyanya, seperti "Etika Protestan," menekankan hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama. Sedangkan H.L.A. Hart, seorang filsuf hukum Britania, terkenal dengan karyanya "The Concept of Law," dan dianggap sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam filsafat hukum abad ke-20 bersama Hans Kelsen.
Materi ke-9 mempelajari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan hukum dalam masyarakat. Efektivitas hukum ditentukan oleh kualitas aturan, profesionalisme penegak hukum, sarana pendukung, kesadaran masyarakat, dan budaya hukum. Hukum yang efektif mampu menjadi alat kontrol sosial dan rekayasa sosial melalui penerapan aturan yang jelas, sanksi yang tepat, serta partisipasi masyarakat. Kesadaran hukum, meliputi pengetahuan dan kepatuhan, menjadi kunci keberhasilan penegakan hukum.
Materi ke-10 mempelajari Law and Social Control, di mana hukum berfungsi sebagai alat kontrol sosial untuk mencapai keseimbangan antara stabilitas dan perubahan dalam masyarakat. Kontrol sosial bersifat preventif, mencegah gangguan terhadap kepastian dan keadilan, serta represif, mengembalikan keserasian hukum dengan masyarakat. Hukum bertujuan menciptakan kedamaian melalui kepastian dan keadilan, serta berperan sebagai alat rekayasa sosial untuk memperkenalkan lembaga-lembaga hukum modern demi meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Materi ke-11 mempelajari Socio-Legal Studies, yang menjelaskan persoalan hukum dengan pendekatan interdisipliner antara ilmu hukum dan ilmu sosial-humaniora. Pendekatan ini memperkaya teori hukum kontemporer dan memberikan manfaat praktis dalam perumusan hukum serta reformasi kelembagaan. Socio-Legal Studies menjadi payung bagi disiplin seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, dan politik hukum, yang berkontribusi pada pemahaman interaksi antara hukum dan masyarakat.
Materi ke-12 mempelajari Hukum Progresif, yang diperkenalkan oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo pada tahun 2002. Konsep ini menekankan perubahan dan adaptasi hukum sesuai perkembangan masyarakat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Reformasi penegakan hukum di Indonesia perlu dilakukan dengan fokus pada prinsip demokrasi dan hak asasi manusia untuk meningkatkan independensi dan profesionalisme sistem peradilan. Hukum progresif mendorong inovasi penegakan hukum untuk mengatasi ketidakadilan.
Materi ke-13 mempelajari Pluralisme Hukum, yaitu keberadaan lebih dari satu sistem hukum dalam masyarakat. Di Indonesia, hukum Islam dan hukum adat berinteraksi dengan hukum positif, tetapi sering terhambat oleh kurangnya pemahaman masyarakat. Hukum adat, meski diakui konstitusi, sering terpinggirkan, menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat adat. Untuk meningkatkan keadilan, diperlukan penguatan hukum adat dan pendidikan hukum yang menyeluruh, serta kebijakan responsif agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses hukum.
Materi ke-14 mempelajari penggunaan sosiologi untuk memahami hukum Islam sebagai gejala sosial. Pendekatan ini mencakup sumber dari al-Quran dan hadis, mempertimbangkan kehidupan sosial, dan mencerminkan perubahan sosial. Hukum Islam berinteraksi dengan sistem hukum lain di Indonesia, tetapi sering menghadapi tantangan. Untuk meningkatkan keadilan, diperlukan penguatan hukum adat, pendidikan hukum yang menyeluruh, dan kebijakan responsif agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses hukum.
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari mempelajari materi Sosiologi Hukum dari awal hingga akhir adalah bahwa Hukum bukan sekadar aturan tertulis, melainkan cerminan dinamika sosial, budaya, dan moral masyarakat. Pemahaman sosiologi hukum mengajarkan bahwa hukum harus fleksibel, adaptif, dan berorientasi pada keadilan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat meningkatkan kesadaran hukum dengan menaati aturan, menghormati pluralisme hukum, serta mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan konflik. Selain itu, mendukung reformasi hukum progresif diperlukan agar hukum relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hukum tidak hanya alat kontrol sosial, tetapi juga sarana menciptakan keadilan dan harmoni.
Kritik dan Masukan untuk perkuliahan Sosiologi Hukum ini agar lebih baik saja kedepannya, walaupun sudah baik semoga tugas setiap pertemuan bisa dikurangin (2 minggu sekali saja).
Proyeksi saya kedepan pasca mempelajari materi sosiologi hukum ini memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antara hukum dan masyarakat. Sehingga saya bisa berfikir optimis pasca mempelajari materi ini bisa memperluas wawasan dalam bersosialisasi di masyarakat.
Sekian Riview Materi dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf. Terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI