Teori-teori Sosiologi Hukum
- Teori Sosiological Jurisprudence. Yang dipelopori oleh Eurlich, Pound, Holmes, llewellyn, dan Frank, mereka berpendapat bahwa, hukum berlaku sebagai sarana dalam pengendalian sosial, hal ini tidak dapat dipisahkan dengan faktor politis dalam kebutuhan hukum, termasuk di dalamnya menyangkut stratifikasi dan latar belakang sosial maupun keberlakuannya hukum kenyataan dan hukum yang tertulis.
- Teori The Living Law atau yang sering disebut dengan hukum adat adalah hukum yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan berlaku secara dinamis, dimana terjadi perubahan yang terus menerus mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri.
Perkembangan Sosiologi Hukum di Indonesia
Latar belakang lahirnya sosiologi hukum adalah berawal dari perubahan-perubahan dalam masyarakat yang berbenturan dengan pemikiran modern sehingga menimbulkan konflik. Schuyt menghubungkan perkembangan serta kemajuan Sosiologi Hukum di Skandinavia, Amerika Serikat, dan Jerman dengan perubahan sosial serta situasi konflik yang terjadi di negara-negara tersebut. Schuyt memaparkan bahwa di Skandinavia, dimana Sosiologi Hukum lahir pertama kali pada tahun 1948-1952, pada saat itu pula berlangsung perubahan menuju kepada pemerintahan sosialis. Pada latar belakang itulah, Sosiologi Hukum muncul di negara tersebut. Dalam bidang ekonomi dikeluarkan peraturan- peraturan perundangan untuk mempercepat perubahan dan munculnya negara kesejahteraan. Kebijaksanaan tersebut berbenturan dengan cara berpikir tradisional yang berorientasi liberal. Para pengusaha ingin mempertahankan hak milik privat atas alat-alat produksi. Benturan antara ideologis sosialistis dan liberal sangat mendorong penelitian-penelitian secara Sosiologi Hukum.
Perkembangan yang patut dicatat pula dalam kajian-kajian Sosiologi Hukum adalah mulai ditinggalkannya sikap dan wawasan yang Eropa sentris atau Amerika sentris yang semula mendominasi kegiatan para pengkajinya. Seusai Perang Dunia ke II, para pengkaji Sosiologi Hukum mulai memperhatikan pula apa yang terjadi dalam konteks Cultural encounters antara "sistem hukum Eropa yang eksis dan diteruskan sebagai struktur supra yang modern dan nasional di negeri-negeri berkembang" dan "basis-basis kultural yang dikukuhi oleh masyarakat pribumi sebagai bagian dari kekayaan tradisionalnya." Perhatian ini telah mengalahkan kajian-kajian baru yang mendekatkan kajian-kajian bergaya sosiologis ke kajian-kajian yang lebih bergaya antropologi. Inilah kajian-kajian yang harus lebih dikenali sebagai kajian-kajian tentang transplantasi kultural daripada sebagai kajian-kajian tentang transformasi sosial.
Sosiologi hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan yang terjadi secara berkesinambungan sejak revolusi kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia tidak dicapai secara Yuridis-tradisional, akan tetapi secara Politik-Sosiologis. Perubahan yang tidak normal itu yang pada akhirnya menimbulkan konflik, sehingga mendorong orang untuk melihat kembali kepada hakikat fungsi hukum, batas-batas kemampuan hukum, atau yang tidak lazim dibicarakan dalam wacana hukum tradisional yang didominasi oleh pemikiran analistis-positivisme, dan lain-lain. Dan apa yang telah dicapai pada saat ini umumnya merupakan cerminan dari hasil-hasil karya dan pemikiran dari para ahli yang memusatkan perhatiannya pada Sosiologi Hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H