Komunikasi hanya akan menjadi media untuk menghamburkan energi dari hasil pembakaran makan siang, jika kita tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan apa yang kita inginkan. Seorang perempuan yang memberi kode pada pacarnya tentang apa yang diinginkannya melalui omongan-omongan implisit akan lebih lelah karena tujuan akhir untuk mendapatkan apa yang ia inginkan tidak akan ia dapatkan dengan energi seminimal mungkin. Pacarnya tidak tahu apa yang diinginkannya dan ia juga membuang banyak tenaga untuk membual. Lose-lose solution.
Orang Jawa yang mendapatkan minum tanpa meminta minum
Stigma tentang bagaimana orang Jawa tidak memiliki artikulasi yang baik ketika meminta sesuatu bisa saja sekadar isapan jempol. Namun setidaknya, saya dan pembicara tersebut, punya pemahaman yang sama: orang Jawa memang sangat tidak asertif ketika berbicara.
Di rumah, saya terbiasa disalahkan karena tidak memahami bahasa bapak saya yang sangat jauh dari asertif. Bagaimana saya bisa tahu bahwa bapak saya ingin meminum segelas jahe seduh hanya karena ia bertanya apa yang sedang saya minum? Sementara saya terbiasa bertanya mengenai apa yang seseorang sedang makan atau minum tanpa sedikit pun niatan untuk ikut intervensi menghabiskan makanan mereka.
Seringkali pula orang tua saya menanyakan bagaimana rasa makanan yang sedang saya makan, yang bisa ditebak, ternyata mereka ingin mencicipi makanan itu. Namun bisa ditebak pula bahwa yang saya lakukan hanyalah menjawab bagaimana rasa makanan itu. "Enak banget", ujar anak perempuan mereka.
Kemampuan berkomunikasi tidak asertif ini lalu berkembang dengan baik seiring dengan bertambah tuanya saya. Dari semula saya sebagai anak kecil yang tidak sungkan minta dibelikan makanan atau mainan saat di toko menjadi saya yang hanya memberi tahu ibu saya tentang apa yang saya lihat, "tasnya bagus ya!" (bandingkan dengan pola kalimat asertif pada paragraf awal)
Apa yang ada di seberang? Pasif agresif yang sedang duduk manis
Pasif agresif adalah tindakan yang masih berhubungan dengan komunikasi asertif. Bila kita mendapati beberapa contoh kasus dimana seseorang tidak bisa mengatakan hal tertentu karena ketidaktegasannya, maka pasif agresif adalah versi yang lebih merepotkan.
Orang yang terbiasa pasif agresif akan meluapkan emosi negatifnya melalui pendiaman atau cara lain di mana ia tidak secara langsung mengungkapkan apa yang membuatnya merasa tidak nyaman. Tindakan ini adalah konsekuensi akan ketidakmampuannya untuk mengungkapkan sesuatu secara jelas dalam kesehariannya.
Level ketergangguan orang sekitar akan meningkat karena bukan sekadar orang pertama yang mempunyai urgensi agar dimengerti, tetapi juga orang lain yang memiliki urgensi untuk tidak mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
Bayangkan bila kalimat "tasnya bagus ya" hanya ditanggapi dengan persetujuan (bahwa tasnya memang terlihat bagus), lalu berakibat pada orang pertama yang dongkol sepanjang perjalanan pulang atau bahkan saat sampai di rumah. Emosi negatif ini sangat mungkin ditekan bila orang pertama mengatakan apa yang diinginkannya sedari awal. Terlepas dari faktor budaya yang mungkin mengakomodasi perilaku tidak asertif, tetapi keidealan komunikasi asertif tidak akan mengenal tempat.