Mohon tunggu...
Melathi Putri Cantika
Melathi Putri Cantika Mohon Tunggu... Freelancer - keterangan profil

Passionate Word Crafter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Sebenarnya Tidak Nyeni: Seni Mendapatkan Tanpa Meminta

29 November 2021   20:16 Diperbarui: 29 November 2021   20:40 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, ketika seminar masih dilakukan tanpa alkohol dan tembakan di kepala, berkenalanlah saya dengan konsep komunikasi asertif dari satu seminar di kampus. Salah satu pembicara berasal dari Solo yang kemudian dengan identitas kesoloannya itu, ia dapat menjelaskan dengan baik level kelekatan orang Jawa dan ketidakasertifan menggunakan interaksinya dalam keluarga inti.

Berharap mendapatkan satu kotak makanan ringan yang tidak ringan-ringan amat serta kotak lain pukul 12, ternyata saya dapat sesuatu yang lebih besar. Cara mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa kehilangan banyak tenaga: komunikasi asertif

Komunikasi secara asertif dapat dipahami sebagai cara untuk mengungkapkan apa yang ada di benak kita dengan setegas dan sejelas mungkin. Secara umum, untuk dapat berkomunikasi secara asertif, kita harus melibatkan hal-hal ini: kondisi, perasaan, dan keinginan.

Jika diterapkan pada cara anak sekolah untuk meminta peralatan sekolah pada orang tuanya, maka kalimat yang tepat akan menjadi seperti ini:

Tas saya sudah rusak (kondisi). Saya tidak nyaman memakai tas ini lagi (perasaan). Bolehkah saya dapat tas baru? (keinginan)

Namun, apa pentingnya berkomunikasi secara asertif?

Memang kenapa bila tidak asertif?

Beberapa orang terlihat baik-baik saja menggunakan kode, morse atau sandi untuk mengungkapkan seberapa ingin mereka mendapatkan sesuatu. Lalu apa yang salah dengan komunikasi tidak asertif?

Kembali pada seminar pra-pandemi, diskusi kami saat itu dibuka dengan pertanyaan mengenai bagaimana kita dapat mengenali lawan bicara yang tidak berminat mendengar obrolan kita, tetapi tidak mengatakannya; yang kemudian disambut dengan berbagai umpan balik seperti kontak mata yang tidak tertuju pada kita, jawaban yang ala kadarnya dan isyarat-isyarat lain dari bahasa tubuh mereka.

Dari apa yang saya baca melalui interaksi kami saat itu, satu hal yang pasti adalah bahwa tidak mengatakan ketidaktertarikan akan merugikan kita. Tiga puluh menit mendengarkan sesuatu yang tidak kita inginkan menyebabkan kita kehilangan tiga puluh menit dalam hidup kita untuk melakukan apa yang kita senangi. 

Sekarang kalikan dengan banyaknya kesempatan dalam hidup kita yang kita niatkan hanya untuk menyenangkan orang tanpa benar-benar "hadir" di depan orang itu. Hanya karena kita tidak mampu berkata tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun