Dengan senang hati pula guru memberikan saran yang tidak ia berikan kepada siswa lain karena menganggap bahwa sarannya akan lebih berguna jika dialamatkan kepada A dibandingkan dengan seluruh isi kelas. Mari kita lihat apa yang terjadi jika B yang membuat kesalahan perhitungan. Guru akan menganggap itu dikarenakan B tidak berbakat.
Kira-kira jika anda adalah gurunya, apa yang anda lakukan? Tentu anda tidak akan sebersemangat ketika mengoreksi A, bukan? Sehingga stimulus yang diberikan kepada A pun terbilang lebih istimewa dari anak lain yang dianggap tidak sepintar A.Â
Lalu, bagaimana dengan A? Karena A merasa diapresiasi dan dianggap berbakat oleh guru, maka ia belajar lebih giat. Sehingga ia juga memberikan "respons" akan stimulus yang diberikan oleh guru yakni berupa nilai yang lebih tinggi.Â
ang guru yang melihat kinerja A akan memberikan apresiasi yang lebih lagi, si A membuat guru lebih senang dengan nilainya, dan seterusnya. Terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan disini.Â
Pertanyaan lain, seberapa sering anda menjumpai hal seperti ini? Saya bertaruh jika anda telah lulus atau masih ada di sekolah menengah, hal ini bukan hal asing bagi anda.Â
Sepertinya fenomena ini pula yang menjelaskan mengapa anak emas di sekolah cenderung memiliki progres yang bagus jika dibandingkan dengan teman sebayanya, yang dipercaya tidak sepintar si anak emas.
Pun begitu dengan sekolah favorit. Jika anak emas adalah skala kecil, sekolah favorit adalah skala yang lebih besar. Sebab yang dinomorduakan bukan lagi individu tetapi institusi sekolah lain.Â
Baik, lalu apa yang salah dengan itu? Bukannya hal itu menguntungkan? Siswa yang tidak unggul dalam hal akademik pun punya bakat lain. Benar, tapi jika mereka punya bakat lain diluar akademik lalu mendapat skor yang bagus pada bidang akademik, bukankah lebih menguntungkan?Â
Selain mengkritik tindakan menganakemaskan seorang anak berbakat, bagaimana bila tulisan ini juga diartikan sebagai anjuran untuk menganakemaskan semua anak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H