Beberapa waktu belakangan ini ibu saya terus menerus menyuruh saya mengerjakan skripsi -hal yang saya sudah lakukan- karena temannya ada yang memamerkan gelar baru anaknya yang diperolehnya melalui sidang skripsi daring. Ibu sayapun mulai kebakaran jenggot karena belum saya lapori sidang skripsi saya. Â Â Â Â Â Â
Pertanyaannya mengacu pada anak temannya yang barusan sidang skripsi. Padahal sejak SMP dulu, ibu tidak pernah menyuruh saya belajar untuk unas, tidak pernah mengingatkan saya solat. Karena kenyataannya saya sudah dan paham bahwa itu memang kewajiban saya. Di sekolah, saya juga dapat ranking yang lumayan bagus. Tanpa sekalipun diingatkan untuk belajar oleh ibu saya.Â
Beberapa suruhan untuk mengerjakan skripsi pun membuat saya tambah tertekan. Sebetulnya dua bulan pertama saya di rumah, saya sempat stres karena tidak terbiasa hidup di bawah instruksi. Bayangkan bila terus-terusan suruhan mengerjakan skripsi datang ketika saya sebenarnya juga tengah mengerjakan. Â
Lantas, saya hanya harus bilang iya? Apakah saya tidak pantas protes kepada ibu saya agar berhenti memusingkan saya? Jika saya stres, apa orang yang menyuruh tidak membantah omongan orang tua itu akan mau menukar otaknya yang baru (Karena tidak pernah dipakai) dengan otak saya yang mulai sakit sebab terus-terusan diserang ibu saya dengan membandingkan temannya yang suka pamer itu?Â
Bagaimana bila budaya membanding-bandingkan anaknya dengan anak tetangga itu dapat dihapus hanya dengan menimpali kata-kata mereka?
Bahwa anaknya bukan piala yang hanya bisa dipamerkan dan dibandingkan tingginya satu sama lain?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI