Mohon tunggu...
Melani
Melani Mohon Tunggu... Lainnya - Nothing

Still nothing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemendikbud dan Senjatanya dalam Melawan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

27 Desember 2021   02:18 Diperbarui: 27 Desember 2021   06:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Atas keresahannya terhadap semakin marak dan tiadanya payung hukum untuk kekerasan seksual, Kemendikbud telah memulai langkah perubahan melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dam Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan pada 31 Agustus 2021 yang ternyata menuai berbagai sambutan positif.

Dengan adanya Permendikbud Nomor 30 ini, Nadiem menyatakan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang dapat menangani permasalahan kekerasan seksual di lingkup kampus. 

Oleh karena itu, beliau menyatakan Permendikbud 30 atau PPKS dibuat untuk mengisi kekosongan dasar hukum yang melindungi kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. 

Adapun tujuan dari peraturan ini adalah agar dapat menjaga hak warga negara atas keamanan dalam menempuh pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. 

Selain hal itu, peraturan ini pula mendukung untuk dilakukan tindakan yang tegas bagi instansi pendidikan universitas yang mempunyai kasus kekerasan seksual.

Setelah berjalannya Permendikbud Nomor 30, semakin membuka lebar mata kita bahwa berada di lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa untuk menempuh pendidikannya, ternyata tidak menjamin sama sekali bahwa lingkungan kampus begitu aman. 

Isu kekerasan seksual sebelum lahirnya peraturan menteri pendidikan tersebut tidak banyak yang mengambang di permukaan, namun peraturan tersebut telah membuat para mahasiswa untuk terbuka dan lebih berani dalam menangani kasus pelecehan seksual. 

Kita juga sangat sadar bahwa korban kekerasan seksual di ruang lingkup Perguruan Tinggi sebelum adanya peraturan ini memilih untuk bungkam karena khawatir akan mendapatkan sanksi selama masa studinya. 

Lalu, ditambah minimnya dukungan dari berbagai pihak yang pada salah satunya adalah kampus yang terkait karena mempunyai unsur yang akan melukai sekaligus merusak reputasi kampus. 

Sebagian kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswa pada ruang lingkup kampus yang terjadi akibat oknum dosen merasa bahwasanya mereka mempunyai hak atas segala tindakannya dan menganggap mahasiswa sebagai orang yang tidak punya daya.

Salah satu kasus yang populer akhir-akhir ini adalah pelecehan seksual secara fisik maupun verbal terhadap tiga mahasiswi di UNSRI atau Universitas Sriwijaya yang dilakukan oleh dua orang dosen. Kasus ini bermuka dari cuitan korban di Twitter yang merupakan mahasiswi tingkat akhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun