Salah satu indikator negara yg baik secara ekonomi adalah negara yg masyarakatnya mampu menjalankan kegiatan ekonomi dengan baik, dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Ketiga kegiatan ekonomi ini akan memunculkan terjadinya perdagangan dalam masyarakat. Proses produksi yang dilakukan masyarakat dengan menghasilkan barang dan jasa, dapat memberikan kontribusi pada jumlah PDB suatu negara yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.Â
Kemudian kegiatan ekonomi ini juga memberikan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat tidak menganggur dan memiliki penghasilan yg memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memiliki daya beli yang baik. Hal inilah yg disebut dengan kegiatan ekonomi yg berjalan lancar.
Untuk mendukung semua kegiatan ekonomi Ini, maka diperlukan sistem keuangan yang memadai, untuk pembayaran bahan baku dalam proses produksi, pembayaran transportasi dalam kegiatan distribusi, dan alat pembayaran dalam kegiatan konsumsi (jual beli).Â
Apalagi jika kegiatan ekonomi nya sudah memiliki cakupan dalam skala besar dan luas, seperti halnya kegiatan dalam suatu negara atau bahkan dalam cakupan internasional, maka tidak mungkin lagi transaksi keuangan ini dilaksanakan secara konvesional menggunakan transaksi-transaksi tunai. Maka dari itu diperlukan sistem keuangan yg lebih modern dan canggih agar kegiatan ekonomi tersebut dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Untuk membangun sistem keuangan yg baik dalam suatu negara dibutuhkan usaha yg berkesinambungan antara berbagai baik dari pihak pemerintah maupun Swasta. Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa dibidang keuangan, yang salah satu lembaga yang ada didalamnya adalah lembaga perbankan.Â
Sistem keuangan membantu perekonomian Negara melalui peran perbankan yang menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana dan penyalur dana dalam rangka memberikan modal bagi masyarakat untuk berkegiatan ekonomi, salah satunya adalah kegiatan wirausaha.
Sistem keuangan merupakan kumpulan lembaga-lembaga keuangan, berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi keuangan, yang disusun sedemikian rupa untuk memperlancar segala transaksi keuangan yang berlangsung, yang mendukung terjadinya transaksi-transaksi keuangan di suatu negara, demi kemajuan perekonomian negara tersebut.Â
Sistem keuangan terdiri dari berbagai elemen yaitu otoritas keuangan, sistem perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank, yang pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan.
Sistem keuangan yang baik tidaklah cukup, butuh kestabilan dalam prosesnya yang berkelanjuatan. Maka hukumnya adalah sangatlah penting suatu Negara memiliki Kestabilan Sistem Keuangan. Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi, atau bisa juga diartikan dengan terhindarnya suatu negara dari krisis moneter atau keuangan.Â
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan dalam websiste bi.go.id, yang menjelaskan beberapa hal mengenai Kestabilan Sistem Keuangan. Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.Â
Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem keuangan yang stabil adalah adanya interaksi antara lembaga keuangan yang baik, Â yang dapat menciptakan kegiatan alokasi sumber dana untuk kegiatan ekonomi (salah satunya sektor riil), menciptakan kondisi yang baik dalam mekanisme penetapan harga, menciptakan sistem alat pembayaran untuk memperlancar kegiatan ekonomi, dan mampu menganalisis sebaran risiko berserta pengelolaan risiko yang dapat terjadi dalam kegiatan ekonomi tersebut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Kemudian apa pentingnya sebuah Negara memiliki sistem keuangan yang stabil ? Stabilitas keuangan dapat dilihat dari dua hal yaitu institusi yang stabil (memiliki kredibilitas yang baik di mata masyarakat) dan pasar yang stabil. Sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi.
Stabilitas Sistem Keuangan ini berpengaruh kondisi makroekonomi dalam sebuah sistem perekonomian seperti misalnya stabilnya daya beli masyarakat, kuatnya permintaan domestik, serta stabilnya nilai tukar rupiah bisa membawa pengaruh positif bagi kestabilan sistem keuangan. Sistem keuangan yang stabil akan dapat membentuk kegiatan ekonomi yang sehat dan terkontrol serta alokasi sumber daya yang ada dapat dijalankan secara optimal.Â
Sistem keuangan yang stabil akan memiliki dampak langsung pada kesehatan dunia perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat secara maksimal, tentu hal ini juga akan mempengaruhi sektor riil.Â
Stabilnya sistem keuangan tentu akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga inflasi dapat dikendalikan. Selain itu biaya untuk mengatasi kondisi instabilitas sistem keuangan yang tidak murah dapat ditekan karena pengaruhnya dapat menyerang langsung sektor keuangan, seperti sektor perbankan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas sistem keuangan pada suatu negara dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik).Â
Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional yang biasanya berkaitan dengan kegiatan perbankan. Fungsi perbankan sebagai penunjang kegiatan ekonomi akan terhambat, sehingga mengakibatkan sistem keuangan di suatu Negara jadi bermasalah bahkan bias sampai  terjadi krisis ekonomi. Salah satu contohnya adalah krisis ekonomi di tahun 1998 dan krisis ekonomi global di amerika serikat tahun 2008.
Perubahan ekonomi yang terjadi secara cepat tersebut mengarah pada turunnya nilai tukar mata uang dan harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi. Krisis moneter dimulai dari gejala/kejutan keuangan pada Juli 1997, menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap dolar Amerika serikat merupakan pencetus/trigger poin-nya dan juga gejolak sosial dan politik Indonesia yang sedang memanas pada saat itu. Oleh karena itu penyebab krismon 1998 bisa dikatakan merupakan campuran dari unsur-unsur eksternal dan domestik.Â
Ketergantungan pada utang luar negeri yang berhubungan dengan perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing. Stok utang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi yang tidak stabil. banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia.Â
Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah utang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
Upaya pemulihan ekonomi nasional telah ditempuh oleh Pemerintah melalui langkah-langkah kebijakan yang bersifat menyeluruh yang tidak hanya menyangkut program stabilisasi makroekonomi (kebijakan moneter dan fiskal) tetapi juga program reformasi di bidang keuangan dan sektor riil. Dengan melihat strategisnya peran perbankan dalam perekonomian maka upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan, khususnya perbankan, menjadi sangat penting.Â
Untuk mengatasi dampak krisis, apa yang dapat dilakukan segera adalah melakukan restrukturisasi perbankan. Rangkaian kebijakan tersebut diharapkan dapat kembali membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap sistem keuangan dan perekonomian kita. Kebijakan perbankan yang komprehensif yang tidak saja diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pada tingkat individual bank dan sistem perbankan, tetapi juga dapat mempercepat pemulihan kegiatan ekonomi nasional. program pengembangan infrastruktur perbankan untuk meningkatkan daya tahan bank-bank dalam menghadapi berbagai gejolak, antara lain rencana pendirian Lembaga Penjamin Simpanan. Â
Strategi restrukturisasi yang komprehensif yang tidak hanya menekankan pada upaya penyehatan aspek keuangan perbankan semata, tetapi juga memperhatikan konsistensinya dengan program pemulihan ekonomi makro. Bank Sentral perlu diberi tugas dan tanggung jawab untuk menjaga kestabilan moneter tersebut, dan bahwa tugas itu akan dapat terlaksana dengan baik hanya apabila Bank Sentral terbebas dari campur tangan pihak-pihak lain, termasuk Pemerintah. Karena menyadari pentingnya independensi bank sentral ini, dan maka Indonesia berhasil merumuskan undang-undang yang menjamin independensi tersebut.
Krisis ekonomi global tahun 2008 bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang lalu menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Krisis ini diawali karena adanya dorongan untuk konsumsi (propincity to Consume), yaitu pola konsumerisme masyarakat Amerika Serikat yang di luar batas kemampuan pendapatan yang dimilikinya.Â
Mereka hidup dalam jeratan hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan. Lembaga pembiayaan yang memberikan kredit tersebut bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman yang pada akhirnya harus bangkrut karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya tersebut.
Krisis tersebut terus merambat ke sektor riil dan non-keuangan di seluruh dunia. Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan tahun 2008 telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia.Â
Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor menurun drastis yang berarti menurunnya ekspor dari negara-negara produsen berbagai produk yang selama ini dikonsumsi ataupun yang dibutuhkan oleh industri Amerika Serikat. Oleh karena volume ekonomi Amerika Serikat itu sangat besar, maka sudah tentu dampaknya kepada semua negara pengekspor di seluruh dunia menjadi serius pula, terutama negara-negara yang mengandalkan ekspornya ke Amerika Serikat.
enam penyebab terjadinya krisis ekonomi Amerika Serikat, yaitu penumpukkan hutang yang sangat besar, adanya program pengurangan pajak korporasi yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan Negara, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai perang Irak dan Afghanistan, lembaga pengawas keuangan CFTC (Commodity Futures Trading Commision) tidak mengawasi mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka, kerugian surat berharga property, dan yang terakhir adalah keputusan suku bunga murah yang mengakibatkan timbulnya spekulasi yang berlebihan.Â
Penurunan suku bunga yang dilakukan oleh The Federal Reserve of The United States atau bank sentral Amerika yang kala itu dipimpin oleh master ekonom dunia Alan Greenspan membuat gejolak baru di pasar amerika.
Indonesia merupakan Negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana dari investor asing, dengan adanya krisis global ini secara otomatis para investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini yang berakibat jatuhnya nilai mata uang kita. Aliran dana asing yang tadinya akan digunakan untuk pembangunan ekonomi dan untuk menjalankan perusahaan-perusahaan hilang, banyak perusahaan menjadi tidak berdaya, yang pada ujungnya Negara kembalilah yang harus menanggung hutang perbankan dan perusahaan swasta.
Nilai ekspor Indonesia juga berperan dalam sebagai penyelamat dalam krisis global tahun 2008 lalu. Kecilnya proporsi ekspor terhadap PDB (Product Domestic Bruto) cukup menjadi penyelamat dalam menghadapi krisis finansial di akhir tahun 2008 lalu. Di regional Asia sendiri, Indonesia merupakan negara yang mengalami dampak negatif paling ringan dari krisis tersebut dibandingkan negara lainnya.Â
Beberapa pihak mengatakan bahwa 'selamat'nya Indonesia dari gempuran krisis finansial yang berasal dari Amerika itu adalah berkat minimnya proporsi ekspor terhadap PDB. Negara-negara yang memiliki rasio ekspor dengan PDB yang tinggi mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, seperti Singapura yang rasio ekspornya mencapai 200% dan Malaysia mencapai 100%, sedangkan Indonesia sendiri 'terselamatkan' dengan hanya memiliki rasio ekspor sebesar 29%
Penangan masalah krisis ekonomi tidak hanya bisa bertumpu dalam satu lembaga saja, karena lembaga itu pastilah memiliki hubungan kerjasama yang saling berkaitan dengan lembaga keuangan lainnya. Maka dari di sinilah kelebihan dari kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik.Â
Kebijakan moneter memiliki risiko ketidakmampuan menangkap sinyal pemupukan risiko yang bersumber dari perilaku ambil risiko elemen sistem keuangan. Pada tahun 2008 inilah penerapan kebijakan makroprudensial betul-betul dipikirkan untuk dapat melengkapi kebijakan moneter, mikroprudensial dan fiskal untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, maka dibentuklah Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) di Bank Indonesia. Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia melalui dua pendekatan, yaitu mikroprudensial dan makroprudensial. Bank Indonesia di bidang makroprudensial tertuang dalam UndangUndang (UU) Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tanggal 22 November 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejalan dengan beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank (mikroprudensial) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam perjalanannya, kemampuan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan telah diakui secara internasional. merupakan bentuk apresiasi atas kemampuan Bank Indonesia dalam mengarahkan industri perbankan Indonesia untuk menerapkan aturan berstandar internasional, serta kemampuan merespons gejolak perekonomian global pada saat krisis hingga mampu menghindari terjadinya risiko sistemik.
Maka dari itu Bank Indonesia terus menganalisis kebijakan ini dengan membuat kajian stabilitas keuangan agar masalah krisis ekonomi yang pernah melanda indonesia dapat diminimalisir proses dan pengaruhnya, ditambah lagi dengan adanya ketidakpastian ekonomi global.Â
Sudah saatnya ekonomi Indonesia berbasis SDM serta SDA asli Indonesia diberi peluang lebih untuk membangun fondasi perekonomian Indonesia berbasis usaha mikro yang terbukti lebih tahan terhadap goncangan serta dapat lebih memberdayakan tenaga kerja negara ini agar tingkat pengangguran semakin berkurang.Â
Berdasarkan pengalaman yang sudah ada, para ekonom Indonesia sudah seharusnya mengambil hikmah dari krisis 1998 dan 2008 agar jika krisis-krisis yang sama terulang di tahun-tahun ke depan, Indonesia sudah memiliki fondasi yang kuat serta antisipasi yang matang untuk menghadapinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H