Aku cukup beruntung. Sabtu (30 November 2019) kemarin, aku mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Pak Yuswohady (atau lebih akrab disapa Pak Siwo) memaparkan cerita bagaimana beliau menulis buku yang menjadi best seller di beberapa toko buku besar. Buku tersebut berjudul Millenials Kill Everything. Mengapa aku merasa beruntung? Karena dari sekian banyak orang yang ingin hadir di acara ini, hanya 35 orang yang diperkenankan datang karena tempatnya yang terbatas. Dan aku menjadi salah satunya.
Apa yang dibunuh millenial?
Jawabannya ada banyak hal. Dengan pola pikir, wawasan, dan kondisi yang berbeda dengan generasi sebelumnya, banyak hal yang menurut millenial sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan mereka. Imbasnya dalam bisnis, banyak perusahaan besar yang gulung tikar.
Menurut Pak Siwo, buku ini dibuat untuk menakut-nakuti generasi X dan Baby Boomer. Kalau mereka tidak belajar dan berinovasi, mereka yang akan dilindas oleh masa. Pesan ini tersirat dalam sampul bukunya yang berlatar hitam serta tulisan 'Kill' yang besar dan berwarna kuning dengan cipratan darah merah.
Sampul buku ini dirancang sendiri oleh Pak Siwo. Beliau terinspirasi oleh film berjudul Kill Bill yang katanya sangat berkesan di kalangan generasi X. Ada yang pernah nonton filmnya? Kalau aku sih, belum.
Bagaimana awal mula Pak Siwo bisa terbesit ide menulis buku Millenials Kill Everything?
Beliau mengaku mendapat ide tulisan buku ini dari sebuah artikel berjudul "RIP: Here are 70 Things Millenials Have Killed" yang dirilis di mashable.com pada 31 Juli 2017. Dari sekian banyak, Pak Siwo menyusun kembali, mencari data, dan menuliskan hal-hal yang akan dibunuh oleh millenial bersama dengan timnya. FYI, di buku Millenials Kill Everything, terdapat 50 hal yang akan dibunuh oleh millenial.
Salah satu hal yang dibahas dalam buku ini adalah tentang menikah. Mengapa? Tren di dunia saat ini, millenial banyak yang tidak berminat untuk menikah. Di buku Millenials Kill Everything, Pak Siwo dan tim memaparkan hasil penelitian yang mereka dapatkan tentang kecenderungan ini. Menariknya, di acara ini, seseorang berusia 36 tahun mengaku memang tidak tertarik untuk menikah.
Bayangan akan keribetan untuk tinggal dalam satu rumah dengan orang lain. Belum lagi, banyak orang di sekelilingnya yang kehidupan rumah tangganya tidak harmonis. Kemudian bayangan betapa mahalnya membesarkan seorang anak juga menghantuinya dan membuatnya masih berfikir untuk menikah.
Menurutku ya, ini adalah bukti dari kekokohan ide dari buku Millenials Kill Everything. Di awal, aku menyangkal bahwa menikah menjadi hal yang dibunuh oleh millenial. Kampanye menikah muda sedang gencar-gencarnya dilakukan di media sosial, lho. Belum lagi yang poligami. Rasanya kok malah menikah itu menjadi tren di kalangan millenial. Namun, setelah mendengar pengakuan dari seorang peserta yang tidak tertarik dengan pernikahan itu, aku jadi punya pandangan lain.