Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Belakang Buku "Millenials Kill Everything"

2 Desember 2019   12:56 Diperbarui: 2 Desember 2019   13:07 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Siwo sedang menjelaskan sampul buku "Millenials Kill Everything" (dokumentasi pribadi)

Aku cukup beruntung. Sabtu (30 November 2019) kemarin, aku mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Pak Yuswohady (atau lebih akrab disapa Pak Siwo) memaparkan cerita bagaimana beliau menulis buku yang menjadi best seller di beberapa toko buku besar. Buku tersebut berjudul Millenials Kill Everything. Mengapa aku merasa beruntung? Karena dari sekian banyak orang yang ingin hadir di acara ini, hanya 35 orang yang diperkenankan datang karena tempatnya yang terbatas. Dan aku menjadi salah satunya.

Apa yang dibunuh millenial?

Jawabannya ada banyak hal. Dengan pola pikir, wawasan, dan kondisi yang berbeda dengan generasi sebelumnya, banyak hal yang menurut millenial sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan mereka. Imbasnya dalam bisnis, banyak perusahaan besar yang gulung tikar.

Menurut Pak Siwo, buku ini dibuat untuk menakut-nakuti generasi X dan Baby Boomer. Kalau mereka tidak belajar dan berinovasi, mereka yang akan dilindas oleh masa. Pesan ini tersirat dalam sampul bukunya yang berlatar hitam serta tulisan 'Kill' yang besar dan berwarna kuning dengan cipratan darah merah.

Sampul buku ini dirancang sendiri oleh Pak Siwo. Beliau terinspirasi oleh film berjudul Kill Bill yang katanya sangat berkesan di kalangan generasi X. Ada yang pernah nonton filmnya? Kalau aku sih, belum.

Bagaimana awal mula Pak Siwo bisa terbesit ide menulis buku Millenials Kill Everything?

Beliau mengaku mendapat ide tulisan buku ini dari sebuah artikel berjudul "RIP: Here are 70 Things Millenials Have Killed" yang dirilis di mashable.com pada 31 Juli 2017. Dari sekian banyak, Pak Siwo menyusun kembali, mencari data, dan menuliskan hal-hal yang akan dibunuh oleh millenial bersama dengan timnya. FYI, di buku Millenials Kill Everything, terdapat 50 hal yang akan dibunuh oleh millenial.

50 hal yang akan dibunuh oleh millenial versi buku "Millenials Kill Everything" (dokumentasi pribadi)
50 hal yang akan dibunuh oleh millenial versi buku "Millenials Kill Everything" (dokumentasi pribadi)
Sebelum menjadi buku, Pak Siwo menuliskan tentang hal-hal yang akan dibunuh oleh millenial di blognya yaitu yuswohady.com. Tulisan di blog tersebut kemudian menjadi viral. Segera, Pak Siwo menyusun buku bersama timnya sebelum antusiasme orang-orang menurun tentang topik ini.

Salah satu hal yang dibahas dalam buku ini adalah tentang menikah. Mengapa? Tren di dunia saat ini, millenial banyak yang tidak berminat untuk menikah. Di buku Millenials Kill Everything, Pak Siwo dan tim memaparkan hasil penelitian yang mereka dapatkan tentang kecenderungan ini. Menariknya, di acara ini, seseorang berusia 36 tahun mengaku memang tidak tertarik untuk menikah.

Bayangan akan keribetan untuk tinggal dalam satu rumah dengan orang lain. Belum lagi, banyak orang di sekelilingnya yang kehidupan rumah tangganya tidak harmonis. Kemudian bayangan betapa mahalnya membesarkan seorang anak juga menghantuinya dan membuatnya masih berfikir untuk menikah.

Menurutku ya, ini adalah bukti dari kekokohan ide dari buku Millenials Kill Everything. Di awal, aku menyangkal bahwa menikah menjadi hal yang dibunuh oleh millenial. Kampanye menikah muda sedang gencar-gencarnya dilakukan di media sosial, lho. Belum lagi yang poligami. Rasanya kok malah menikah itu menjadi tren di kalangan millenial. Namun, setelah mendengar pengakuan dari seorang peserta yang tidak tertarik dengan pernikahan itu, aku jadi punya pandangan lain.

Di awal cerita, Pak Siwo banyak memaparkan tentang ide. Menurutnya, tidak ada strategi khusus untuk menjadikan sebuah buku itu best seller kecuali buku tersebut memiliki ide-ide yang kokoh dengan sudut pandang yang unik.

Mengapa postingan blognya menjadi viral? Karena idenya menarik dan relate dengan kehidupan orang-orang. Pak Siwo kemudian memanfaatkan keviralan postingan blognya untuk mendorong orang-orang membeli bukunya. Aku menangkap, kemampuan untuk memanfaatkan momentum ini penting banget. Walaupun, kalau idenya biasa-biasa saja, momentum viral itu akan sulit untuk didapat. Bukunya juga kecil kemungkinannya untuk menjadi best seller.

Jujur, aku belum membaca bukunya dan penasaran. Semoga nanti, deh, ada kesempatan untuk membaca bukunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun