Dalam buku Hijrah Jangan Jauh-jauh, Nanti Nyasar! Itu, dalam cerita berjudul 'Ragam Hidayah di Kampung Kang Kandar', Kalis bercerita tentang Kang Kandar yang kebingungan saat ada orang yang mengatakan bahwa Kang Kandar dan warga kampung lainnya harus hijrah. Lalu orang-orang itu menawarkan produk jualan yang katanya lebih berkah.Â
Di kali lain, ada juga ustadzah yang menyuruh ibu-ibu di kampung Kang Kandar untuk berjilbab dengan benar. Ketika istri Kang Kandar datang ke toko pakaian milik ustadzah, dia kabur karena melihat harganya.
Ya, harus diakui, kan, kalau kadang, kita menggunakan 'agama' sebagai pendongkrak barang dagang. Contohnya ya perumahan syariah itu. Nggak cuma barang, sih. Ada juga jasa. Ada yang pernah melihat jasa menghapus akun medsos di Facebook dengan narasi menggunakan kata-kata 'dosa jariyah'? Sebetulnya nggak apa-apa juga sih. Ada orang yang memang eneg dengan kealayannya di masa lalu kemudian sekarang ingin hijrah dan membuang akun medsosnya. Tapi gimana, ya....
Isi buku Kalis yang baru ini berbeda sama sekali dengan buku dia yang  Muslimah yang Diperdebatkan. Kalau di buku Muslimah yang Diperdebatkan banyak cerita-cerita yang ditulis dengan cara yang lucu tapi di buku ini dia menulis lebih serius. Baca buku ini itu rasanya kayak dia ngetuk pintu kamar aku, terus dia menceritakan pengalaman-pengalamannya. Jadi cerita-ceritanya kayak membekas agak dalam gitu di hati.
Yang paling meninggalkan kesan adalah tulisan yang berjudul "Bapak dan Ingatan Masa Kecil yang Baik". Habis baca tulisan ini, aku jadi nangis keinget sama bapakku. Aku juga pernah se-sok tau itu. Aku juga sempet nangis sewaktu membaca tulisan berjudul "Marlina Masih Ingin Pergi". Sedih bacanya.
Anyway, buku Hijrah Jangan Jauh-jauh, Nanti Nyasar! Ini bagus banget untuk dibaca dan direnungi kalau teman-teman muslim punya waktu senggang. Ada 5 subjudul di dalam buku ini: 'Islam dan Kebaikan Anak-anak', 'Islam dan Kemanusiaan, Islam dan Akal Sehat', 'Islam dan Contoh yang Baik', serta 'Islam dan Modernitas'. Kita akan diingatkan untuk berislam secara sederhana dan dekat. Jadi, kita nggak perlu kemana-mana daripada nanti nyasar.
Jujur saja, aku juga rindu kehidupan (dalam hal ini kehidupan beragama) seperti ketika informasi belum semasif sekarang. Internet belum semerakyat ini. Ketika kita masih baik-baik saja meminta kue putri salju pada teman-teman yang natalan dan berbagi nastar ketika lebaran. Ketika orang masih punya rasa sungkan untuk mengatai orang lain yang berbeda pandangan dengan kita sebagai orang yang salah. Ketika orang masih berfikir untuk menata kalimatnya sebelum mengatai orang lain bodoh.
Aku tidak menganggap aneh atau menyalahkan pandangan hijrah temanku. Sungguh. Aku selalu senang kalau dia bisa menjadi yang terbaik versi dirinya. Aku tahu, berbeda pandangan dengan orang yang setiap hari kita temui itu berat.Â
Tapi aku selalu berharap, walaupun nanti dia benar-benar pindah ke perumahan syariah dia akan tetap membukakan pintu rumahnya ketika aku berkunjung. Jangan malah jadi kayak gambar di baris terakhir buku tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H