"Lan, kamu bulan ini bayar pajak motor, kan?" tanya bapak mertuaku pada suamiku saat kami berkunjung ke sana. "STNK-nya ditinggal sini aja. Nanti biar diurus sama emakmu."
"Nggak usah, Pak," sahut suamiku. "Biar nanti saya aja yang urus. Kan sekarang udah bisa online."
Kami sudah membicarakan ini sejak awal bulan lalu. Bulan ini kami harus menyisihkan uang untuk membayar pajak motor. Kata suamiku, biasanya pajak motor dibayar di BJB cabang Babelan. Aku, yang kemampuan naik motornya di bawah standar, tidak mungkin mengendarai motor ke Babelan dari rumahku di Bekasi Jaya. Kalau suamiku harus cuti cuma buat ngurus pajak motor mah, sayang banget.
Jarak dari rumah ke Babelan sih (((cuma))) 11 Km. Hampir sama --kayaknya-- dengan jarak dari rumah bapakku di pelosok Sleman sampai SMA 9 Yogyakarta, tempat aku sekolah dulu (dulu SMA aku sekolah naik motor).Â
Masalahnya, jalanan dari rumahku ke Babelan itu sempit, penuh debu, dan rusak. Belum lagi aku harus berhadapan dengan truk-truk transformer yang memenuhi jalanan dan siap berubah menjadi robot. Berbeda dengan Jalan Kaliurang yang jalanannya bagus, cukup lebar, dan waktu aku SMA sih kayaknya nggak ada macet parah.
Lewat tetanggaku, aku tahu kalau walaupun motor suamiku bernomor Kabupaten Bekasi, kami bisa membayar pajaknya di Samsat Kota Bekasi yang jaraknya kurang lebih 3 Km dari rumah. Tambahan dari tetanggaku: kalau kami membayar secara online lewat aplikasi, di kantor Samsat kami tinggal melakukan pengesahan STNK. Tidak perlu cek progresif dan yang lainnya. Lalu kami memutuskan untuk membayar pajak motor secara online dan melakukan pengesahan STNK di Samsat Kota Bekasi.
"Ah, online kan bayarnya. Buat ngecapnya nanti harus ke Cikarang sana," kata bapak.
Lah, yang bener aja...
Aku menggelengkan kepala pada suamiku, memberi kode. Suamiku mengerti maksudku dan berkata, "Diurus sama Meta aja. Biar dicoba dulu."
"Ya udah terserah," kata bapak pada akhirnya.
Bukan apa-apa. Aku kasihan saja kalau Ibu Mertuaku yang harus mengurus pembayaran pajak motor kami. Waktu beliau yang seharusnya digunakan untuk bekerja atau beristirahat, harus tersita untuk mengantre di bank. Belum lagi beliau harus meminjam motor tetangga karena kalau hari kerja, motor digunakan oleh bapak mertuaku dan adek iparku. Aku merasa bisa meluangkan waktu. Jadi aku tidak perlu merepotkan orang lain.
Besok siangnya, aku bertanya pada cs Bapenda Jabar (Badan Pengelola Pendapatan Daerah Jawa Barat) via Twitter untuk meyakinkan kalau aku bisa melakukan pengesahan STNK di Samsat Kota Bekasi setelah membayar pajak secara online walaupun nomor motornya adalah nomor Kabupaten Bekasi. Melalui akun Twitternya @bapenda_jabar, mereka mempersilakan aku melakukan pengesahan STNK di Samsat Kota Bekasi.
Sebetulnya, di situs Bapenda Jabar, keterangan tentang mekanisme e-samsat ini jelas, sih. Untuk daerah Bekasi, Depok, Cinere, dan Cikarang, setelah melakukan pembayaran secara online kita diminta untuk membawa bukti pembayaran beserta e-KTP asli, STNK asli, dan fotokopi BPKB ke seluruh sentra layanan Samsat Provinsi Jawa Barat Daerah Hukum Polda Metro Jaya (Kantor Bersama Samsat, Samsat Keliling, Samsat Outlet, dan Samsat Gendong), untuk dilakukan pengesahan STNK dan mendapat SKKP selambat-lambatnya 30 hari setelah pembayaran.
Keterangan tambahannya, khusus kendaraan di Kabupaten Bekasi, pengesahan STNK dilaksanaan di loket E-Samsat Kantor Bersama Samsat.
Mengapa kendaraan di Kabupaten Bekasi mendapat pengkhususan? Aku juga tidak tahu karena informasinya hanya sebatas itu. Kalau ada petugas berwenang dari pemerintahan Kabupaten Bekasi yang membaca tulisan ini, boleh lho menjawab pertanyaan tersebut.
Baiklaaa.... Mari kita bayar pajak sebagaimana mestinya warga negara yang baik. Aku lalu mengunduh aplikasi Sambara (Samsat Mobile Jawa Barat) untuk mendapatkan kode bayar. Setelah mengisi nomor plat motor, kita akan mendapatkan total rupiah yang harus kita keluarkan dan kita akan mendapatkan kode pembayaran pajak. Pembayaran bisa dilakukan via ATM atau marketplace.
Aku membayar melalui marketplace tempat aku berjualan buku. Harapannya, ada promo potongan pembayaran atau minimal aku bisa memanfaatkan point rewards yang selama ini aku kumpulkan. Nyatanya, tidak ada potongan pembayaran dan point rewards tidak bisa dimanfaatkan. Yang ada, aku harus membayar biaya administrasi sebanyak 5 ribu rupiah. Owalah....
Besok paginya, ditemani suamiku yang ngantor siang, aku ke kantor Samsat Kota Bekasi di Jalan Juanda dekat terminal sana. Prosesnya cukup cepat. Kami diminta untuk mengisi formulir, menyiapkan berkas-berkas, dan menyerahkan formulir beserta berkasnya ke loket E-Samsat yang tersedia dan menunggu.
Loket E-Samsat ini cukup sepi. Di depanku, hanya ada 3 orang yang mengantre. Itupun yang 2 sudah selesai. Aku membandingkan dengan loket cek progresif yang dijubeli oleh banyak orang sehingga untuk memanggil orang-orang, petugas harus menggunakan pengeras suara yang memekak telinga.
Sebentar kemudian, petugas memanggil nama suamiku dan menyerahkan STNK yang sudah disahkan dan SKKP-nya. Kami pun segera meninggalkan tempat itu. Aku tidak tahu berapa menit yang kami habiskan di Kantor Samsat. Yang jelas, kami meninggalkan rumah persis pukul 8 pagi dan aku sampai di rumah lagi pukul 9 lewat 10 menit. Itu sudah termasuk ngambil paket di Warehouse Tiki dan menurunkan suamiku di stasiun.
Selesai sudah urusan pajak motor ini. Kupikir-pikir, uang 5 ribu yang aku keluarkan untuk membayar biaya admin di marketplace cukup worth it dengan jumlah waktu yang bisa dihemat. Suamiku juga tidak perlu menghambur-hamburkan jatah cuti. Oke deh. Aku nggak akan mengeluhkan biaya admin ini lagi.
Sampai di rumah, aku buka Facebook. Aku melihat status Bapak Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menayangkan penerimaan samsat selama 7 bulan di tahun ini yang ngajleng melompat melampaui penerimaan samsat tahun lalu. Ini terjadi setelah E-Samsat diberlakukan.
Ya, kadang, orang bayar pajak bukan karena nggak punya uang. Tapi mereka malas untuk pergi jauh dan ribet. Ya aku sih melihat orang-orang yang tinggal sekampung dengan mertuaku.
Motor yang mereka miliki tidak pernah keluar dari kampung. Paling jauh ke pasar Babelan yang lokasinya masih di dekat-dekat situ. Tidak ada polisi, tidak ada razia. Lalu, buat apa mereka repot-repot menghabiskan waktu seharian di BJB atau jauh-jauh ke Cikarang hanya untuk membayar pajak motor? Jalanan rusak pun, pemerintah tidak segera memperbaiki, kok.
Tapi.... sistem sebagus ini pun, kalau SDM petugasnya belum bisa mengimbangi, ternyata malah memberi harapan palsu pada masyarakat. Di kolom komentar status FB Mang Emil, aku membaca keluhan dari seorang warga Kabupaten Bekasi. Dia sudah membayar pajak motor di marketplace tapi tidak bisa melakukan pengesahan di Samsat dekat rumahnya (masih di wilayah Kabupaten Bekasi juga).Â
Katanya, dia harus ke Samsat Cikarang. Lah, kalau harus ke Cikarang juga, ngapain bayar online? Bayar aja di samsat deket rumah itu terus STNK-nya dikasih cap. Kelar deh, perkara. Masak orang sudah memanfaatkan teknologi semacam itu malah harus menyelesaikan urusannya di ujung dunia. Ngapain, kan? Aku kemudian teringat kata-kata bapak mertuaku yang aku tulis di paragraf-paragraf awal.
Ada yang harus dievaluasi oleh pemerintah Jawa Barat terkait ini. Mereka boleh saja bergembira dengan pendapatan yang tinggi dan mengklaim keberhasilan E-Samsat. Toh nyatanya aku juga merasakan manfaatnya.
Namun pemerintah tidak bisa menutup mata dengan satu dua keluhan yang mengatakan bahwa program ini tidak berjalan di daerahnya. Layanan E-Samsat ini buat seluruh warga Jawa Barat kan ya? Bukan mayoritas atau sebagian apalagi cuma untuk masyarakat kota?
Semoga layanan E-Samsat ini bisa lebih baik lagi ke depannya. Syukur-syukur kalau setelah pembayaran secara online, yang kita dapat adalah QR code dan kita tidak perlu lagi bawa kertas-kertas fotokopian. Yang perlu kita lakukan tinggal datang ke Samsat untuk scan QR code dan STNK bisa dicap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H